Dr. abdul Mu'im yang kala itu ditunjuk untuk sebagai ketua tim uji forensik mengatakan bahwa pelaku tidak hanya memotong tubuh korban tapi juga menyayatnya bahkan mengelupas tulang dan daging. Aksinya diperkirakan dilakukan dalam jangka waktu 3-4 jam oleh beberapa orang.
Namun ada fakta unik dalam kasus ini yakni organ penting seperti telapak tangan dan telapak kaki yang bisa memberi informasi penting untuk tes sidik jari malah tidak dirusak oleh pelaku dan wajahnya juga masih utuh.
Setelah jasadnya disusun ulang, Korban mutilasi tersebut diperkirakan berusia sekitar 18-25 tahun dan memiliki tinggi badan sekitar 165cm, memiliki tubuh yang gemuk dan tahi lalat. Selain itu korban juga memiliki kelainaan pada alat kelaminnya yakni ujung lubang kencingnya sangat sempit (fimosis).
Walaupun sudah diteliti sedemikian rupa, namun tetap saja korban tidak diketahui siapa. Padahal kala itu banyak juga orang yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya namun tidak ditemukan sama sekali kecocokan data.
Jika identitas korban saja tidak diketahui, maka wajar saja pelaku dari kasus ini tidak ditemukan. Kasus ini dinamakan dengan kasus setiabudi 13 karna  tubuh korban di mutilasi menjadi 13 potong dan ditemukan di kawasan setia budi.
Namun dari kasus ini  mengindikasikan motif dendam, bisa jadi bukan sebatas dendam kepada korban tapi juga dendam kepada oknum polisi sehingga dengan beraninya mereka memutilasi dan meletakkan jasad di pusat keramaian
Yang mana mereka memilih untuk tidak menghilangkan sidik jari dan wajah seolah ingin menunjukan kebodohan dari aparat kepolisian bahwa walaupun dengan meninggalkan petunjuk seperti itu tetap tidak akan mampu membuat instansi polri mengungkap fakta. Jangankan menangkap identitas pelaku mengungkap identitas korban saja mereka tidak mampu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H