Dalam perjalanan hidup, setiap individu seringkali dihadapkan pada fase penting yang kita kenal dengan istilah 'meminta'. Ini bukan sekadar proses verbal, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang apa yang benar-benar kita inginkan dalam kehidupan. Pertanyaan yang tampaknya sederhana, "Apa yang kita minta dalam hidup?" sebenarnya membawa kedalaman yang luar biasa dan merupakan langkah awal dalam menentukan arah dan tujuan hidup kita.
Konsep 'meminta' dalam konteks ini bukan hanya berkaitan dengan keinginan materiil, melainkan juga berhubungan dengan cita-cita, harapan, dan impian. Hal ini mirip dengan pesan yang disampaikan melalui iklan minuman populer, "Kutahu yang kumau". Pesan ini lebih dari sekadar pilihan minuman; ini adalah pernyataan tentang memilih jalur hidup kita sendiri. Dalam setiap pilihan, ada elemen permintaan, baik secara eksplisit maupun implisit.
Namun, ada satu pertanyaan penting yang sering terlupakan: Apakah yang kita minta itu membawa dampak positif atau negatif dalam kehidupan kita? Sering kali, tanpa disadari, kita cenderung fokus pada hal-hal negatif. Ambil contoh sederhana dalam situasi sehari-hari. Ketika seseorang hendak bepergian, ungkapan yang sering terdengar adalah "hati-hati di jalan ya?". Meskipun ungkapan ini terdengar seperti kekhawatiran yang wajar, secara tidak langsung, kita telah terbiasa untuk fokus pada potensi bahaya dan risiko.
Sebuah pemikiran alternatif yang bisa kita adopsi adalah mengubah ungkapan tersebut menjadi sesuatu yang lebih positif, seperti "rezeki-rezeki di jalan ya?". Pernyataan ini tidak hanya mengandung harapan dan positivitas, tetapi juga menggambarkan sebuah mindset yang berorientasi pada kemungkinan-kemungkinan baik yang mungkin terjadi.
Kebiasaan dan budaya berpikir kita sering kali mengarahkan fokus pada hal-hal negatif. Ungkapan seperti "hati-hati di jalan ya" sudah menjadi bagian dari kebiasaan kita, mengungkapkan kecenderungan kita untuk fokus pada hal-hal negatif. Hal ini sejatinya mencerminkan kebiasaan pikiran kita yang telah terprogram untuk selalu waspada dan mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin terjadi.
Namun, penting untuk menyadari bahwa dengan mengubah cara kita berpikir dan berbicara, kita bisa mengubah pandangan kita terhadap dunia. Ini bukan hanya tentang menjadi optimis secara semu, tetapi lebih kepada membangun mindset positif yang dapat secara fundamental mengubah arah hidup kita. Kekuatan kata-kata dalam 'meminta' sangat besar; ini bisa menjadi katalis untuk transformasi personal dan kolektif.
"Kita adalah apa yang kita minta" -- sebuah prinsip yang mengajarkan kita bahwa permintaan kita mencerminkan siapa kita dan apa yang kita nilai dalam hidup. Jika kita secara konstan meminta hal-hal yang berkaitan dengan kecemasan, ketakutan, dan keraguan, maka itulah yang akan kita manifestasikan dalam kehidupan kita. Sebaliknya, jika kita memilih untuk meminta dengan harapan, kepositifan, dan cita-cita tinggi, maka kita membuka diri terhadap kemungkinan-kemungkinan yang lebih cerah dan menguntungkan.
Langkah pertama dalam mengubah kebiasaan 'meminta' ini adalah dengan menjadi lebih sadar tentang kata-kata yang kita gunakan setiap hari. Kita perlu mengenali pola pikir kita sendiri, menantang asumsi dan keyakinan yang mungkin telah mengakar dalam diri kita selama bertahun-tahun. Perubahan ini tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi dengan kesadaran dan upaya yang berkelanjutan, kita dapat mulai mengalihkan fokus kita dari negatif menjadi positif.
Dalam setiap 'Ask', terdapat kekuatan untuk mengubah realitas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H