Latar Belakang
Ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea semakin meningkat dengan kehadiran proliferasi nuklir sejak tahun 1950-1953. Hal ini dimulai ketika Amerika Serikat mendukung Korea Selatan untuk mengancam Korea Utara dengan senjata nuklirnya untuk memberhentikan perang Semenanjung Korea. Hal ini membuat Korea Utara merasa khawatir, kemudian justru memutuskan untuk memulai pengembangan nuklir dengan bantuan Uni Soviet. Proses pengembangan senjata nuklir yang dilakukan Korea Utara berhasil menunjang kemajuan militer dan sipil hingga akhirnya diketahui oleh dewan keamanan PBB terkait pengawasan energi nuklir, yakni IAEA (International Atomic Energy Agency). Korea Utara menyetujui dan menandatangani kesepakatan pada Juli 1977, bahwa reaktor nuklir milik mereka harus berada dalam pengawasan dan keamanan IAEA (Fischer, 1977).
Pengawasan ini tidak berjalan dengan baik, sebab pada tahun 1985 Korea Utara mulai menolak mematuhi kesepakatan IAEA dan NPT (Non-Proliferation Treaty). Kondisi ini mempengaruhi stabilitas keamanan Semenanjung Korea serta negara-negara sekitarnya. Hingga kini, ketegangan tersebut semakin meningkat dengan hadirnya perjanjian strategis antara Korea Utara dengan Rusia, serta pada saat yang bersamaan Korea Selatan dan Jepang membuat pula kerja sama militer dengan Amerika Serikat (AS). Situasi ini tidak hanya mempengaruhi stabilitas regional di Asia Timur, namun juga memiliki implikasi yang luas bagi keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia sangat bergantung pada keamanan maritim untuk menjaga kedaulatan serta stabilitas ekonominya. Dengan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan tersebut Indonesia perlu terus memantau perkembangan potensi ancaman di Semenanjung Korea dan bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menjaga stabilitas dan keamanan maritim.
Potensi Ancaman Semenanjung Korea
Meskipun posisi geografis antara Indonesia dengan Semenanjung Korea mencapai kisaran angka 5000 kilometer, namun potensi ancaman konflik nuklir di Semenanjung Korea tetaplah ada. Ancaman yang dimaksud lebih bersifat tidak langsung dan berkaitan dengan dinamika keamanan regional yang lebih luas. Berikut merupakan beberapa potensi ancaman ketegangan nuklir Semenanjung Korea dapat berpengaruh pada keamanan maritim Indonesia.
Gangguan Rute PerdaganganÂ
Dinamika ancaman nuklir yang terjadi di Semenanjung Korea turut memberi potensi ancaman terhadap stabilitas keamanan Indonesia dalam bidang ekonomi politik, dimana Indonesia saat ini diharapkan dapat menjadi sebuah negara dengan kekuatan ekonomi menengah pada abad 21 (Polling, 2013). Seperti yang diketahui bahwa perairan Semenanjung Korea yang masuk bagian dari wilayah Asia Timur dan Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang penting untuk jalur perdagangan. Hal ini disebabkan terdapat ribuan kapal yang melalui rute terpendek untuk mencapai Teluk Persia dan Afrika.Â
Kehadiran ketegangan ancaman nuklir di Semenanjung Korea menghambat kapal-kapal perdagangan yang berasal dari Selat Malaka yang melalui perairan Asia Timur berlayar dengan tenang tanpa ancaman. Atas alasan keamanan, pedagang perlu mempertimbangkan peningkatan harga komoditas yang di ekspor, sehingga berdampak luas pada sektor ekonomi nasional.
Peningkatan Aktivitas Militer
Ketegangan ancaman nuklir di Semenanjung Korea yang meningkatkan aktivitas militer di kawasan Asia Timur meluas pada perairan internasional serta maritim Indonesia. Seperti yang saat ini terjadi di Laut Cina Selatan, ketika Amerika Serikat ikut serta melakukan intervensi dengan membuat pangkalan militer sebagai bentuk penekanan bagi Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi, sekaligus mengimbangi kekuatan Cina (Revere, 2005). Bahkan dalam hal ini, Amerika Serikat secara terang-terangan menyatakan siap memberi bantuan kekuatan militer saat Indonesia mengalami ketegangan dengan Cina.
Amerika Serikat merupakan sebuah negara yang berperan penting dalam peningkatan aktivitas militer di perairan Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam ketegangan Semenanjung Korea, Amerika Serikat memiliki peran sebagai sekutu Korea Selatan untuk selalu melakukan latihan militer bersama. Hal ini dianggap sebagai ajang provokasi bagi Korea Utara yang memberikan ketegangan lebih lagi. Jangkauan pengaruh yang besar oleh Amerika Serikat memberi peningkatan aktivitas militer, termasuk sekitar perairan Indonesia. Hal ini perlu direspon dengan hati-hati, demi keamanan maritim Indonesia.
Ancaman Non-TradisionalÂ
Ketegangan nuklir yang terjadi di Semenanjung Korea meningkatkan resiko ancaman non-tradisional di kawasan Asia Tenggara, termasuk di perairan Indonesia. Ancaman non-tradisional yang mungkin terjadi diantaranya adalah proliferasi nuklir aktor non-negara, seperti kelompok teroris. Hal ini juga dapat menjadi ajang pengalihan fokus keamanan, seperti pembajakan dan penangkapan ikan ilegal kepada ancaman nuklir. Indonesia perlu meningkatkan kapasitas keamanan maritim tanpa mengalihkan fokus pada ancaman nuklir Semenanjung Korea.
Strategi Kebijakan Pertahanan Maritim Indonesia
Merespon ancaman ketegangan nuklir di Semenanjung Korea yang berdampak pada keamanan maritim di Indonesia, berikut merupakan rekomendasi strategi kebijakan yang mungkin efektif diterapkan di Indonesia.
Meningkatkan Kerjasama Internasional
Indonesia perlu melakukan penguatan kerjasama dengan negara-negara tetangga melalui forum internasional, seperti ASEAN dan IMO (International Maritime Organization) untuk melakukan koordinasi pertahanan keamanan serta respons terhadap ancaman nuklir. Hal ini juga dapat diperkuat melalui latihan militer bersama untuk meningkatkan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat.
Penguatan Infrastruktur dan Teknologi
Penguatan infrastruktur dan teknologi armada laut serta meningkatkan keamanan pelabuhan, dapat menjadi salah satu respon efektif untuk menghadapi ancaman nuklir Semenanjung Korea. Hal ini merupakan bentuk antisipasi yang dapat dilakukan oleh Indonesia dengan bantuan kerjasama Internasional.
Pengembangan Sistem Intelijen dan Informasi
Dengan melakukan pengembangan sistem peringatan dini menjadi perlu untuk memantau konflik yang terjadi pada Semenanjung Korea. Hal ini dapat diambil melalui pertukaran informasi dari kerjasama dengan negara-negara lain untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai ancaman yang ada, termasuk ancaman non-tradisional yang mungkin terjadi.
Melalui berbagai strategi tersebut, Indonesia dapat meningkatkan kesiapan serta kemampuan dalam menghadapi ancaman ketegangan di Semenanjung Korea serta menjaga keamanan maritim Indonesia.
Kesimpulan
Ketegangan nuklir yang terjadi di Semenanjung Korea sejak tahun 1950-an menjadi isu yang berdampak pada banyak sektor. Salah satunya keamanan maritim di Indonesia. Diantara yang berpengaruh adalah gangguan rute dagang, peningkatan kapasitas militer serta ancaman non-tradisional. Hadirnya ancaman ini membuat Indonesia perlu mempertimbangkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan antisipasi serta keamanan maritim di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H