Memiliki pekerjaan sudah dianggap sebagai sebuah keharusan bagi setiap orang yang sudah selesai menempuh jenjang pendidikan.
Bahkan mayoritasnya menganggap bahwa tujuan dari sekolah itu agar mudah dapat kerja.
Hal tersebutlah yang membuat seseorang hanya fokus lulus saja demi selembar kertas bernamakan ijazah untuk keperluan masa depan dan mengabaikan apa yang namamya pemahaman.
Maka tak heran banyak yang setelah lulus dari jenjang pendidikan tapi tidak tau apa yang dipelajari selama ini. Seolah umur yang habiskan selama 12 tahun untuk menamatkan jenjang pendidikan minimal sampai tingkat SMA/Sederajat hanya sebatas waktu yang berlalu tanpa makna
Kalau ungkapan jaman sekarang waktu yang selama itu sebatas angka saja.padahal jika kita serius mendalaminya kita akan mendapatkan banyak manfaat didalamnya.
Dulu saya pernah sekolah SMK Kesehatan dengan prodi farmasi. Sejujurnya masa itu sangatlah sulit bagi saya bahkan banyak istilah yang tidak saya pahami mengenai dengan disiplin ilmu ini.
Kala itu saya sering merasa pusing jika dihadapkan dengan mata pelajaran produktif terkait ilmu obat obatan  yang merupakan pokok utama dari prodi saya.
Dengan banyaknya kesulitan yang saya hadapi membuat saya berfikir untuk pindah sekolah ke SMA saja biar belajarnya lebih  umum. Namun hal tersebut tidak mungkin terjadi karna saya sendiri yang ingin masuk SMK awalnya.
Namun keajaiban terjadi, saya mendapat nilai tertinggi saat Quis pertama mata pelajaran Ilmu Resep yang merupakan pelajaran pokok dari prodi saya. Dari situ saya sadar bahwa dibalik kesulitan selalu ada kemudahan.
Hal tersebutlah yang memotivasi saya untuk terus memberikan yang terbaik. Waktu pun seakan cepat berlalu dan tiba waktunya wisuda dan kabar baiknya saya berhasil lulus denga pujian serta mendapatkan nilai tertinggi.
Karna dianggap anak anak pintar oleh ketua Jurusan (Kajur), maka saya dan 2 teman saya yang lainnya pun direkomendasi untuk bekerja di salah satu apotek yang ada dikotaku.
Saya pribadi tidak mau menerima tawaran itu karna saya merasa sistem kerjanya yang aneh sedangkan dua Teman saya memilih untuk lanjut bahkan sampai sekarang keduanya masih bekerja disana dengan aturan aneh tersebut.
Sedangkan saya pada akhirnya justru melanjutkan kuliah dengan bidang yang berbeda di politeknik dan saat ini saya sudah lulus sebagai Sarjana Terapan Akuntansi.
Baiklah sesuai topik kompasiana tentang aturan aneh di perusahaan. Maka saya ingin menceritakan kenapa saya tidak mau bekerja di Apotek tersebut.
Perlu diketahui bahwa Apotek tersebut bosnya orang China. Namun saya ingin menggaris bawahi dari awal tidak semua orang China sama, maka ini hanya berlaku untuk cerita saya saja.
Jadi ceritanya sebelum menerima rekom tersebut saya sudah duluan melamar kerja di apotek lain yang juga pemiliknya orang China. Jujur saya langsung kapok di hari saya bekerja pertama.
Tak lain dan tak bukan sistem kerja disitu terlalu padat. Jangankan bisa libur sabtu minggu, shift kerjanya aja tidak ada.
Jam kerjanya di mulai sejak jam 08.00-22.00 dan itu berlangsung setiap hari tanpa hari libur dengan gaji Rp.1.200.000/ bulan, kala itu tahun 2017.
Kalau hitungan kasarnya itu kita pulang kerumah hanya untuk tidur doang tidak akan pernah ada yang namamya waktu untuk healing ataupun refreshing.
Bahkan saya juga sudah menanyakan kepada senior yang sudah lama bekerja disitu dan kata yang bersangkutan pun tidak ada perubahan waktu kerja sejak beliau pertama kerja sampai dengan sekarang.
Yasudahlah saya pikir cukup sampai disini saja dan ketika saya bicarakan dengan orang tua saya, syukurlah orang tua saya sependapat dengan saya, apalagi saya ini perempuan kurang elok rasanya pulang malam malam apalagi jarak rumah saya ke tempat kerja membutuhkan waktu selama 30 menit. Berarti jika saya pulang jam 22.00 sampai dirumah otomatis jam 22.30
Sejak saat itu saya gapernah ingin lagi bekerja di Apotek yang pemiliknya orang China.
Dan kisah saya juga tidak jauh beda dengan kisah teman saya yang menerima rekom tadi bahkan kala itu gaji di Apoteknya lebih kecil yakni hanya Rp.1.050.000 dengan jam kerja yang sama.
Tapi entahlah mereka sampai saat ini masih betah disana. Itulah kehidupan kita tidak bisa menyamakan pandangan kita dengan yang lainnya.
Mungkin penilaiannya bisa saja sama namun pilihan yang diambil bisa saja berbeda.Â
Saya pun tidak akan mengatakan mereka itu bodoh karna memilih bertahan karna kita tidak pernah tau  beban lain apa yang sedang ia pikul dan apa yang sedang ia perjuangkan.
Dan hidup ini pilihan yang keputusanya ada pada dirimu masing masing. So tetap ambil pilihan yang terbaik bagi kehidupan karna kamu sendirilah yang bertanggung jawab atas kehidupanmu.
Tetapa semangat, salam sukses selalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H