"Jika Anda cuma menang sekali di fase grup, maka Anda tidak pantas mendapatkan apapun, baik itu lolos ke babak 16 besar Liga Champions atau Liga Europa,"Â begitulah ucapan dari Antoine Griezmann di situs resmi UEFA.
Atletico Madrid, tim unggulan yang hanya menjadi pencundang. Mungkin kalimat ini mewakili perjalanan Atletico Madrid dalam berkiprah di liga paling bergengsi di benua biru. Tim yang diisi oleh pemain-pemain berkelas, akan tetapi malah menjadi ampas.
Menjadi tim yang paling diunggulkan di grup B UEFA Champions League, ternyata Atletico menunjukkan peforma yang sangat jauh dari harapan.Â
Kendati berhasil meraih poin penuh di laga pembuka saat menang tipis dengan skor 2-1 atas FC Porto ternyata tidak membuat klub ibukota spanyol itu bisa konsisten meraih poin.Â
Bahkan kemenangan di laga perdana tersebut menjadi kemenangan pertama sekaligus terakhir bagi Atletico madrid.
Antoine Griezmann cs terlalu lemah dalam laga tandang. Yang mana dari 3 laga yang mereka jalani tidak satu pun kemenangan berhasil mereka dapatkan.
Setelah ditahan imbang di markas Bayern Leverkusen, mereka harus menelan kekalahan dari Club Brugge dan Porto di laga terakhir penyisihan grup.
Jika seandainya Atletico bisa mengalahkan Porto di laga terakhir atau minimal mendapatkan satu poin setidaknya Griezman cs minimal bisa berlaga di Liga Eropa.
Akan tetapi Atletico menyerah atas Porto dan membuat kesempatan untuk berlaga di kasta kedua Eropa kandas.Â
Pasalnya, pada laga lainnya Leverkusen berhasil menahan imbang Club Brugge sekaligus membuat poin dari Atletico dan Leverkusen menjadi sama.
Fakta tersebut otomatis meloloskan Bayern Leverkusen ke Liga Eropa yang unggul secara head to head
Atletico pun hanya mampu mengakhiri petualangan di liga champions musim ini hanya dengan status juru kunci.
Hal ini menciptakan catatan kelam bagi sang pelatih, Diego Simeone. Selama menjadi juru taktik bagi klub asal ibukota Spanyol ini selama lebih kurang satu dasawarsa, baru kali ini Atletico terhenti di fase grup dengan status juru kunci.
Prestasi terbaik Simeone adalah 2 kali membawa Atletico Madrid ke Final Liga Champions musim 2013/2014 dan 2015/2016.
Walaupun sama sekali belum mencicipi gelar juara liga antarclub paling elit se-Benua Biru, setidaknya itu lebih baik dibandingkan kondisi saat ini. Termasuk dalam ajang LaLiga.
Peforma dari Atletico sejauh ini masih inkonsistensi, walaupun saat ini Atletico berada di peringkat ketiga. Namun, jarak poin dengan Real Madrid dan Barcelona terpaut jauh. Sehingga sulit rasanya bagi Atletico untuk bisa meraih gelar juara la liga musim ini.
Mungkin satu-satunya harapan dari atletico adalah Copa Del Rey jika mereka bisa memanfaatkannya, walaupun itu juga tidaklah mudah
Sebenarnya apa yang salah dari Atletico?
Yang paling terlihat adalah skema negatif football yang diterapkan oleh Diego Simeone. Sudah menjadi rahasia umum sang juru taktik asal Argentina ini kerap kali memilih bermain bertahan.
Padahal nyatanya skuad Atletico Madrid diisi oleh pemain yang bertipe menyerang. Sehingga pola permainan yang cenderung defensif membuat klub yang bermarkas di Wanda Metropolitano ini menjadi tidak berkembang dan terlalu mudah dibaca oleh lawan.
Dihuni oleh pemain berkualitas seperti Antoine Griezmann, Joao Felix, Yanick Carrasco, dan Alvaro Morata menjadi tidak berguna. Karena yang ditampilkan oleh Simeone hanyalah skema permainan bertahan yang cukup membosankan.
Jika Atletico seperti itu terus musim ini, bisa dipastikan tidak adapun trophi yang singgah ke wanda metropolitano bahkan terancam tidak bisa berlaga di Liga Champions musim depan.
Sebab, perebutan posisi ketiga dan keempat LaLiga lebih ketat dibandingkan perebutan juara pertama antara Real Madrid dan Barcelona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H