Idul fitri pada tahun ini memiliki potensi terjadinya perbedaan waktu antara Salah satu ormas islam dan pemerintah.
Ormas terkait sudah menentukan hari raya idul fitri jatuh pada tanggal 21 April sedangkan pemerintah Indonesia baru akan melakukan sidang Isbat hari ini dan memiliki potensi Idul fitri terjadi di tanggal 22 April.
Perbedaan  waktu inilah yang seringkali menghadirkan polemik terkhusus bagi masyarakat awam yang pada akhirnya cenderung menyalahkan salah satu pihak.
Namun kita sebagai smart people seharusnya tidak langsung memvonis melainkan mencari tau kenapa hal ini bisa terjadi.
Sebenarnya masalah ini adalah masalah klasik dan tidak perlu dibesar besarkan. Maka dari itu penulis tertarik untuk memberikan sedikit penjelasan akan hal ini bukan untuk menggurui melainkan agar kita bisa sama sama memahami sehingga saling menyalahkan ini tidak perlu terjadi.
Perlu diketahui ada dua metode penentuan awal bulan yang lazim digunakan di indonesia  yang juga dibenarkan oleh MUI yakni Rukyat dan hisab.
Rukyat sendiri adalah metode menentukan awal bulan dengan cara melihat hilal yang bisa dilakukan beberapa saat sebelum terbenam matahari di akhir bulan hijriah. yakni dalam kurun waktu sekitar 15-60 menit karna hilal akan ikut kembali tenggelam bersama matahariÂ
Untuk penentuan awal bulan syawal sendiri pengamatan hilal dilakukan  pada tanggal 29 ramadhan.
Jika memang hilal terlihat jelas maka besoknya kita sudah berhari raya namun jika tidak puasa digenapkan menjadi 30 hari.
Sedangkan metode hisab adalah pengembangan dari ilmu pengetahuan yang mana awal bulan dilakukan dengan menggunakan perhitungan. Lahirnya metode ini berdasarkan ijtihad.
Hal ini dikarenakan keadaan yang berbeda antara masa nabi dan masa sekarang. Ummat terdahulu adalah kaum yang ummi yakni tidak bisa baca tulis dan berhitung sehingga melihat hilal langsung lebih memberikan penjelasan.
Berbeda halnya dengan ummat sekarang yang sudah menguasai ilmu tersebut maka berhitung akan lebih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Apalagi Alquran juga menyebutkan bahwa baik matahari maupun bulan itu peredarannya bisa dihitung.
So Keduanya memiliki landasan dalil masing masing, tidak sepatutnya kita menyalahkan salah satunya.
Sebagai informasi tambahan juga terjadi perbedaan awal bulam ini juga dikarenakan adanya sedikit perbedaan landasan penentuan syarat ketinggian hilal.
Standar yang ditetapkan pemerintah itu harus mencapai 3 derajat sedangkan bagi yang menggunakan metode hisab jika ketinggian hilal sudah mencapai satu derajat maka sudah dianggap memasuki bulan baru.
Yang jadi pertanyaannya kenapa derajatnya bisa beda? Karna jika kita memantau hilal langsung dengan ketinggian hilal dibawah 3 akan sulit terlihat dengan mata karna cahaya hilal masih kalah dengan cahaya mega.
Kalau hisab kan cuma menghitung saja, maka ketinggian satu derajat pun sudah dianggap sudah memadai.
Jika ditanya mana yang lebih baik?
Jawabanya keduanya sama sama baik. Namun saya pribadi lebih cenderung ikut pemerintah dan tetap menghormati mereka yang menggunakan hisab
Kenapa saya ikut pemerintah?
Karna status saya adalah masyarakat biasa yang harus mentaati ulil Amri selama bukan dalam perkara maksiat.Â
Jika kita ikut pemerintah walaupun pada akhirnya keputusannya kurang tepat kita tidak dihukumi dosa dan memiliki hujjah taat kepada pemerintah.
Sekian dari saya semoga bermakna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H