Saat sedang memikirkan ide untuk menulis artikel ini saya sering berselancar di berbagai forum, kemudian saya membaca kisah unik dalam forum qoura.
Kisah tersebut tentang kisah pekerja pabrik yang menceritakan pedangang tongseng kambing yang berjualan di dekat lokasi kerja nya. Ada beberapa hal yang mungkin bisa di petik pelajaran dari kisah tersebut.
"Dalam dunia yang kejam ini, di mana kesuksesan diukur dari berapa banyak notifikasi "saldo bertambah" yang kita terima, saya menemukan sebuah oase kepuasan yang tidak lazim.Â
Kisah ini berawal dari sebuah warung tongseng kambing yang sederhana, yang berani berdiri tegak di depan pabrik tempat saya mencari nafkah---atau lebih tepatnya, tempat saya menukar jiwa saya dengan uang.
Pemilik warung ini, sepasang suami istri yang dengan nekatnya memutuskan untuk tidak mengikuti jejak para pebisnis yang terobsesi dengan pertumbuhan tanpa akhir.Â
Mereka memilih untuk berjualan hanya dari jam 09.00 hingga 13.00. Sebuah strategi bisnis yang, dalam pandangan para ahli ekonomi, mungkin setara dengan memutuskan untuk berlayar mengelilingi dunia dengan perahu karet.
Namun, di sini letak satirnya: mereka tampaknya lebih bahagia daripada kebanyakan dari kita yang terjebak dalam siklus tak berujung dari keinginan dan ambisi.Â
Pasangan ini, dengan kebijaksanaan yang tampaknya berasal dari era sebelum kegilaan media sosial, menunjukkan bahwa mungkin, hanya mungkin, kebahagiaan tidak ditemukan dalam jumlah digit dalam saldo bank kita.
Ketika kita menghabiskan hari-hari kita dikejar deadline dan pertemuan Zoom yang tampaknya tidak pernah berakhir, mereka telah memutuskan untuk mengambil rute yang kurang dilalui. Rute yang tidak menuntut mereka untuk memperbarui status WhatsApp dengan kutipan motivasi atau memamerkan kesuksesan palsu di media sosial.
Tongseng mereka, sebuah simbol perlawanan terhadap kapitalisme yang rakus, tetap enak dan tidak berubah, seolah-olah menantang setiap tren bisnis yang datang dan pergi.Â