Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pilkada 2018 Hanya untuk Keluarga Raja

15 Januari 2018   17:46 Diperbarui: 15 Januari 2018   19:38 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada serentak sudah di depan mata. Tiap tiap pasangan calon sudah mengambil kuda-kuda dan jurusnya masing-masing meraih simpati publik. Tak pelak biaya ratusan milyar akan dikucurkan oleh tim kampanye masing-masing calon. Namun fenomena menarik di mana kontestan pilkada di porvinsi sulawesi selatan ini masih menyisakan hal urgent seperti dinasti kepemimpinan. 

Hal ini terlihat jelas pilkada sulawesi seperti sebuah kerajaan dimana jika sang ayah mangkat dari jabatannya maka yang melanjutkan estafet kepemimpinan adalah anak, istri atau kerabatnya sendiri. 

Politik dinasti cukup sukses di sulawesi barat dimana sang gubernur dua periode anwar adnan saleh berhasil mendudukkan istrinya Enny Anggraeni Anwar sebagai wakil gubernur pada 2017 lalu. 

Begitu pula sang bupati Gowa 2 periode Ichsan Yasin Limpo berhasil mendudukkan putranya Adnan Puricitha Ichsan sebagai bupati Gowa pada pilkada bupati 2017 kemarin. Setelah sebelumnya jabatannya di pegang oleh Syahrul Yasin Limpo sang gubernur sulsel 2 periode dan wakil gubernur  periode. Jika di Provinsi Sulsel ada garis keturunan YASIN LIMPO yang memimpin Sulsel apakah hal ini akan berlanjut di pilkada 2018?

Tidak itu saja nampaknya otonomi daerah melahirkan raja-raja kecil di daerah-daerah di kabupaten Barru Bupati nya Rusdi Masse secara aklamasi mengutus istrinya Fatmawati Rusdi maju untuk menggantikan dirinya. Bahkan hampir seluruh partai ia borong tak bersisa untuk kandidat lainnya. 

Politik dinasti tidak selalu buruk namun kecenderungan politisi korup membentuk dinasti dan monopoli. Tidak hanya sekedar kekuasaan yang harus dipertahankan dan di monopoli sebab inti dari praktik ini adalah kecenderungan untuk mempertahankan sumber ekonomnya. Atau pundi pundi rupiah bagi kelangsungan keluarganya. Politik dinasti di Sulsel tidak hanya terjadi disini namun juga berada di Banten, Bangkalan, Malang dan Kutai Kartanegara. 

Politik dinasti juga cenderung tidak memberikan pendidikan politik yang dan bermartabat bagi proses pengkaderan dan proses pemerintahan akan dipegang berdasarkan itu itu saja bahkan berdasarkan sistem klan-klan. 

Dan kalau sudah demikian yang kalah bukan lagi hanya sejumlah orang. Yang kalah adalah kemanusiaan ,kedewasaan ,demokrasi peradaban 

 dan nilai nilai luhur lain yang semestinya menjadi tanda tanda utama dari kehidupan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun