[caption id="attachment_178582" align="alignleft" width="300" caption="Anak dan suami membantu pekerjaan RT (dok. pribadi -NR)"][/caption] Tadi pagi ketika pengajian ibu-ibu berlangsung di rumah saya ada seorang ibu dengan anak balitanya yang baru hadir pertama kali dalam pengajian ini. Sebelum acara berlangsung beliau sempat berbincang dengan saya yang sedang sibuk sendiri di dapur menyiapkan hidangan untuk usai pengajian nanti. “Sudah lama tinggal di Qatar mbak?”, ia memulai pertanyaan. Selalu saya jawab pertanyaan seperti ini dengan senyum “Hmm... baru 6 tahun”. Agak kaget mendengar jawaban saya, ia menyahut “Waaah 6 tahun mah lama atuh mbak. Anaknya berapa?”. "Tiga yang bungsu lahir di sini 5 tahun lalu sementara 2 kakaknya sudah besar”, jawab saya santai. “Nggak punya pembantu mbak? Terus anak-anak yang antar sekolah mbak sendiri?”, ia ingin lebih tahu tentang saya. “Nggak laah tapi saya punya part time maid yang datang 2 kali seminggu. Perdatangnya cukup 2 jam setrika baju dan beresin dapur. Kalau sekolah ya saya antar sendiri” jawab saya. “Wuih... koq betah ya 6 tahun nggak punya pembantu punya anak 3. Saya baru 2 bulan aja udah nggak betah bawaannya mau pulang aja deh ke Jakarta. Repot banget megang anak 1.5 tahun nggak punya pembantu. Untung kakaknya umur 4 tahun sudah saya masukkan ke Kindergarten. Mana saya belum bisa nyetir jadi kemana-mana harus telpon taksi atau tunggu teman mengajak ke acara ibu-ibu di sini. Ambil SIM di sini katanya susah ya mbak? Nggak kayak di Jakarta tinggal nembak aja” jawabannya seperti kesal pada diri sendiri. Kalau sudah ada yang kesal dengan situasi seperti ini selalu saya jawab dengan motivasi, “Santai aja lagi mbak. Kalo kita sering ikut kegiatan seperti ini ntar juga lama-lama betah looh. Saya aja baru dapat SIM sini setelah 3 kali ujian. Itupun yang terakhir kali waktu saya hamil 6 bulan.” Akhirnya perbincangan kami terhenti karena ustad yang akan mengisi materi pengajian sudah hadir. Pertanyaan-pertanyaan seputar ini seringkali dilontarkan oleh ibu-ibu yang baru beberapa bulan ikut suami bekerja di Qatar. Dalam hati saya ia akan lebih terkaget-kaget lagi kalau tahu saya mengikuti kelas bahasa Arab setiap 2 kali dalam sepekan. Tidak hanya saya tapi ibu-ibu lain yang hadir di Majlis Taklim itu juga punya kegiatan yang sama persis dengan saya. Nyaris setiap harinya diisi dengan kegiatan manfaat baik itu olah raga ataupun menuntut ilmu. Tidak ada yang mengeluh, semua itu pilihan apakah kita mau mengisi hari-hari kita di rumah atau di luar rumah pada jam anak-anak kita di sekolah. Apalagi saya memiliki suami yang seringkali bertugas ke luar Qatar hingga berhari-hari membuat saya harus melakukan pekerjaan rumah seorang diri. Sebetulnya apakah kita seorang diri mengurus semua urusan tetek bengek rumah tangga? Buat saya tidak karena ada anak-anak yang bisa kita minta bantuannya. Lagipula bukankah anak-anak kita jauh lebih mandiri daripada anak-anak yang dibantu oleh asisten rumah. Sejak pagi hari anak-anak sudah mandi dan berpakaian sendiri sementara saya menyiapkan sarapan dan bekal sekolah mereka. Pertama kali saya tinggal di Doha anak sulung saya masih kelas 4 SD dan adiknya kelas 3 SD. Pakaian yang sudah disetrika oleh part time maid kami akan mereka ambil dari laundry room untuk kemudian mereka simpan sendiri ke lemari masing-masing. Pakaian kotorpun akan mereka masukkan ke mesin cuci bila melihat saya belum sempat melakukkannya. Mereka akan menyimpan piring-piring kotor bekas makan kami ke mesin cuci piring usai waktu makan berikut lauk pauk akan mereka simpan di dapur. Suami sayapun tidak segan membantu pekerjaan rumah bila sedang libur dari pekerjaannya. Kami akan menyantap sarapan pagi nasi goreng buatan suami yang membuat ketagihan anak-anak kami. Apalagi ketika saya baru melahirkan anak bungsu kami 5 tahun silam, ia rela menyedot debu-debu di sudut rumah yang tidak sempat saya sentuh karena kesibukan saya mengurus bayi. Tentu dibutuhkan pengertian yang sangat besar antara kita dengan pasangan kita bahkan dengan anak-anak kita. Bayangkan kalau anak-anak tidak diberi pengertian, wuiihhh, selesai masak lalu menghidangkan di meja, membersihkan perangkat makan sementara anak-anak hanya tinggal duduk kemudian menyantap makanan setelah itu pergi ke kamar masing-masing. Oooh nooo, saya bukan babu.... Dari sebuah buku poket yang pernah saya baca di toko buku Jarir kalau tidak salah judulnya Super Mom, lupa pengarang dan penerbitnya, dituliskan bahwa seorang super mom bukanlah mereka yang dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri tetapi adalah mereka yang mampu berbagi pekerjaannya dengan orang lain. Tidak ada salahnya bila kita memanggil pekerja paruhwaktu -part time maid- ketika kita merasakan diri kita kurang sehat agar pekerjaan terselesaikan dan kitapun tetap bugar. Super mom bisa menyiapkan masakan yang praktis tanpa kehilangan waktu untuk dirinya sendiri misalnya untuk membaca buku kesukaannya. Bukanlah seorang super mom bila akhirnya tidak sempat merawat diri dan penampilannya hingga nampak kusut wajah dan penampilan karena sudah habis waktunya di dapur memasak dan membersihkan rumah seorang diri. Apalagi bila tidak ada waktu untuk berolah raga. Nah untuk urusan masak bukan masalah sulit buat saya. Sejak berhenti bekerja lalu ikut suami bekerja di Qatar saya jadi hobi mencoba resep-resep baru yang saya googling di internet. Apalagi ketika masih hamil belum tersita waktu saya untuk mengurus bayi, memasak merupakan pekerjaan saya setiap hari. Ketika kembali ke rumah setelah melahirkan anak bungsu saya melalui C section saya pun tetap masak. Lah wong ibu menyusui pasti lapar terus dong. Hingga akhirnya bayi saya mulai merangkak dan berjalan saya agak kerepotan dalam hal masak. Tidak boleh lengah sedikitpun meskipun si bayi sedang tidur. Saya pilih menu-menu praktis untuk sehari-hari. Sayapun terbantu oleh beberapa teman yang bersedia melayani jasa catering. Memang akhirnya harus mengeluarkan uang lebih dari biasanya tetapi dibandingkan keselamatan bayi saya tak adalah artinya. Sampai sekarang si bungsu sudah sekolah saya masih menggunakan jasa catering di hari saat saya mengikuti kursus bahasa. Sisanya saya akan masak sendiri hingga di akhir pekan. Lalu untuk antar jemput sekolah saya berbagi dengan seorang sahabat saya yang kebetulan tinggal tidak jauh dari rumah saya. Suatu kebetulan pula ketiga anak-anak kami berusia sama jadi merekapun berada di jenjang sekolah yang sama. Anak bungsu saya yang masih di KG akan keluar sekolah pukul 12.30 sementara anak sulung dan anak ke dua saya usai sekolah pukul 14.00 bila ada school activity. Bayangkan kalau saya tidak punya sahabat untuk berbagi tenaga mengantar dan menjemput sekolah, saya seperti setrikaan doong. Sehari bisa tiga kali mondar-mandir. Usai kursus bahasa Arab pukul 12.15 saya akan menjemput anak bungsu saya dan anak sahabat saya yang sama-sama di KG. Sahabat saya akan menjemput anaknya dan anak-anak saya pada pukul 14.00. Selain menghemat tenaga, menghemat waktu dan juga menghemat bahan bakar. Pandai mengatur waktu dan tenaga menjadikan kita super mom yang cerdas bukan super mom yang habis waktu dan tenaganya hingga nampak lusuh. Untuk para moms yang baru hijrah ke negeri orang syukuri dan nikmati urusan rumah tangga tanpa didampingi asisten rumah. Bukankah suami menjadi lebih sayang dan perhatian pada kita....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H