Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Masa Depan Gen Z Dilema atau Peluang

18 Agustus 2024   18:18 Diperbarui: 18 Agustus 2024   18:23 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Generasi Z---sebuah label yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Generasi yang lahir setelah 1995, yang tumbuh dalam era teknologi dan digitalisasi yang serba cepat. Mereka adalah anak-anak yang dibesarkan oleh internet, yang tidak pernah mengenal dunia tanpa Wi-Fi, yang lebih akrab dengan ponsel pintar daripada koran cetak. Namun, di balik semua kelebihan itu, generasi ini menghadapi tantangan besar yang seringkali disalahpahami oleh generasi sebelumnya.

Kita hidup di dunia yang berubah dengan cepat. Teknologi berkembang pesat, ekonomi global mengalami krisis demi krisis, dan pandemi yang baru saja berlalu meninggalkan luka mendalam pada perekonomian dunia. Di tengah semua ini, Generasi Z tumbuh dengan berbagai ekspektasi yang tak selalu mudah dipenuhi. Mereka dihadapkan pada tekanan yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya, termasuk di antaranya tantangan untuk menavigasi pasar kerja yang semakin kompetitif.

Mari kita mulai dari persaingan di dunia kerja. Jika dulu manusia hanya bersaing dengan sesama manusia untuk mendapatkan pekerjaan, sekarang kompetisi itu sudah merambah ke ranah teknologi. Otomasi dan kecerdasan buatan (AI) semakin menggantikan peran manusia dalam banyak pekerjaan, terutama pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin dan administratif. Ini adalah fenomena yang tak terelakkan, dan Generasi Z berada di garis depan menghadapi kenyataan ini.

Tidak semua pekerjaan bisa digantikan oleh mesin, tentu saja. Tapi Gen Z harus memiliki keterampilan yang berbeda dan lebih kompleks untuk bisa bertahan dan berkembang di era ini. Mereka dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi, menguasai teknologi, dan mampu bekerja secara kreatif. Tantangan ini tidak kecil. Dalam banyak kasus, tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik dan untuk terus meningkatkan keterampilan mereka bisa menjadi sumber stres yang signifikan.

Di sisi lain, ekonomi global yang rapuh semakin memperberat beban Generasi Z. Pasca-pandemi, dunia menghadapi lonjakan inflasi yang cukup mengkhawatirkan. Harga-harga kebutuhan pokok meroket, sementara pendapatan tidak selalu meningkat seiring dengan kenaikan harga. Ini adalah kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh generasi muda yang baru saja memulai karier mereka.

Bagi mereka yang baru lulus dan mulai bekerja, inflasi adalah musuh tak terlihat yang menggerogoti daya beli mereka. Gaji yang diterima setiap bulan sering kali tidak cukup untuk menutupi biaya hidup yang semakin mahal. Akibatnya, banyak di antara mereka yang terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana utang menjadi beban tambahan yang semakin sulit untuk dilunasi di masa depan.

Seiring dengan tantangan ekonomi, Generasi Z juga sering kali harus menghadapi stigma negatif yang tidak adil. Mereka sering dianggap sebagai generasi yang lembek, mudah stres, dan tidak tahan banting. Dianggap lebih sering mengeluh daripada bekerja keras, dan tidak mampu menanggung beban hidup seperti generasi sebelumnya. Namun, apakah benar demikian?

Kenyataannya, Generasi Z justru adalah generasi yang paling sering mengalami burnout. Kenapa bisa begitu? Jawabannya mungkin terletak pada tuntutan work-life balance yang semakin menjadi fokus utama di dunia kerja saat ini. Generasi ini tidak hanya dituntut untuk bekerja keras, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ini adalah ekspektasi yang tinggi, dan tidak semua orang mampu mencapainya.

Burnout menjadi masalah serius bagi Generasi Z. Tekanan untuk selalu tampil prima, baik di tempat kerja maupun di kehidupan sosial mereka, sering kali berujung pada kelelahan mental dan emosional. Mereka merasa harus selalu up-to-date, mengikuti tren, dan tampil sempurna di media sosial. Semua ini menciptakan beban tambahan yang tidak terlihat, tetapi sangat nyata.

Tidak bisa dipungkiri, media sosial memainkan peran besar dalam kehidupan Generasi Z. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka. Di satu sisi, media sosial menawarkan banyak kesempatan, mulai dari hiburan hingga pendidikan. Di sisi lain, media sosial juga membawa pengaruh negatif, terutama dalam hal gaya hidup.

Tren-tren yang berkembang di media sosial sering kali mendorong Generasi Z untuk hidup di luar kemampuan mereka. Ada tekanan sosial untuk selalu terlihat up-to-date dengan gadget terbaru, mengikuti tren fashion, dan menjalani gaya hidup glamor. Tren seperti "healing" atau "self-care" yang sering dipromosikan di media sosial pun bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan pengelolaan keuangan yang baik.

Akibatnya, banyak di antara mereka yang kesulitan menabung dan justru terjebak dalam utang konsumtif. Kebiasaan ini tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan mereka saat ini, tetapi juga bisa menjadi masalah di masa depan. Bagaimana bisa mereka merencanakan masa depan jika saat ini saja mereka kesulitan mengatur keuangan?

Di tengah semua tantangan ini, literasi keuangan menjadi kunci bagi Generasi Z untuk bisa bertahan dan berkembang. Literasi keuangan bukan hanya tentang bisa menabung atau menghindari utang, tetapi lebih dari itu, tentang bagaimana mengelola uang dengan bijak, membuat rencana keuangan jangka panjang, dan memahami bagaimana ekonomi bekerja.

Sayangnya, literasi keuangan sering kali diabaikan dalam pendidikan formal. Banyak dari kita yang baru belajar tentang keuangan setelah menghadapi masalah keuangan yang serius. Ini adalah sesuatu yang harus diubah. Pendidikan literasi keuangan harus dimulai sejak dini, agar Generasi Z bisa lebih siap menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

Generasi Z adalah generasi yang tumbuh di era yang penuh tantangan. Mereka mungkin menghadapi badai ekonomi yang lebih besar daripada generasi sebelumnya, tetapi dengan bimbingan yang tepat, mereka bisa menjadi generasi yang paling tangguh. Stigma negatif yang sering melekat pada mereka akan hilang dengan sendirinya ketika mereka berhasil membuktikan bahwa mereka mampu menghadapi dunia yang tak menentu ini.

Literasi keuangan adalah salah satu kunci bagi mereka untuk bisa bertahan. Dengan kemampuan mengelola uang dan merencanakan masa depan, Generasi Z tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga bisa berkembang dan menjadi generasi yang sukses. Dan siapa tahu, suatu hari nanti, kita akan melihat mereka sebagai generasi yang mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun