Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Dosen - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital Lecturer Universitas Negeri Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhir dari Era Sastra Dimulai

13 Juli 2015   13:01 Diperbarui: 13 Juli 2015   13:01 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir  dari kesusteraan sudah berada di depan mata,. Karena zamannya sekarang adalah zaman media yang berbeda. Selain massanya yang mendekati akhir, sebenarnya sastra itu kekal dan universal. Sastra akan bertahan menghadapi segala perubahan sifat dan historis teknologinya, karena sastra merupakan bagian dari kebudayaan manusia di segala tempat dan waktu.

Apa yang menyebabkan munculnya situasi paradoks ini ? Sastra memiliki sejarah panjang , penggunaan kata literature dalam berbagai bahasa di barat , literature ( prancis dan Inggris) ,” litteratura ( Italia) literatura ( Spanyol ) , Literatur ( Jerman) . Seperti diungkapkan Jacques Derida dalam Demeure : Fiction and Testimony kata literature berakar dari bahasa latin . Kata literature tidak bisa dipisahkan dari akar Romawi-kristen-Eropanya. Namun sastra dalam pengertian modern yang kita pahami sekarang ini muncul di Eropa barat ,bahkan ketika itu kata literature tidak memiliki maknanya yang modern seperti sekarang ini. Menurut oxford English Dictionary , awal penggunaan kata literature ( Sastra) dalam pengertian yang kita pahami sekarang ini belumlah lama bahkan definisi “ sastra” ( literature) yang menyertakan memoar, sejarah, kumpulan surat risalah dan lain sebagainya serta puisi, sandiwara yang dibukukan dan novel baru muncul setelah masa kamus Samuel Johnson ( 1755). Sastra dalam penegrtian seperti ini mulai mendekati akhir massa nya karena media baru mulai bermunculan dan menggantikan media cetak. Sekarang internet melakukan tugasnya saat ini .

Sastra cetak dulu merupakan cara utama untuk menanamkan pelbagai gagasan, ideologi ,prilaku dan penilaian kepada para pembaca atau penduduk suatu negara yang membuat mereka menjadi warga negara baik. Sekarang peran tersebut diambil alih dan dimainkan oleh media cetak dan elektronik seperti radio, sinema, televisi, VCR, DVD dan Internet. Inilah salah satu alasan dan penjelasan akhir-akhir ini. Masyarakat tidak lagi memerluka universitas sebagai tempat untuk menanamkan etos-etos nasional kepada warga negaranya. Fungsi ini dulu dilakukan oleh jurusan jurusan sastra. Sekarang fungsi ini semakin dilakukan oleh televisi , acara bincang-bincang radio dan sinema. Mungkin hingga saat ini semakin banyak orang menyaksikan film baru dari novel karya Austen, Dickens, Trollope atau James di bandingkan dengan orang-orang yang benar-benar membaca karya karya tersebut. Dalam beberapa kasus ada orang yang membaca bukunya setelah ia menonton adaptasi buku tersebut di televisi. Buku cetak masih memiliki kekuatan budayanya namun masa jayanya jelas sudah berakhir. Media baru menggantikan tempatnya. Hal ini bukanlah akhir dunia tapi merupakan permulaan baru yang di dominasi oleh media baru.

Ada baiknya fakultas sastra juga mulai melakukan pembaruan dalam metode dan kurikulum dari kajian sastra ke kajian teori, cultural studies, postkolonial , media ( film televisi dan lain lain), budaya populer, perempuan , Afrika –Amerika atau lain sebagainya. Karena mahasiswa era ini seringkali menulis dan membaca dengan cara yang lebih dekat sains sosial dibandingkan dengan ilmu sastra sebagaimana dipahami secara tradisional. Mahasiswa sekarang bahkan dosen dosen muda dalam penulisan dan pengajaran yang mereka lakukan seringkali memarjinalkan atau mengabaikan sastra. Hal ini terjadi dan tak dapat dieelakkan sekarang ini.

Para mahasiswa sastra saat ini tidak bodoh , mereka juga bukan orang barbar yang tidak memedulikan apapun. Mereka tidak menghancurkan sastra ataupun menghancurkan kajian sastra. Namun mereka lebih tahu banyak tentang kemana arah mata angin ketertarikan yang mendalam dan patut diacungi jempol mengenai film dan budaya populer , karena sebagian film dan budaya populer . Karena saat ini kajian sastra yang hanya berfokus pada teks novel, puisi, dan sebagainya sedang menuju ke arah yang dinyatakan kuno oleh masyarakat dan persepsi ini mestinya ditindak lanjuti oleh pihak universitas dalam penyusunan skripsi dan thesis mahasiswa fakultas sastra dalam melakukan penelitian.

Sebagian besar dari kualitas sastra modern menjadi ada sekarang mengalami transformasi yang terjadi dengan cepat sekali atau dipertanyakan. Orang orang sekarang tidak terlalu yakin dengan kesatuan dan kebijakan diri  juga tidak yakin suatu karya dapat dijabarkan melalui otoritas penulisnya . Tulisan Foucalt yang berjudul “ What is an Author?”  dan tulisan Roland Barthes yang berjudul “ The Death of the Author?” memberikan sinyal akhir ikatan lama antara karya sastra dengan penulisnya yang dianggap kesatuan diri , William Shakespeare atau Virgina Wolf yang sesungguhnya. Sastra sendiri berperan dalam fragmentasi sang diri.

Saat ini sastra modern adalah sastra kedaerahan. Mengapa? karena  seiring dengan kemunculan negara negara mulai hilanglah gagasan tentang sasta nasional, yaitu konsep sastra yang ditulis dalam bahasa dan idiom tertentu. Konsep ini masih tetap diberikan dalam kajian sastra di sekolah maupun universitas. Konsep ini diinstitusionalkan dalam jurusan jurusan yang terpisah yaitu, Bahasa Prancis, Bahasa Jerman, Bahasa Inggris, Korea, Jepang, Arab.  

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun