Saat masih kanak-kanak ibu saya sering mengajak saya menemaninya ke pasar tradisional membeli sayuran dan kebutuhan pokok lainnya. Sebenarnya males banget nemenin karena alasan becek dan bau sampah membusuk itu loh yang nggak tahan. Pasar Kebayoran Lama dan Pasar Ciledug menjadi pilihan ibu karena dekat dengan rumah kami. Kala itu 30 tahun silam belum ada pertokoan-pertokoan modern seperti saat ini. Setelah saya sekolah hingga akhirnya kuliah ibu mulai jarang mengajak saya ke pasar karena kesibukan waktu saya di sekolah dan kegiatan ekstra lainnya. Apalagi saat kuliah saya kost dekat kampus pulang ke rumah sepekan sekali. Setelah menikah saya mulai sibuk dengan tetek bengek urusan rumah tangga, mengurus suami, memberesi rumah apalagi setelah anak pertama kami lahir kesibukan saya bertambah lagi. Saya masih meraba-raba dalam dalam pengaturan keuangan rumah tangga. Awalnya pusing kepala harus mengatur pemasukan dan pengeluaran plus menahan nafsu dunia yang mau ini dan itu. Untuk memenuhi asupan gizi anak kami adalah prioritas utama meski dengan penghasilan pas-pasan dari suami yang saat itu seorang asisten dosen di kampus. Berbelanja di pasar tradisional adalah pilihan paling tepat karena murah dan lebih banyak pilihan. Toh akhirnya saya harus sering-sering lagi ke pasar tradisional meski becek dan bau harganya jauh lebih murah daripada pasar swalayan. Kalau dulu hanya menemani ibu membantu menjinjing belanjaan kini saya harus 'bertarung' menawar harga agar dapat lebih murah dari pasar swalayan atau tukang sayur keliling. Aduuuh gimana ya caranya menawar.... Bukankah suami akan bangga bila sang istri mampu mengatur keuangan rumah tangga. Tak peduli lagi soal pasar becek dan bau sampah busuk yang penting murah yo Pak, hihihi. [caption id="attachment_187668" align="aligncenter" width="640" caption="Pasar Ciledug saat ini masih semrawut (kol.pribadi NR)"][/caption]
Awalnya suami juga malas kalau harus mengantar saya ke pasar tradisional tapi akhirnya ia mau dengan catatan hanya menunggu di warung dekat lahan parkir motor. Sambil menunggu biasanya ia mencoba jajanan pasar seperti lontong sayur, kupat tahu atau bubur ayam. Tak mengapa asalkan ia mau mengantar jadi saya tidak harus naik angkutan umum menjinjing belanjaan. Hingga akhirnya pasar tradisional di kawasan kami tinggal diubah oleh developer real estate menjadi pasar modern. Konsep bangunan tetap sama dengan pasar tradisional tetapi diatur rapi berdasarkan jenis dagangan yang dijual. Ada blok makanan, warung makan, alat-alat dapur, dan termasuk pakaian murah meriah, semuanya teratur dan bersih. Awalnya saya enggan juga, pesimis dengan perubahan tersebut khawatir harganya akan sama saja dengan pasar swalayan tapi apa mau dikata.
[caption id="attachment_187669" align="aligncenter" width="640" caption="Pasar Modern BSD - Serpong (kol.pribadi NR)"]
Setelah pasar modern tersebut selesai dibangun ternyata, wow, di luar sangkaan saya semuanya teratur berdasarkan jenis yang dijual. Yang paling penting lagi tidak becek, tidak bau, dan tidak pengap harga pun bersaing. Langit-langit yang tinggi, lantai pasar pun dibuat dari keramik tidak becek lagi seperti sebelumnya yang hanya dari tanah liat, itu sebabnya menjadi becek apalagi di area pedagang daging, ayam, dan ikan. Tempat sampah ada di setiap sudut gang lapak pedagang. Hasil interview saya dengan beberapa pedagang, mereka juga tidak mengeluhkan harga sewa lapak di pasar tersebut. Pasar modern di kawasan kami menjadi perintis perubahan bagi pasar-pasar tradisional lainnya yang ada di perumahan-perumahan kawasan Jakarta dan sekitarnya. Sejak itu pula suami saya mau menemani saya belanja ke dalam pasar tidak hanya menunggu di warung. Sejak kami tinggal di Doha kebiasaan belanja sayur dan buah-buahan ke pasar tradisional tetap menjadi pilihan karena harganya memang lebih murah dari pasar swalayan. Yang paling penting lagi tidak becek dan bau...
[caption id="attachment_187681" align="aligncenter" width="500" caption="Wholesale Market di Qatar (kol.pribadi NR)"]
Pasar tradisional satu-satunya di kota Doha ini dikenal dengan nama Wholesale Market atau pasar induk menjadi pusat penjualan sayur dan buah partai besar artinya mereka menjual dalam 1 kardus atau karung yang berisi kurang lebih 6-7 kg per kardus. Umumnya pembeli di Wholesale Market adalah pemilik restoran atau pedagang groceries market. Tak sedikit pula keluarga Qatari yang belanja partai besar karena umumnya mereka keluarga besar.
[caption id="attachment_187682" align="aligncenter" width="500" caption="Ke pasar ditemani suami atau asisten RT (kol.pribadi NR)"]
Di lokasi yang sama ada juga area yang menjual partai kecil artinya kita bisa juga membeli per kilo atau satuan. Saya lebih suka di tempat ini selain lebih bersih saya tak perlu membeli dalam jumlah banyak karena hanya untuk konsumsi kami sekeluarga jadi tak perlu menyimpan sayur cukup banyak khawatir layu dan busuk. Bangunannya luas, lantai kering dan bersih, atap tinggi dengan pencahayaan alami, dan tidak bau. Sayur dan buah-buahan di Qatar dipasok dari negara-negara tetangga seperti Saudi, Jordan, Lebanon, Yaman, Oman bahkan Mesir meski ada juga beberapa produk lokal. Harga 1 kardus sayur dan buah di pasar tradisional ini bisa ½ atau bahkan ¼ harga di groceries market. Seorang teman yang menjalani catering, Lala, akhirnya menjadi teman saya belanja tiap kali ke Wholesale Market jadi kami bisa membeli dalam partai besar, istilahnya sharing, lalu membaginya berdua. Masing-masing akan mendapat sekitar 3 kilogram. Ia terkejut dengan harga yang jauh lebih murah dari pasar swalayan sampai-sampai ia menghitung berapa untungnya pemilik pasar swalayan. Untuk pedagang daging, ayam, dan ikan masih di lokasi yang sama tetapi di bangunan yang berbeda lebih dikenal dengan Fish Market. Lokasi pedagang ikan lumayan banyak lapaknya, yang saya senang dari area ini lantainya dari keramik meski basah tapi selalu bersih. Atap bangunannya tinggi dan semua dipenuhi pendingin udara. Semua pedagang mengenakan baju atasan dan bawahan putih. Memakai topi ala chef bersepatu boot selutut dari plastik. Di bagian luar Fish Market terdapat area khusus membersihkan ikan jadi setelah kita berbelanja ikan bisa meminta jasa beberapa orang yang khusus hanya membersihkan ikan dan cumi atau mengupas kulit udang. Untuk penjual ayam segar, ayam yang masih hidup lalu kita minta potong sesuai pesanan, hanya tersedia 3 lapak yang menurut tempat langganan saya bisa menjual 400-600 ekor ayam per hari. Sementara penjual daging hanya 2 lapak.
[caption id="attachment_187687" align="aligncenter" width="500" caption="Pintu Masuk Fish Market (kol.pribadi NR)"]
Bila belanja dalam jumlah banyak para buruh angkut - biasa disebut mali -telah menanti kami para pembeli untuk meminta jasa mereka. Mereka semua berseragam hijau membawa gerobak kecil beroda satu di bagian depan dan 2 kaki di bagian belakang. Mereka adalah buruh angkut resmi dari pemerintah menggunakan tanda pengenal di bagian dada. Saya sudah punya langganan buruh angkut yang siap membawakan belanjaan saya. [caption id="attachment_187684" align="aligncenter" width="500" caption="Buruh Angkut Pasar Berseragam (kol.pribadi NR)"]
Sebetulnya tidak umum di Qatar bila seorang pembeli wanita ke pasar sendirian. Walau tidak ada aturan tertulis sesuai budaya setempat umumnya para wanita lokal ditemani khadimat, sopir atau suaminya. Bahkan tidak aneh bila yang belanja hanya si bapak saja. Suami saya selalu menyarankan mencari teman bila saya harus ke pasar tapi kadang saya nekat saja kalau sudah kepepet. Maaf yo Pak... Ada lagi aturan tidak tertulis yang berlaku dalam berpakaian ada baiknya memakai abaya seperti wanita lokal. Hal ini untuk menghindari dari mata-mata jahil para pedagang yang kadang usil menatap pembeli yang berpakaian 'terbuka'. Asal tahu saja semua pedagang di wholesale market adalah laki-laki. Mereka adalah pendatang dari India, Pakistan, Srilanka, dan Banglades. Tidak seorang pun wanita yang berjualan di pasar tradisional.