Mohon tunggu...
Ratu Dewianggraini
Ratu Dewianggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya seorang mahasiswa dibidang keilmuan hukum,hobi saya bermain badminton dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontribusi Gen Z dalam Pembaruan Hukum Indonesia: Persefektif Legal Activis

5 November 2024   17:08 Diperbarui: 5 November 2024   17:08 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Absract

This research analyzes the role of Generation Z (Gen Z) in legal transformation and reform in Indonesia through the perspective of legal activism in the digital era. Using qualitative methodology and secondary data analysis, this study explores how Gen Z's unique characteristics such as digital literacy, critical thinking, and propensity for direct action have shaped a new paradigm in legal activism. Data from the Central Bureau of Statistics (2020) shows Gen Z makes up 27.94% of Indonesia's population, while a CSIS Indonesia study revealed 76.8% of Gen Z actively uses social media for legal advocacy. This research found that the integration of technology and Gen Z's innovative approach has created a new form of legal activism that is more effective and inclusive. The resulting recommendations include strengthening digital capacity, structural reform of the legal system, and development of supporting infrastructure to optimize Gen Z's contribution in Indonesia's legal reform.
Keywowrds: Generation Z, Legal activism, Law Reform

 Absract

Penelitian ini menganalisis peran Generasi Z (Gen Z) dalam transformasi dan pembaruan hukum di Indonesia melalui perspektif aktivisme hukum di era digital. Dengan menggunakan metodologi kualitatif dan analisis data sekunder, studi ini mengeksplorasi bagaimana karakteristik unik Gen Z seperti literasi digital, pemikiran kritis, dan kecenderungan untuk aksi langsung telah membentuk paradigma baru dalam aktivisme hukum. Data dari Badan Pusat Statistik (2020) menunjukkan Gen Z mencakup 27,94% populasi Indonesia, sementara studi CSIS Indonesia mengungkapkan 76,8% Gen Z aktif menggunakan media sosial untuk advokasi hukum. Penelitian ini menemukan bahwa integrasi teknologi dan pendekatan inovatif Gen Z telah menciptakan bentuk baru aktivisme hukum yang lebih efektif dan inklusif. Rekomendasi yang dihasilkan mencakup penguatan kapasitas digital, reformasi struktural sistem hukum, dan pengembangan infrastruktur pendukung untuk mengoptimalkan kontribusi Gen Z dalam pembaruan hukum Indonesia.


Kata-kata kunci: Generasi Z, Aktivisme Hukum, Pembaruan Hukum

     Generasi Z (Gen Z) - kelompok demografis yang lahir antara tahun 1997-2012 - telah menunjukkan peran yang semakin signifikan dalam upaya pembaruan hukum di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, Gen Z mencakup sekitar 27,94% dari total populasi Indonesia, menjadikan mereka salah satu kelompok demografis terbesar yang berpotensi mempengaruhi arah kebijakan hukum nasional. Karakteristik khas Gen Z seperti melek teknologi, kritis terhadap isu sosial, dan kecenderungan untuk mengambil tindakan langsung telah membawa dimensi baru dalam aktivisme hukum di Indonesia. Menurut studi yang dilakukan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, 76,8% Gen Z aktif menggunakan media sosial untuk menyuarakan aspirasi terkait isu-isu hukum dan keadilan sosial.

     Di Indonesia, manifestasi aktivisme hukum Gen Z terlihat dari berbagai gerakan seperti #ReformasiHukum yang viral di media sosial dengan lebih dari 1 juta engagement dalam sebulan. Laporan Kemenkumham (2023) mencatat peningkatan 45% partisipasi Gen Z dalam konsultasi publik perancangan undang-undang melalui platform digital dibandingkan tahun sebelumnya. Tren ini mengindikasikan transformasi fundamental dalam cara masyarakat, khususnya generasi muda, berinteraksi dengan sistem hukum dan berkontribusi dalam pembaruannya.Lebih jauh, kemampuan Gen Z dalam mengintegrasikan teknologi dengan aktivisme hukum telah melahirkan berbagai inovasi seperti aplikasi bantuan hukum digital, platform edukasi hukum interaktif, dan sistem monitoring legislasi berbasis artificial intelligence.

     Berdasarkan survei McKinsey (2023), 68% Gen Z Indonesia percaya bahwa teknologi dapat mempercepat reformasi sistem hukum dan meningkatkan akses keadilan bagi masyarakat.Signifikansi peran Gen Z dalam pembaruan hukum juga tercermin dari meningkatnya jumlah startup legal tech yang didirikan oleh generasi ini, dengan pertumbuhan 200% dalam tiga tahun terakhir (Startup Report Indonesia, 2023). Perkembangan ini menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya berpartisipasi dalam pembaruan hukum secara pasif, tetapi juga aktif menciptakan solusi inovatif untuk mengatasi berbagai tantangan dalam sistem hukum Indonesia.

 METODE PENELITIAN
   
 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-analitis untuk mengkaji kontribusi Gen Z dalam pembaruan hukum Indonesia. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur komprehensif dari berbagai sumber primer dan sekunder, termasuk laporan statistik resmi (BPS, APJII), publikasi lembaga penelitian (CSIS, World Economic Forum, McKinsey), dokumentasi kebijakan pemerintah (Kemenkumham), dan analisis konten media sosial terkait gerakan aktivisme hukum. Triangulasi data dilakukan dengan mengkombinasikan analisis dokumen, observasi digital terhadap platform aktivisme hukum Gen Z, dan meta-analisis dari penelitian terdahulu tentang perilaku digital Gen Z. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan kerangka teoretis yang menggabungkan teori perubahan sosial hukum, konsep digital activism, dan pendekatan socio-legal studies untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang fenomena aktivisme hukum Gen Z di era digital.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Signifikansi Demografis dan Potensi Gen Z

3.1.1 Komposisi Demografis

Representasi Populasi

Data BPS (2020) menunjukkan bahwa 27,94% populasi Indonesia adalah Gen Z, yang berarti hampir sepertiga penduduk Indonesia berada dalam kelompok usia produktif muda ini. Angka ini merepresentasikan sekitar 75,49 juta jiwa dari total populasi Indonesia. Persentase ini signifikan karena:
- Membentuk basis demografis yang substansial untuk perubahan sosial
- Memiliki potensi masa aktif 30-40 tahun ke depan
- Berperan sebagai agen perubahan dalam sistem hukum

Penetrasi Internet

Tingkat penetrasi internet 73,7% (APJII, 2022) menunjukkan infrastruktur digital yang mendukung aktivisme Gen Z:
- 205,7 juta pengguna internet aktif di Indonesia
- 167,8 juta pengguna media sosial
- Rata-rata penggunaan internet 8 jam 36 menit per hari
- 91% akses melalui smartphone

            Aktivisme Digital

Statistik CSIS Indonesia (2023) yang menunjukkan 76,8% Gen Z aktif dalam aktivisme digital memperlihatkan:
- Tingkat partisipasi yang tinggi dalam isu-isu publik
- Preferensi platform digital untuk menyuarakan aspirasi
- Efektivitas mobilisasi sosial melalui media digital
- Potensi dampak pada kebijakan publik

         3.1.2 Perilaku Digital

      Tren Global

World Economic Forum (2023) mencatat 82% Gen Z global menggunakan platform digital untuk aktivisme, menunjukkan:
- Konsistensi perilaku Gen Z secara global
- Kecenderungan penggunaan media sosial untuk advokasi
- Pembentukan jaringan aktivisme transnasional
- Pertukaran ide dan strategi lintas negara

Persepsi Teknologi dan Hukum

Survei McKinsey (2023) mengungkapkan 68%
Gen Z Indonesia percaya teknologi dapat mempercepat reformasi hukum:
- Optimisme terhadap solusi berbasis teknologi
- Kesadaran akan potensi transformasi digital
- Dukungan untuk inovasi sistem hukum
- Kesiapan adopsi legal technology

Partisipasi Publik

Peningkatan 45% partisipasi dalam konsultasi publik digital (Kemenkumham, 2023) menggambarkan:
- Efektivitas platform digital untuk engagement publik
- Peningkatan kesadaran hukum Gen Z
- Demokratisasi proses legislasi
      - Potensi keberlanjutan partisipasi puAnalisis

     Data dan analisis ini menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya memiliki potensi demografis yang signifikan, tetapi juga menunjukkan perilaku digital yang mendukung transformasi sistem hukum Indonesia. Kombinasi antara jumlah populasi yang besar, tingkat penetrasi internet yang tinggi, dan kecenderungan untuk berpartisipasi aktif dalam isu-isu hukum menciptakan momentum ideal untuk pembaruan hukum berbasis teknologi.
 
3.2 Manifestasi aktivisme hukum yang dilakukan oleh Gen Z di Indonesia dapat dilihat melalui berbagai inovasi dan penggunaan platform digital.
 3.2.1 Platform Digital
Gerakan #ReformasiHukum
Gen Z memanfaatkan media sosial untuk mengadvokasi perubahan hukum. Gerakan #ReformasiHukum telah mendapatkan lebih dari 1 juta engagement di media sosial pada tahun 2023, menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya aktif di dunia maya tetapi juga mampu menggunakan platform ini untuk memobilisasi masyarakat dalam mendukung reformasi hukum. Keberhasilan gerakan ini menandakan bahwa teknologi telah menjadi alat vital dalam mempromosikan kesadaran dan partisipasi publik dalam isu-isu hukum.
Pertumbuhan Startup Legal Tech
Dalam tiga tahun terakhir, startup legal tech mengalami pertumbuhan signifikan hingga 200%. Hal ini menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya berfokus pada aktivisme sosial tetapi juga pada solusi hukum berbasis teknologi. Startup-startup ini biasanya menawarkan berbagai layanan, seperti bantuan hukum digital, aplikasi kontrak otomatis, hingga platform litigasi online, yang semuanya meningkatkan aksesibilitas dan efisiensi layanan hukum di Indonesia.
Aplikasi Bantuan Hukum Berbasis Mobile
Munculnya lebih dari 15 aplikasi bantuan hukum mobile yang tercatat di Indonesia pada tahun 2023 memperlihatkan bagaimana Gen Z menggunakan teknologi untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan hukum. Aplikasi ini sering kali menyediakan layanan pro bono (gratis), serta konsultasi hukum yang dapat diakses kapan saja, memperluas jangkauan bantuan hukum ke masyarakat yang sebelumnya mungkin terpinggirkan.
3.2.2 Inovasi Layanan Hukum
Platform Edukasi Hukum Interaktif
Platform seperti ini telah menjangkau lebih dari 500.000 pengguna aktif, yang mencerminkan minat Gen Z dalam meningkatkan literasi hukum di kalangan masyarakat. Platform edukasi hukum berbasis digital ini memungkinkan pengguna untuk belajar tentang hak-hak hukum mereka, prosedur hukum, hingga memahami berbagai aspek perundang-undangan dengan cara yang interaktif dan mudah dipahami. Ini sangat penting dalam membangun masyarakat yang lebih sadar akan hukum dan hak-hak mereka.
Sistem Monitoring Legislasi Berbasis AI
Dengan meningkatnya penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam sektor hukum, sistem monitoring legislasi berbasis AI telah meningkatkan efisiensi hingga 30%. Sistem ini memonitor perubahan dalam perundang-undangan secara otomatis dan real-time, membantu praktisi hukum serta masyarakat umum untuk selalu terinformasi mengenai regulasi yang berlaku. Inovasi ini memungkinkan pemantauan yang lebih cepat dan tepat, membantu dalam proses advokasi kebijakan dan reformasi hukum.
Digital Legal Service
 Penggunaan layanan hukum digital yang menawarkan akses bantuan hukum melalui platform online telah meningkatkan aksesibilitas sebesar 45%, menurut survei Justice Access tahun 2023. Ini berarti lebih banyak individu, terutama di daerah terpencil, dapat mengakses layanan hukum tanpa harus mengunjungi kantor hukum secara fisik. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi digital dapat memainkan peran besar dalam memastikan kesetaraan dalam akses terhadap keadilan di berbagai lapisan masyarakat.
Gen Z memainkan peran penting dalam membawa perubahan positif dalam sektor hukum di Indonesia. Mereka tidak hanya menggunakan teknologi untuk memperluas akses keadilan, tetapi juga menciptakan inovasi-inovasi yang membuat layanan hukum menjadi lebih inklusif dan efisien. Aktivisme hukum Gen Z memperlihatkan bagaimana generasi ini beradaptasi dengan era digital untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang lebih luas.

3.3 Dampak Terhadap Sistem Hukum
Dampak transformasi digital pada sistem hukum di Indonesia telah membawa perubahan signifikan.
3.3.1 Transformasi Kelembagaan
Digitalisasi 60% layanan pengadilan (Mahkamah Agung RI, 2023)
Mahkamah Agung RI telah melakukan upaya besar untuk mendigitalisasi proses pengadilan. Dengan digitalisasi 60% layanan pengadilan, diharapkan efisiensi dalam penanganan kasus dapat meningkat. Penggunaan sistem peradilan elektronik (e-court) memudahkan pengajuan gugatan, pembayaran biaya perkara, hingga persidangan jarak jauh. Ini juga mengurangi potensi korupsi dan mempermudah akses keadilan bagi masyarakat.
Adopsi e-legislation di 85% lembaga pembuat kebijakan (DPR RI, 2023)
Penggunaan e-legislation memungkinkan proses pembuatan undang-undang menjadi lebih cepat dan transparan. Dengan 85% lembaga pembuat kebijakan telah mengadopsi e-legislation, perumusan dan pengesahan regulasi dilakukan secara digital. Ini mempermudah masyarakat untuk mengikuti perkembangan legislasi, sekaligus meningkatkan akuntabilitas para pembuat kebijaktechl
Integrasi legal tech di 40% kantor hukum (Asosiasi Advokat Indonesia, 2023)
Legal tech mencakup teknologi yang digunakan oleh kantor hukum dalam pengelolaan kasus, dokumen, dan interaksi dengan klien. Dengan 40% kantor hukum telah mengintegrasikan legal tech, pelayanan kepada klien menjadi lebih cepat dan efisien. Teknologi ini juga memungkinkan pengacara untuk menangani banyak kasus secara simultan, mengurangi kesalahan manual, dan meningkatkan aksesibilitas layanan hukum.
3.3.2 Perubahan Kebijakan
RUU Legal Tech: mendorong inovasi digital dalam layanan hukum (Kemenkumham, 2023)
Rancangan Undang-Undang Legal Tech bertujuan untuk memberikan kerangka hukum bagi pengembangan dan penggunaan teknologi dalam sektor hukum. Regulasi ini diharapkan mampu menciptakan ruang bagi inovasi digital yang lebih luas, terutama dalam meningkatkan aksesibilitas hukum melalui aplikasi hukum, platform ODR (Online Dispute Resolution), dan otomatisasi kontrak. Adopsi inovasi ini akan membantu meratakan akses ke layanan hukum di seluruh Indonesia.
Regulasi Online Dispute Resolution (OJK, 2023)
Regulasi ini dikeluarkan untuk mengatur penyelesaian sengketa melalui platform digital, yang semakin relevan di era perdagangan elektronik. Dengan meningkatnya transaksi online, penyelesaian sengketa secara online menjadi solusi yang lebih cepat dan efisien. ODR memungkinkan pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah tanpa harus melalui proses pengadilan yang panjang dan mahal.
Standardisasi layanan hukum digital (PERADI, 2023)
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) telah melakukan standardisasi layanan hukum digital untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan oleh para pengacara dan firma hukum tetap memenuhi standar profesionalisme. Standarisasi ini penting untuk menjaga kualitas pelayanan hukum, melindungi hak-hak klien, dan meminimalkan risiko penyalahgunaan teknologi dalam praktik hukum.

3.4 Tantangan dan Hambatan
3.4.1 Infrastruktur Digital
Kesenjangan akses internet
 Menurut data dari Kominfo (2023), sekitar 35% wilayah di Indonesia belum terjangkau oleh akses internet. Hal ini menciptakan hambatan besar bagi pengembangan dan adopsi teknologi digital di berbagai sektor, termasuk hukum. Di banyak daerah terpencil, generasi Z mungkin kesulitan untuk mengakses platform atau layanan yang berhubungan dengan legal tech (teknologi di bidang hukum) karena terbatasnya infrastruktur dasar seperti internet. Dengan demikian, untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan investasi besar dalam membangun infrastruktur yang lebih merata di seluruh Indonesia.
Limitasi bandwidth di daerah rural
Berdasarkan laporan dari ICT Watch (2023), 45% daerah rural di Indonesia mengalami limitasi bandwidth, yang berdampak langsung pada aksesibilitas dan kualitas layanan digital. Ini berarti bahwa meskipun akses internet tersedia, kecepatannya tidak memadai untuk mendukung kebutuhan hukum yang semakin terintegrasi dengan teknologi, seperti e-court dan sistem manajemen dokumen digital. Akibatnya, proses legal di daerah tersebut bisa terhambat, memperlambat akses terhadap keadilan.
Keamanan siber
Dengan meningkatnya penggunaan teknologi digital, ancaman terhadap keamanan siber juga meningkat. Data dari BSSN (2023) menunjukkan lebih dari 1.500 insiden siber terjadi setiap tahun, yang mencakup kebocoran data, peretasan, dan serangan malware. Ancaman ini mempengaruhi sektor hukum, di mana data klien dan informasi hukum harus dijaga dengan ketat. Generasi Z yang aktif di bidang hukum perlu memiliki kesadaran tinggi mengenai keamanan siber dan mempelajari cara untuk melindungi data klien dari serangan siber.
3.4.2 Kapasitas dan Kompetensi
Gap kompetensi digital di sektor hukum:
 Laporan Legal Education Report (2023) mengungkapkan bahwa sekitar 40% tenaga kerja di sektor hukum masih mengalami gap kompetensi dalam hal kemampuan digital. Ini menjadi tantangan signifikan bagi generasi Z yang tertarik bekerja di bidang hukum, karena kompetensi digital menjadi syarat utama di era teknologi ini. Untuk mengatasi hambatan ini, universitas dan lembaga pendidikan hukum perlu memperbarui kurikulum mereka dengan memasukkan pelatihan keterampilan digital yang lebih mendalam.
Keterbatasan SDM legal tech:
 Menurut HR Legal Tech Survey (2023), kebutuhan akan praktisi legal tech mencapai lebih dari 5.000 orang. Namun, saat ini jumlah praktisi di bidang ini masih sangat terbatas. Legal tech adalah bidang baru yang menggabungkan teknologi dengan layanan hukum, dan keterbatasan sumber daya manusia di bidang ini dapat menghambat perkembangan sektor hukum di era digital. Generasi Z, sebagai kelompok yang melek teknologi, memiliki peluang besar untuk mengisi kekosongan ini, tetapi perlu ada lebih banyak program pelatihan dan pendidikan yang fokus pada legal tech.
Literacy gap dalam hukum digital
Berdasarkan Legal Literacy Index (2023), 55% masyarakat Indonesia kurang memahami hukum digital, seperti perlindungan data, privasi online, dan kontrak elektronik. Ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi berkembang pesat, masih banyak yang belum memahami aspek hukum yang mengatur penggunaan teknologi tersebut. Tantangan ini menuntut generasi Z untuk menjadi agen perubahan dengan meningkatkan literasi hukum digital di masyarakat melalui pendidikan dan sosialisasi.

3.5Rekomendasi dan Proyeksi
3.5.1 Pengembangan Kapasitas
Program Legal Tech Incubator
Target 1.000 Startup/Tahun (Innovation Hub, 2023) Legal tech incubator adalah program yang dirancang untuk mendukung pengembangan startup yang berfokus pada teknologi hukum (legal tech). Inisiatif ini bertujuan untuk menghasilkan 1.000 startup setiap tahunnya. Keberadaan incubator ini sangat penting karena teknologi hukum diharapkan menjadi solusi utama dalam menghadapi tantangan hukum modern. Startup yang lahir dari program ini dapat membantu mempercepat digitalisasi dalam pelayanan hukum, memberikan efisiensi pada proses litigasi, dan meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan.
Digital Legal Training
100.000 aktisi Hukum (Legal Education Council, 2023) Pelatihan hukum digital berfokus pada peningkatan keterampilan para praktisi hukum dalam menggunakan teknologi digital untuk menyelesaikan tugas dan proses hukum. Dengan target pelatihan 100.000 praktisi hukum, tujuan program ini adalah memastikan para profesional hukum tidak tertinggal dalam penggunaan alat digital yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja mereka. Ini termasuk pemanfaatan perangkat lunak manajemen kasus, otomatisasi dokumen, dan AI untuk analisis hukum.
Legal Literacy Campaign:
Target 70% Literasi 2025 (National Legal Strategy, 2023) Kampanye literasi hukum bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum tentang hukum dan hak-hak mereka. Menurut strategi nasional, diharapkan 70% populasi Indonesia akan memiliki literasi hukum yang memadai pada tahun 2025. Hal ini penting untuk memastikan masyarakat dapat memahami prosedur hukum dasar, hak-hak mereka, dan mekanisme hukum yang tersedia untuk perlindungan diri, yang pada gilirannya akan mengurangi ketimpangan dalam akses terhadap keadilan.
3.5.2 Reformasi Struktural
Roadmap Digitalisasi Hukum 2024-2029 (Bappenas, 2023)
Roadmap ini adalah peta jalan yang dirancang untuk memandu transformasi digital di sektor hukum selama periode 2024-2029. Tujuannya adalah mengintegrasikan teknologi ke dalam semua aspek hukum, mulai dari sistem peradilan hingga penyediaan layanan hukum bagi masyarakat. Digitalisasi ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi, kecepatan, dan efisiensi dalam penanganan kasus hukum. Penggunaan teknologi seperti blockchain, kecerdasan buatan, dan big data akan diimplementasikan secara bertahap sesuai roadmap.
Legal Tech Regulatory Framework (OJK & Kemenkumham, 2023)
Kerangka peraturan ini ditujukan untuk mengatur pengembangan dan penggunaan teknologi hukum, termasuk aspek fintech dan regtech. Dikoordinasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), peraturan ini akan memastikan bahwa inovasi teknologi di sektor hukum berjalan sesuai dengan norma dan etika hukum yang berlaku, serta mencegah penyalahgunaan teknologi yang dapat merugikan kepentingan publik atau menimbulkan risiko keamanan data.
Standar Nasional Legal Tech (BSN, 2023)
Badan Standardisasi Nasional (BSN) akan mengembangkan Standar Nasional untuk teknologi hukum (legal tech) yang bertujuan untuk menyelaraskan kualitas dan keamanan aplikasi serta platform legal tech di Indonesia. Standarisasi ini akan mencakup pengaturan terkait interoperabilitas sistem, keamanan data, privasi, serta keandalan teknologi. Penerapan standar ini akan memberikan kepercayaan kepada pengguna terhadap legal tech yang berkembang, memastikan bahwa teknologi yang digunakan sesuai dengan standar yang dapat dipertanggungjawabkan.

KESIMPULAN
Kontribusi Gen Z dalam pembaruan hukum Indonesia menunjukkan transformasi fundamental dalam aktivisme hukum. Dengan populasi sebesar 27,94% dan tingkat literasi digital yang tinggi, Gen Z memiliki potensi signifikan untuk mendorong reformasi sistem hukum yang lebih responsif dan efisien. Generasi Z membawa perspektif baru dalam modernisasi sistem hukum Indonesia melalui adopsi teknologi digital. Kemampuan mereka dalam mengoperasikan teknologi modern telah mendorong percepatan digitalisasi layanan hukum, mulai dari konsultasi hukum online hingga sistem pelaporan digital. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi sistem peradilan tetapi juga memperluas akses masyarakat terhadap layanan hukum. Karakteristik Gen Z yang digital native telah menghadirkan paradigma baru dalam advokasi hukum. Melalui platform media sosial, mereka mampu mengangkat isu-isu hukum ke permukaan dengan cara yang lebih efektif dan viral. Kampanye digital yang mereka lakukan telah berhasil mendorong perubahan kebijakan dan menciptakan kesadaran publik terhadap berbagai permasalahan hukum yang sebelumnya kurang mendapat perhatian.Gen Z mengedepankan pendekatan kolaboratif dalam upaya pembaruan hukum. Mereka aktif membangun jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk praktisi hukum senior, akademisi, dan pembuat kebijakan. Kolaborasi lintas generasi ini menghasilkan perspektif yang lebih komprehensif dalam merumuskan solusi untuk berbagai permasalahan hukum di Indonesia.Kesadaran Gen Z terhadap isu-isu kontemporer seperti keadilan lingkungan, kesetaraan gender, dan hak-hak digital telah memperkaya diskursus pembaruan hukum di Indonesia. Mereka membawa perspektif fresh yang mempertimbangkan kompleksitas tantangan global dalam konteks lokal. Hal ini mendorong pengembangan kerangka hukum yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman.Kemampuan Gen Z dalam mengolah dan menganalisis data telah membawa dimensi baru dalam penelitian dan pengembangan hukum. Mereka memanfaatkan big data dan analitik untuk mengidentifikasi tren, mengukur efektivitas kebijakan, dan merumuskan rekomendasi berbasis bukti. Pendekatan ini meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam proses reformasi hukum. Meskipun memiliki potensi besar, kontribusi Gen Z dalam pembaruan hukum masih menghadapi berbagai tantangan. Resistensi terhadap perubahan, kesenjangan digital, dan kompleksitas sistem hukum yang ada memerlukan strategi yang lebih terstruktur. Namun, dengan karakteristik mereka yang adaptif dan inovatif, Gen Z memiliki peluang untuk terus mendorong transformasi positif dalam sistem hukum Indonesia.Kontribusi Gen Z dalam pembaruan hukum Indonesia merepresentasikan pergeseran paradigma yang signifikan dalam aktivisme hukum. Kombinasi antara literasi digital, pendekatan kolaboratif, dan fokus pada isu kontemporer membuat mereka menjadi katalis penting dalam transformasi sistem hukum. Dengan dukungan yang tepat dan ruang partisipasi yang lebih luas, potensi Gen Z dapat dioptimalkan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih modern, efisien, dan berkeadilan.

ratudewianggraini2@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun