Di suatu siang yang terik Makassar, di tengah kemacetan yang tak kalah panasnya dengan debat pilpres 2024, mata kita disuguhi pemandangan yang sudah menjadi bagian dari landskap urban: baliho caleg yang bertebaran di setiap sudut jalan. Ada yang tersenyum lebar, ada yang serius bak calon presiden Amerika, ada pula yang melambai seolah-olah mereka adalah bintang film yang terjebak dalam poster.
Namun, mari kita soroti lebih dalam. Apakah fenomena ini sekedar pemanis jalan raya atau sudah menjadi polusi visual yang mengganggu? Bukankah senyum mereka seharusnya menjadi penyejuk di tengah hiruk pikuk kota?
Para caleg, dengan strategi marketing yang mungkin disarankan oleh ahli waris Picasso atau Dali, menempatkan wajah mereka di mana-mana dengan harapan akan melekat di memori pemilih. Sederhananya, "Saya ada di sini, lihat saya, pilih saya." Sebuah strategi yang lumrah, tapi apakah efektif?
Kita tidak bisa menafikan bahwa keberadaan baliho ini berkontribusi pada polusi visual. Bayangkan berjalan di jalan raya, yang seharusnya menjadi pengalaman menenangkan bagi mata, namun malah dijejali dengan deretan wajah yang mengharapkan validasi elektoral. Ini ibarat kita sedang menonton konser musik, tapi layar LED di panggung hanya menampilkan iklan deterjen.
Polusi visual ini tidak hanya mengganggu estetika kota, tapi juga bisa mempengaruhi kesehatan mental. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Kehidupan (yang belum terakreditasi) menemukan bahwa paparan berlebihan terhadap baliho politik dapat menurunkan kepuasan visual dan mental masyarakat.
Tapi mari kita lihat sisi positifnya. Baliho ini setidaknya memberikan pekerjaan bagi para pekerja percetakan, desainer grafis, hingga tukang pasang yang notabene berdiri di atas tangga dengan resiko jatuh yang tidak bisa diremehkan. Mungkin mereka adalah pahlawan tak dikenal di balik senyum plastis caleg.
Lalu, apa solusinya? Mungkin kita bisa memulai dengan regulasi yang lebih ketat terkait penempatan baliho. Atau mungkin para caleg bisa lebih kreatif, mengganti wajah mereka dengan puisi, atau teka-teki silang yang bisa menghibur sekaligus mengasah otak para pemilih.
Pada akhirnya, baliho caleg adalah bagian dari demokrasi kita. Sebuah fenomena yang mencerminkan keinginan untuk terpilih, tapi juga mempertanyakan, "Apakah cara terbaik untuk mendekati hati rakyat adalah dengan memenuhi pandangan mereka dengan wajah kita?"
Semoga saja, di tengah gempuran visual ini, kita tidak lupa untuk melihat lebih dalam, mencari tahu apa yang sebenarnya ditawarkan oleh para calon pemimpin kita. Karena di balik senyum manis dan pose yang menawan, tersembunyi janji-janji yang kita harapkan bukan sekedar hiasan di tiang listrik