Berita terbaru di Kompas.com, dengan judul "Aburizal Tinggalkan Rumah Megawati dengan Tangan Hampa". beritanya bisa dibaca disini!.
Kesimpulan saya langsung saja : Seperti peribahasa dalam bahasa sunda "pipilih meunang nu luewih, koletrak meunang nu pecak". yang artinya, berharap dapat jodoh orang yang lebih, eh malah dapat yang cacat (maaf pecak : orang dengan mata sebelah)" peribahasa itu biasanya dikaitkan dengan pemuda atau pemudi yang selalu pilih-pilih jodoh, bahkan selalu berusaha menolak setiap kesempatan, namun akhirnya tidak mendapatkan yang diharapkan. Demikianlah kiranya analogi saya dengan ARB.
Golkar sebagai Partai Politik yang berpengalaman, dengan Ketua Umum dan Capres yang Kaya Raya, pinter pula. Namun akhirnya tidak menjadi apa2, atau tidak mendapatkan jodoh siapapun. Mungkin karena salah pilih, atau salah pikir. Tidak berpikir cepat dan taktis, akhirnya tidak dipilih siapa2.
Padahal, Golkar sejak awal sudah dikunjungi Jokowi ketika pasca pemilu, Jokowi datang ke ARB. Ditolak secara halus oleh ARB. ARB merasa bahwa dia lebih baik dibandingkan dengan Jokowi, sehingga muncul kata-kata "kalau pak jokowi jadi cawapres" mau saja.
Tanda kedua, ARB di Tolak oleh Prabowo melalui Hasyim.
Tanda-tanda ketiga, muncul di pasar untuk deklarasi, kirain deklarasi capres dan cawapres, eh ternyata bukan. Hujan besar pula, sampe ada yang nyeletuk, "Gak di restui tuh". Di Jawab, kalau Hujan itu berkah.
Tanda keempat, diajak sama Demokrat untuk "kawin paksa" ini lebih baik seperti artikel saya sebelumnya, disini!. Namun tidak dibaca oleh Golkar dan timnya, akhirnya, ya seperti ini. nelongso.... Demokrat, sudah memutuskan untuk tidak mencalonkan diri dan tidak memihak salah satu poros yang sudah ada pada akhir keputusan Rapimnasnya, karena Golkar tidak segera memberikan signalnya. Demokrat lebih baik, memutuskan demikian, dibandingkan harus menjadi pengemis untuk menjadi penguasa dikemudian hari tapi tanpa kekuasaan. Oposisi saja!
Kelima, setelah pertemuan ini, akhirnya ARB "ditolak" Megawati. Saya berpikir mungkin, "ARB melalui keputusan rapimnas golkar, bersedia untuk menjadi mitra koalisi dengan PDIP, dengan catatan ARB menjadi Wapresnya Jokowi. Namun Mega tidak mau, kalau mau koalisi, mega pastikan Golkar harus tunduk kepada pilihannya Mega. Al hasil, ARB tidak jadi koalisi, dan tidak jadi capres juga tidak jadi cawapres.
Apakah masih memungkinkan ARB dengan SBY malam ini ketemu untuk membuat keputusan baru? Jika pun berhasil diakhir pertemuannya, katakan SBY mendukung ARB karena "hutang" jasa ARB mendukung SBY, misalnya, maka hanya akan mendapat 24.94% suara atau masih kurang 0.06% lagi. Kecuali yang belum memastikan adalah PBB diajak berkoalisi, maka akan menjadi 26.40%. Namun kalau menurut Jumlah Kursi Demokrat ( 61) dan Golkar (91) total jadi 152 Kursi atau 27.14% artinya dengan 2 partai ini saja sudah cukup bisa mencalonkan pasangan capres dan cawapres.
Ini pun, kalau Pak SBY akhirnya luluh dan mau berusaha untuk berperang pada pilpres kali ini. Hanya, sayang, info terakhir, jika Demokrat kawin dengan Golkar, capresnya tidak mau ical, walaupun asalnya dari Golkar. Jika saja, JK atau Sultan yang akan dicalonkan, peta perpolitikan pasti akan segera berubah. Misalnya JK-DI, atau tetap ARB-DI.
Yaa.... Kalau tetap tidak bisa, mending ikuti Demokrat. Jadi Oposisi! Salam demokrasi.