Mohon tunggu...
RAUF NURYAMA
RAUF NURYAMA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Masalah Media, Sosial, Ekonomi dan Politik.

Sekjen Forum UMKM Digital Kreatif Indonesia (FUDIKI); Volunteer Kampung UKM Digital Indonesia; Redaktur : tinewss.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pasca MK Tolak Gugatan YIM, Selanjutnya Urusan Presiden!

21 Maret 2014   05:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:40 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_316398" align="aligncenter" width="540" caption="Sumber : Kompas/Lucky Pransiska"][/caption]

Secara seksama saya sangat mengikuti perkembangan dan informasi tentang Gugatan Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, tentang permohonan Uji Materi Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Uji Materi yang hampir sama sebagaimana diketahui bersama adalah pernah diajukan oleh Dr. Effendi Gazzali, dkk yang dikabulkan sebagian, yakni Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif diperintahkan serentak untuk pelaksanaan mulai tahun 2019. Namun persyaratan Pencalonan presiden ditolak dan dikembalikan ke pembuat Undang-Undang.

Artinya, Presidential Threshold 20%, bukan domainnya MK. Ini menjadi Domainnya dari Pembuat UU dan DPR. Keputusan MK, dalam hal Presidential Threshold harus menjadi domainnya pembuat Unda-Undang menjadi Anomali buat saya. Alasannya begini:


  1. Jika, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dilakukan serentak. Maka Caleg dan Capres/Cawapres akan diajukan ke KPU sebelum Pemilu dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 (hasil amandemen) yang berbunyi, " Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
  2. Jika Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dilakukan secara serentak, maka persyaratan dalam Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu presiden Pasal 9, yang menyatakan perlu mendapatkan batas minimal dukungan untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden, seharusnya menjadi Gugur. Karena bagaimana mungkin kita mengetahui bahwa calon yang diusulkan oleh parpol maupun gabungan parpol peserta pemilu itu mendapatkan dukungan minimal 20% sementara pendaftaran dan pelaksanaannya dibuat serentak. Berbeda dengan tahun 2014 dan sebelumnya, maka persyaratan minimal dukungan ini bisa diterima logika karena keputusan mencalonkan atau tidak mencalonkannya capres atau cawapres setelah menunggu hasil Pemilu Legislatif.
  3. Namun demikian, Kenapa Sebuah Keputusan MK tentang Gugatan Effendi Gazalli dkk, yang seharusnya sudah diumumkan tahun 2013 baru diumumkan Tahun 2014. Adakah unsur kesengajaan, atau ada politik transaksional atau memang sengaja menjadi sebuah permufakatan Jahat Partai-partai Besar seperti yang disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
  4. Logika berikutnya, adalah bahwa keputusan MK itu berlaku setelah di undangkan atau diumumkan, maka sejak diumumkan pemilu serentak sudah harus dimulai. Tambahan kata-kata dimulai tahun 2019, menjadi sebuah perintah. Sementara sebagaimana dalam amar putusan yang dibacakan ketika memolak gugatan Yusril maupun EG, menyerahkan kepada pembuat Undang-Undang, apakah dengan perintah untuk penyelenggaraan mulai tahun 2019 tidak bertentangan dengan hal tersebut. Kenapa MK, tidak menyatakan hal yang sama. Misalnya, untuk penyelenggaraan pemilu serentak dikembalikan kepada pembuat Undang-Undang dan Kesiapan dari KPU. Kenapa tidak demikian? Agar MK, tidak dicurigai sebagai pihak yang "bermain" dalam keputusan ini.
  5. Di sisi lain, beberapa petinggi parpol menyambut baik keputusan Pemilu Serentak. KPU menyatakan siap jika tahun 2014 pun dimulai untuk pemilu serentak. Bahkan dari segi efisiensi anggaran akan lebih murah biayanya. Kita tahu, tahapan pemilu pada saat diundangkan keputusan MK, sudah berjalan. Namun itu tidak menjadi masalah seharusnya, ketika KPU dan Parpol sendiri menyatakan kesiapannya. Sehingga menjadi janggal atau anomali ketika MK membuat keputusan atas gugatan MK dan mulai berlaku 5 tahun yang akan datang.
  6. Sebagaimana kita ketahui, hampir semua Partai Politik saat ini sudah mengumumkan capres masing-masing partai, artinya parpol sebenarnya sudah siap ketika MK mengabulkan tentang gugatan Yusril mengenai batas minimal dukungan tersebut untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Tidak lama, saya kira Parpol dan Gabungan Parpol untuk mencalonkan pasangan Capres dan Cawapres sebelum Pemilu Legislatif ini, masih cukup waktu, demikian kiranya menurut Yusril. Atau bahkan bola liar ini sekarang berada di Presiden dan DPR. Dimana secara logika sebagaimana disampaikan penulis tadi, maka pasal 9 otomatis Gugur dengan Pemilu serentak, maka setelah Pemilu Legislatif tahun 2014 ini, Presiden bisa saja membuat Perpu untuk dapat mencabut dan tidak memberlakukan pasal 9 sejak pemilu presiden tahun ini. Alangkah baiknya, jika Presiden bisa memutuskan hal ini sebelum Pemilu Legislatif. Jangan sampai nanti menjadi masalah ketika Presiden ternyata sependapat dengan Yusril dan para pakar hukum, namun keputusannya dibuat setelah Pemilu legislatif, dan saat itu ternyata partainya presiden tidak mendapat dukungan minimal (presidential threshold) lalu dibuatkan perpu yang membatalkan pasal 9. Dan pada saat yang sama capres dari partainya presiden tetap bisa mencalonkan. Dan ini menimbulkan konflik kepentingan.
  7. Kini semuanya tergantung kebesaran hati Presiden, apakah akan mengakomodasi hal ini atau tidak. Jika tidak diakomodasi, maka kemungkinan Legalitas dan konstitusionalitas Pemilu Presiden menjadi terganggu, bahkan akan rawan Gugatan dikemudian hari. Kita tidak mempermasalahkan siapa yang menang, karena yang menang adalah rakyat. Namun kita harus mengakomodir Rakyat yang bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden tidak dibelenggu oleh aturan Undang-Undang yang sudah dibatalkan oleh MK. Namun jika diakomodasi, maka Sebuah keuputusan Bijak dari Presiden SBY untuk mengawal Demokrasi secara Legal dan Konstitusional.

Semoga Anomali Hukum dalam perpolitikan ini segera berakhir, saya percaya Bahwa Presiden Republik Indonesia akan mengerti persoalan ini. Karena MK secara ekslpisit memberikan bola liar kepada Presiden dan DPR.

Untuk menghindari Konflik kepentingan, dan stigma negatif dari lawan politik, saya berharap pa Yusril bisa mengundurkan diri sebagai Capres dari PBB. Namun berdiri sebagai Pakar Hukum Tata Negara sudah lebih dari cukup. Agar, penilaian masyarakat menjadi lebih murni untuk pembelaan kepentingan Bersama dan Rakyat Indonesia, Bukan untuk Kepentingan Pribadi atau Partainya. Namun jika ternyata hasilnya adalah Presiden membuat keputusan bijak, semua partai atau gabungan partai berhak melakukannya termasuk PBB dan Pa Yusril.

Mungkinkah pa Yusril harus menemui Presiden, sebagaimana sebelumnya pernah diundang presiden untuk hadir di Istana Negara?

[caption id="attachment_316406" align="aligncenter" width="374" caption="Pertemuan YIM dan SBY, sumber : berita9.com"]

1395329176459012085
1395329176459012085
[/caption]

Semoga!!!

cirebon, 20/03/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun