Mohon tunggu...
RAUF NURYAMA
RAUF NURYAMA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Masalah Media, Sosial, Ekonomi dan Politik.

Sekjen Forum UMKM Digital Kreatif Indonesia (FUDIKI); Volunteer Kampung UKM Digital Indonesia; Redaktur : tinewss.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Miring Pemilu Kita

30 Maret 2014   07:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berikut ini saya ingin memberikan beberapa catatan yang tidak bermutu untuk dijadikan catatan, bahkan dibaca pun tak layak. Jadi stop sampai sini saja Anda membacanya. Karena Catatan ini sama miringnya dengan otak dan kebodohan saya.Tapi kalau Anda masih membacanya juga, ya sudahlah terserah Anda. Kalau Anda suka, silakan berikan nilai. Tidak dikasih nilai juga rapopo.

Catatan miring #1.

Sejak dikabulkannya Gugatan Effendu Gazali tentang Pemilihan Presiden, oleh Mahkamah Konstitusi, dimana MK menyetujui untuk pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilur Presiden dilakukan secara serentak, maka kemungkinan legalitas hasil Pemilu ini diragukan. Dasar dari sebuah pekerjaan adalah adanya perintah. Undang-Undang adalah Perintah, maka jika perintahnya sudah dicabut. maka perintah itu tidak menjadi wajib dijalankan. Walaupun ditambah bahwa ada tulisan berlaku mulai pemilu 2019, tetap saja bahwa Undang-Undang ini menjadi Sumir.

Ditolaknya Gugatan Yusril, dengan alasan MK tidak berwenang memberikan tafsir terhadap apa yang digugat, merupakan catatan miring berikutnya. MK itu didirikan untuk memberikan tafsir tentang Undang-Undang yang dibuat oleh Presiden dan DPR. Itu salah satu tugasnya, namun ketika dalihnya demikian, ada apakah dengan MK. Maka wajarlah Yusril menegaskan, jika tidak melakukan tafsir, Bubar saja. Rhoma Irama pun, menilai bahwa MK harus dibubarkan, karena sudah tidak amanah.

Rawan Gugatan, tentang legalitas hasil Pemilu ini menjadi penting. Agar dikemudian hari tidak terjadi Gugatan yang tidak berujung. Namun keyakinan saya menjadi berubah, Indonesia ini negara yang penduduknya miskinnya lebih banyak, bodohnya lebih banyak, lupanya juga lebih banyak. sehingga saya tidak yakin akalau penduduk kita ini akan mempermasalahkan hasilnya.

Lha wong yang memperjuangkan Pemilu harus serentak juga cuman Effendi Gazali dkk, ditambah dengan Yusril. Mereka itu tidak mewakili Rakyat Indonesia. Pertama karena mereka itu Pintar, Kedua mereka itu sudah cukup Kaya, dan Ketiga, mereka itu tentu sedikit lupa nya. Jadi sekali lagi mereka tidak mewakili banyak penduduk Indonesia. Hakul yakin saya, bahwa Rakyat tidak akan menggugat legalitas pemilu ini. Siapapun yang nanti akan terpilih jadi Presiden dari Pelaksanaan Pemilu yang UU sudah dicabut.

Catatan Miring #2

Jika Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif di lakukan secara serentak, maka tidak ada lagi Presidential Threshold. Artinya Baik partai maupun Capres, tidak perlu berlomba-lomba untuk meraih kursi sebanyak 20% dari total yang disediakan. Siapapun partainya berhak untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Namun Undang-Undang ini menjadi Banci, Sehingga Pemilu tahun ini menjadi ajang perebutan suara baik untuk partai maupun untuk kelanggengan cita-cita mencapreskan wakilnya.

Jika saja MK menjadi penafsir yang baik, mungkin akan seperti ini jadinya:


  • Pemilu Legislatif, 9 April 2014 adalah Pemilu Legislatif. Sehingga yang dimunculkan adalah setiap Kampanye adalah Calon-calon orang yang akan dijadikan Wakil Rakyat. Tidak menjadi penting, dia berasal dari Partai mana? Yang menjadi penting adalah Memiliki kapabilitas sebagai wakil rakyat tidak kah mereka. Bisa Amanahkan mereka? Kampanye tidak harus mengerahkan pasukan atau Massa, karena caleg untuk dijadikan wakil, sebaiknya semua rakyat tahu dan menyadari akan pilihannya nanti. Jika ini terjadi, maka Kita akan memiliki Aleg yang benar-benar berkualitas, sesuai pilihan masing-masing tentunya dengan tetap mereka yang mendapatkan rasio untuk dapat kursi.
  • Anggota Legislatif yang memiliki Kapabilitas yang baik ini, tentunya akan menjadi penyeimbang yang baik untuk keberadaan Lembaga Kepresidenan. Mereka bukankah memiliki posisi yang sejajar dengan eksekutif? Jadi Aleg tidak bisa disetir oleh eksekutif seperti selama ini, karena mayoritas maka keputusan benar pun bisa jadi salah.
  • Dengan tidak adanya Presidential Threshold, mungkin tidak akan terjadi pencalonan presiden yang masih mimpi sekarang ini. Setiap Kontestan Pemilu akan mempersiapkan Kandidat Capres dan Cawapresnya, termasuk susunan Kabinetnya jika terpilih menjadi Eksekutif. Partai politik atau gabungan partai politik akan melakukan persiapan sejak dini, apa yang mereka tawarkan jika mereka menjadi eksekutif. Mereka harus menawarkan program dan susunan kabinetnya dari sebelum pemilu, bagaimana mungkin memiliki program yang baik, jika tidak dijalankan oleh orang yang baik. Maka Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden beserta kabinetnya lah yang akan dijadikan pilihan oleh Masyarakat. Rakyat tidak membeli kucing dalam karung. Rakyat tidak akan lagi disuguhin berita, Ketua Partai "x" yang tanpa kapabilitas menjadi Menteri "y". Walaupun Menteri adalah jabatan politis, setidaknya dia sudah peduli, dan tidak baru belajar. Profesionalisme sebuah kabinet menjadi satu kesatuan utuh dalam Pemilu Presiden akan lebih berbobot kiranya.

Karena MK mengambil sikap tidak mau menafsirkan, dan dia mengembalikan kepada pembuat Undang-Undang, dalam hal ini tentunya mengembalikan penafsiran kepada Presiden dan DPR. maka agar tulisan miring saya diatas berjalan, seyogyanya Presiden segera melakukan penafsiran terhadap UU ini. dan Hasilnya akan segera diaplikasikan dalam kehidupan demokrasi kita. Sayangnya, Bapak Presiden yang menjadi Ketua Umum partainya, cenderung lebih memilih untuk konsentrasi kepada kampanye pemilu ketimbang memikirkan bangsa yang lebih besar. Pun DPR, mereka sibuk dengan pencalonannya kembali sebagai bagian dari Senayan. Mereka hanya peduli untuk mendapatkan kursi. Agar bisa Korupsi lagi, Agar bisa Tidur lagi di sidang istimewa maupun sidang komisi. Serta bisa jalan-jalan ke luar negeri Gratis dengan Grativikasi seorang Istri yang walaupun siri, bahkan hanya simpanan saja. Mungkin yah.... hehehe, ini hanya berlaku untuk Aleg yang Cowok.

Catatan miring #3

Karena catatan miring #1 dan #2, maka partai-partai peserta pemilu berlomba-lomba untuk menampilkan Capresnya pada pemilu legislatif.  Hanya Hanura yang sudah berani menjadikan capres dan cawapres. Keberanian Hanura, jauh lebih baik dibandingkan partai lain. ini baru bicara keberanian loh yah.... Namun masih ada pula yang belum berani menawarkan diri jadi presiden, atau wakil presiden dari partai lain, kalaupun ada masih kelihatannya malu-malu.

Tak Pelak setelah pengumuman para Capres, mulailah perang terbuka. Perang terbuka antar Capres dan pendukungnya di waktu yang sebenarnya belum waktunya. Yaitu diwaktu kampanye pemilu legislatif. Tujuannya jelas, pilih partai saja jika tidak tahu kredibilitas dan kapabilitas wakil rakyat, sing penting capresnya si anu. Dalam tatanan ini, maka Aleg hasil pemilu ini, ditentukan oleh siapa capresnya, bukan siapa calegnya. Alangkah miringnya catatan saya ini. Aleg yang terpilih pasti harus nurut ke Presiden terpilih. Karena Aleg terpilih berkat Kampanye Presiden terpilih. Posisi demikian, kekuasaan legislatif seolah-olah menjadi dibawah Eksekutif. itu logika miring saya.

Catatan Miring #4

Karena catatan miring #3, saling serang antara capres dan parpol semakin kentara. Bahkan di Medsos lebih ganas. Media Online sangat santer. Saling dukung dan saling jatuhkan.


  1. Jangan Pilih Capres yang Suka Bohong. Sebuah serangkan yang menurut catatan miring saya ditujukan kepada Jokowi, sebagai Capres pembohong, karena dia tidak menjalankan janjinya akan menjadi Gubernur Jakarta selama 5 tahun.  Serangan dari Prabowo juga menyangkut Capres Boneka. Boneka karena ada sinyalemen ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu.

  2. Kutunggu Janjimu, sebuah iklah yang ditayangkan di Group MNC TV, yang sama-sama ditujukan ke Jokowi. Sampai KPI harus turun tangan. Padahal kalau lihat di youtube, kok tulisannya selamat datang di kota Depok yah. Apa salah link yang saya tonton. Lalu jika Depok, bukankah PKS yang diserang, kenapa Jokowi dan teamnya yang meradang.

  3. Lalu Kultwitnya Fakhri Hamzah dari PKS, tentang presiden yang suka jual asset negara, yang korupsinya paling banyak, yang menampilkan si kotak-kotak untuk jadi tamengnya. Anehnya, Fakhri tidak menyebutkan itu serangan ke Mega, PDIP atau Jokowi, tapi kenapa PDIP dan Jokowi yang meradang.
  4. Serangan Wiranto kepada Raja Dangdut Rhoma Irama, Hari ini penyanyi dangdut... besok.... Tentunya juga Wiranto, tidak menyebutkan nama Rhoma, namun Rhoma tidak meradang seperti Jokowi dan PDIP. Dia malah tersenyum dan tetap tenang.
  5. Berita Nyinyir tentang Gelar Professoer HC Rhoma Irama, menjadi heboh dan terkesan bahwa Rhoma bukan Capres yang edukatif. Menteri pun akhirnya angkat bicara tentang hal ini. opini negatif Rhoma dijadikan bahan Candaan.

  6. Penampilan Prabowo dengan Kuda 3M, menjadi sindiran bagi yang tidak suka. Kenapa harus pake Kuda 3M. Apa tidak lebih baik uang sebanyak itu dipergunakan untuk menumbuhkembangkan HKTI. Loh kenapa harus ngurusin Prabowo, duit dia ini, kudanya punya dia, kenapa pembaca dan pemerhati yang jadi kebakaran jenggot. Asli kata Prabowo, dia Tidak pernah Korupsi. Catet itu.
  7. Gara-gara Iklan kutunggu janjimu di Media milik HT, maka HT diserang sebagai bentuk intimidasi dan black campaign. padahal kalau kita tonton, dan dijadikan iklan layanan masyarakat, ini akan menjadi bagus. Bagus karena memang isinya, bagus. Bahwa benar janji, harus ditunaikan. maka ditunggu kapan ditunaikannya.
  8. Gara-gara Satinah yang akan dihukum pancung di Arab saudi, menjadi komoditi politik pula. Padahal menurut saya, kalau orang yang membunuh yang sudah tidak apa-apa, dihukum pancung saja. Daripada sekarang memberikan dana 21 M untuk menebusnya, mendingan 21 M untuk beli pupuk. Adalah Presiden SBY yang sangat sedih dan emphati terhadap Satinah. Tentu ini akan menjadi faktor yang akan membuat kepedulian SBY menjadi naik elektabilitasnya Demokrat. Atau Rieke Dyah Pitaloka yang meminta Jokowi sebagai Capres untuk membantunya. Kenapa harus Jokowi, dia kan masih Capres. Menurut saya, biarkan saja Satinah di Hukum Mati pun, sebagai pembelajaran kepada TKI lainnya dan para majikannya. Bahwa menyiksa WNI yang jadi pembantu, tidak menjadi komoditas ekonomi mereka lagi. Sehingga dengan demikian, Majikan-majikan disana tidak akan semena2 terhadap TKI lagi. Catatan miring ini, karena Isu TKI menjadi isue politik.
  9. Pelesirannya ARB dan Azis bersama Duo Zalianty, menjadi topik hangat untuk menjatuhkan ARB. Padahal istri ARB saja rapopo. kenapa penonton jadi cemburu. Bukankah kita juga bisa melakukannya jika mampu dan ada yang mau. Para Istri pasti akan sangat marah melihat hal ini, berbeda dengan istri Pathonah yang tetap setia.  Para Istri di negeri ini sangat heboh bila melihat perselingkuhan. Padahal selingkuh itu juga dilakukan oleh kaumnya. Kaum Adam hanya menyalurkan hobbynya saja dengan alasan sama, selangkah dari rumah sudah bujangan... catatan miring ini terkecuali Saya dan Anda yang membaca ini. Yang lain adalah tukang selingkuh. wkwkwkwk....

  10. Seorang Kompasianer menulis bahwa dia di Dzalimi oleh Jokowi, karena kasus lelang jabatan kepala sekolah. Tentunya serangan ini menjadi black Campaign untuk Capres Jokowi. Walaupun Kebebasan mengkpresikan dirinya tertuang dikompasiana. Sayang, menurut info tulisannya kini di hapus. Mungkin karena dia menyerang, memfitnah, atau mengada-ada. Malah menjadi tambah lucu, ketika diserang baik dia sebagai pemilik akun FB dengan pernah menyebarkan link porno. Kenapa pengaduan kepada Jokowi melalui Kompasiana kemudian harus dihapus? padahal tulisan yang memojokan Presiden saja tetap bisa tampil disini. Untuk hal yang sama, bukankah pihak Jokowi atau Pemda DKi dipersilakan untuk membuat tulisan juga. Agar semuanya menjadi Fair. Namun tanggapan sudah muncul dari Kompasianer lain. mungkin itu di rasa cukup.


Catatan miring #5

........ silakan anda tambah kan sendiri, jika dirasakan masih ada yang miring...

Jika anda masih membacanya, cukup sampai disini. karena saya sudah lelah menulisnya. itulah catatan miring saya. sekali lagi miring, karena ditulis dengan tulisan yang miring. salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun