Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Di Balik Gemerlapnya Marketplace Ada Toko Kecil yang Bernafas pun Amat Sulit

28 Juli 2024   17:07 Diperbarui: 31 Juli 2024   02:30 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | KOMPAS.com/Joy Andre T.

Tidak jarang, mereka juga menjadi pemasok bagi pengecer besar yang kemudian menjual barang dengan harga lebih rendah lagi, memperburuk situasi bagi pengecer kecil seperti Ibu Maria.

Situasi ini memicu perang harga yang brutal. Penjual besar dengan modal besar dapat menghabiskan uang untuk iklan dan promosi di platform e-commerce, menarik lebih banyak konsumen. Mereka juga mampu memberikan diskon besar-besaran dan subsidi ongkir, menarik konsumen dari berbagai daerah, termasuk daerah-daerah terpencil seperti Kalimantan.

Kondisi ini menciptakan konflik yang tidak hanya dirasakan oleh pengecer kecil, tetapi juga oleh konsumen dan pemerintah daerah. Di satu sisi, konsumen menikmati kenyamanan dan harga murah yang ditawarkan e-commerce. Di sisi lain, ekonomi lokal mulai terguncang. Pendapatan yang seharusnya berputar di daerah kini tersedot ke kota-kota besar.

Pemerintah daerah pun tidak tinggal diam. Mereka mulai melihat dampak negatif dari pergeseran ekonomi ini. Pajak daerah dari sektor perdagangan menurun drastis, sementara kebutuhan akan dukungan sosial bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan meningkat. 

Di beberapa daerah, pemerintah mulai memberlakukan regulasi baru untuk melindungi pengecer lokal. Namun, regulasi ini seringkali tidak efektif menghadapi gempuran teknologi yang terus berkembang.

Di sinilah ironi terbesar muncul. E-commerce yang diharapkan membawa kemajuan dan kesejahteraan, justru menciptakan ketimpangan baru. Pengecer kecil dan menengah terpinggirkan, sementara raksasa teknologi terus menggurita, menguasai pasar dengan kekuatan modal yang luar biasa.

Ini bukan sekadar cerita fiksi. Nyata terjadi di banyak daerah. Konsumen yang dulunya berbelanja di toko-toko lokal kini beralih ke aplikasi belanja online. Mereka tidak sadar bahwa setiap transaksi yang mereka lakukan memperbesar ketimpangan ekonomi.

Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan solusi yang komprehensif. Teknologi memang tidak bisa dihentikan, namun kita bisa mencari cara untuk mengintegrasikannya dengan ekonomi lokal. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang lebih berkeadilan.

Misalnya, platform e-commerce bisa diwajibkan untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi pengecer lokal, dengan dukungan promosi dan pelatihan. 

Pemerintah daerah bisa memberikan insentif bagi pengecer yang beradaptasi dengan teknologi, membantu mereka untuk tetap bersaing di pasar yang semakin digital.

Selain itu, penting bagi konsumen untuk lebih sadar akan dampak dari pilihan belanja mereka. Mendukung pengecer lokal bukan hanya soal harga, tapi juga soal keberlanjutan ekonomi daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun