Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Warung Tongseng dan Filosofi Kebahagiaan

12 Februari 2024   15:33 Diperbarui: 25 Februari 2024   06:31 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tongseng kambing.(SHUTTERSTOCK/RinaOkta via kompas.com)

Saat sedang memikirkan ide untuk menulis artikel ini saya sering berselancar di berbagai forum, kemudian saya membaca kisah unik dalam forum qoura.

Kisah tersebut tentang kisah pekerja pabrik yang menceritakan pedangang tongseng kambing yang berjualan di dekat lokasi kerja nya. Ada beberapa hal yang mungkin bisa di petik pelajaran dari kisah tersebut.

"Dalam dunia yang kejam ini, di mana kesuksesan diukur dari berapa banyak notifikasi "saldo bertambah" yang kita terima, saya menemukan sebuah oase kepuasan yang tidak lazim. 

Kisah ini berawal dari sebuah warung tongseng kambing yang sederhana, yang berani berdiri tegak di depan pabrik tempat saya mencari nafkah---atau lebih tepatnya, tempat saya menukar jiwa saya dengan uang.

Pemilik warung ini, sepasang suami istri yang dengan nekatnya memutuskan untuk tidak mengikuti jejak para pebisnis yang terobsesi dengan pertumbuhan tanpa akhir. 

Mereka memilih untuk berjualan hanya dari jam 09.00 hingga 13.00. Sebuah strategi bisnis yang, dalam pandangan para ahli ekonomi, mungkin setara dengan memutuskan untuk berlayar mengelilingi dunia dengan perahu karet.

Namun, di sini letak satirnya: mereka tampaknya lebih bahagia daripada kebanyakan dari kita yang terjebak dalam siklus tak berujung dari keinginan dan ambisi. 

Pasangan ini, dengan kebijaksanaan yang tampaknya berasal dari era sebelum kegilaan media sosial, menunjukkan bahwa mungkin, hanya mungkin, kebahagiaan tidak ditemukan dalam jumlah digit dalam saldo bank kita.

Ketika kita menghabiskan hari-hari kita dikejar deadline dan pertemuan Zoom yang tampaknya tidak pernah berakhir, mereka telah memutuskan untuk mengambil rute yang kurang dilalui. Rute yang tidak menuntut mereka untuk memperbarui status WhatsApp dengan kutipan motivasi atau memamerkan kesuksesan palsu di media sosial.

Tongseng mereka, sebuah simbol perlawanan terhadap kapitalisme yang rakus, tetap enak dan tidak berubah, seolah-olah menantang setiap tren bisnis yang datang dan pergi. 

Jam berjualan mereka yang terbatas bukanlah tanda ketidakmampuan untuk bersaing, melainkan sebuah pernyataan berani: "Kami telah cukup."

Logika mengatakan, mereka bisa saja membuka lebih lama, mengumpulkan lebih banyak uang, dan mungkin membeli beberapa hal yang tidak mereka butuhkan untuk mengesankan tetangga yang mereka benci. 

Tetapi tidak, mereka memilih untuk menjalani hidup dengan istilah mereka sendiri, menemukan kekayaan dalam kebersamaan dan kepuasan yang tampaknya telah hilang dari kamus modern kita.

Sumber gambar: jarwadi.me
Sumber gambar: jarwadi.me

Konsep mencukupkan diri dan bersyukur, meskipun terdengar sederhana, adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan. 

Banyak dari kita terjebak dalam siklus tak berujung dari keinginan lebih, yang seringkali membuat kita lupa untuk menghargai apa yang sudah ada di hadapan. 

Kisah pasangan pedagang tongseng ini mengingatkan kita bahwa terkadang, kebahagiaan sejati ditemukan dalam kesederhanaan dan kepuasan atas apa yang sudah kita miliki.

Mungkin, dalam pandangan materialistik, mereka dianggap tidak memiliki banyak. Namun, jika kita melihat dari perspektif kebahagiaan dan kepuasan hidup, mereka adalah orang-orang yang kaya. 

Ini mengajarkan kita bahwa kekayaan sejati bukan hanya tentang berapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak kita bisa merasa cukup dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun