Jika disebutkan hidup itu pilihan maka dipastikan didalam hidup ini kita bebas untuk memilih untuk melakukan ataupun meninggalkan sesuatu. Begitupun dalam hal puasa.
Pada periode pertama tersebut puasa itu hanya sebatas anjuran. Ibarat kata jika mau puasa silahkan jika tidak mau yasudahlah anda boleh cuma bayar fidyah saja tidak peduli anda itu musafir atau menetap, sehat ataupun sakit.
2. Puasa dimulai dari waktu tidur
Pada periode kedua syariat puasa, ibadah puasa dimulai sejak tidur malam hari sampai terbenamnya matahari keesokkan harinya.
Jika kita tidur jam 10 malam maka otomatis kita dianggap sudah mulai berpuasa. Dan tidak boleh lagi melakukam hal hal yang bisa membatalkan puasa seperti makan, minum dan berhubungan intim dengan Istri.
Namun syariat yang seperti itu memberatkan para shahabat kala itu. Yang mana ada salah seorang yang bekerja seharian lalu karna kelelahan ia ketiduran dan tidak makan sebelum tidur.
Karna sudah tidur otomatis dia dianggap sudah berpuasa dan keesokkan harinya shahabat tersebut pun menjadi lemah dan tak bertenaga dan melaporkan apa yang dialaminya kepada Rasululah.
Begitupun yang terjadi pada Umar Bin Khattab yang justru berhubungan intim dengan istrinya saat tidur sehingga puasa pun otomatis menjadi batal dan ia pun melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah.
Dan juga banyak laporan dan keluhan yang didapatkan oleh Rasululah dari para shahabat. Sehingga turunlah surah Albaqarah ayat 187 untuk menyempurnakan syariat puasa.
3. Disyariatkannnya Sahur
Pensyariatan sahur baru ada diperiode ketiga ini untuk memudahkan manusia melaksanakan ibadah puasa beriringan dengan turun ayat 187 Albaqarah tadi.
Seperti kita ketahui bersama jika sebelumnya waktu puasa dimulai saat waktu tidur maka sekarang dimulai saat terbit fajar sampai terbenamnya matahari serta membolehkan para suami istri tetap bisa berhubungan intim di bulan Ramadhan yakni  dimalam hari saja.