Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sociolinguistik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendidikan Politik: Kunci Menghentikan Siklus Pemilih Emosional dan Korupsi Berjamaah

16 Agustus 2024   08:05 Diperbarui: 16 Agustus 2024   08:07 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sering kali muncul banyak partai politik baru setiap kali pemilu mendekat dalam konteks politik Indonesia. Fenomena ini dapat diibaratkan seperti seseorang yang membeli sepatu baru setiap kali sepatu lamanya kotor, alih-alih membersihkannya. Pandji Pragiwaksono, seorang komedian yang sering menyuarakan pandangannya tentang politik, pernah mengungkapkan bahwa tidak perlu mendirikan banyak partai baru. Fokus utama seharusnya pada memperbaiki partai-partai yang sudah ada dengan memperbaiki struktur, nilai, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut.

Pandangan ini mengarahkan perhatian pada isu yang lebih mendasar, yaitu kualitas pendidikan politik di Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih cenderung memilih berdasarkan emosional dan afiliasi personal, bukan melalui pendekatan rasional yang didasarkan pada program dan visi-misi yang ditawarkan oleh para kandidat. Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) kerap menemukan bahwa banyak pemilih masih memilih kandidat berdasarkan kedekatan emosional atau identitas, daripada menilai program dan kebijakan yang ditawarkan.

Kualitas anggota DPR mencerminkan kualitas masyarakat yang memilih mereka. Ketika ada oknum anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi berjamaah, hal ini menunjukkan lemahnya pemahaman dan kesadaran politik dalam masyarakat yang memilih mereka. Fenomena ini tidak jauh berbeda dari perilaku sebagian masyarakat yang alih-alih menolong saat terjadi musibah, malah memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. Contoh nyata adalah ketika truk pengangkut minyak goreng terguling, bukannya membantu, banyak warga yang justru menjarah muatan truk tersebut. Perilaku seperti ini mencerminkan bahwa korupsi tidak hanya terjadi di level atas, tetapi juga tercermin dalam tindakan masyarakat sehari-hari.

Pendidikan politik sejak dini sangat penting untuk memperbaiki kondisi ini. Materi pendidikan politik bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah yang mencakup pelajaran tentang demokrasi, hak-hak warga negara, dan pentingnya partisipasi politik. Misalnya, siswa bisa diajari tentang cara kerja pemilu, bagaimana mengevaluasi kandidat berdasarkan program mereka, serta pentingnya pemilihan umum yang bebas dan adil. Pemberian pendidikan politik yang memadai kepada generasi muda akan menghasilkan masyarakat yang lebih kritis dan rasional dalam mengambil keputusan politik. Masyarakat yang terdidik secara politik akan mampu menilai program-program partai dengan objektivitas, sehingga memilih berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan sekadar emosi atau kedekatan personal.

Selain itu, pendidikan politik yang baik dapat meningkatkan partisipasi politik yang lebih aktif dan bertanggung jawab. Generasi muda yang sadar akan pentingnya peran mereka dalam demokrasi akan lebih termotivasi untuk terlibat dalam proses politik, baik sebagai pemilih yang cerdas maupun sebagai calon pemimpin masa depan yang memiliki visi untuk memperbaiki bangsa.

Dalam jangka panjang, pendidikan politik yang berkualitas akan membantu menciptakan demokrasi yang lebih sehat dan matang di Indonesia. Partai-partai politik akan terdorong untuk lebih transparan dan akuntabel, karena mereka akan menghadapi pemilih yang semakin kritis dan tidak mudah dipengaruhi oleh janji-janji kosong. Ini pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pemimpin yang terpilih, karena mereka dipilih berdasarkan kompetensi dan program, bukan karena popularitas semata.

Pendidikan politik sejak dini harus menjadi prioritas dalam sistem pendidikan di Indonesia. Untuk mewujudkan perubahan nyata dalam kualitas demokrasi, langkah pertama adalah mempersiapkan generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi pemilih yang cerdas dan pemimpin yang bijaksana di masa depan. Langkah kedua, meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam diskusi dan debat politik yang sehat, sehingga budaya politik yang terbuka dan transparan dapat berkembang. Langkah ketiga, mendorong penggunaan media yang bertanggung jawab dalam memberikan informasi politik, agar masyarakat dapat membuat keputusan berdasarkan fakta dan analisis yang mendalam, bukan sekadar propaganda atau informasi yang menyesatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun