Mohon tunggu...
Ratu AmeliaSyamsa
Ratu AmeliaSyamsa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Tidar

Ratu Amelia Syamsa Aulia, mahasiswi Universitas Tidar Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Tanah Fatumnasi

22 Juni 2023   07:00 Diperbarui: 22 Juni 2023   07:06 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berjajar pohon ampupu menguak kemarau yang terik, cuaca khas bulan September. Sementara itu, beberapa rumah adat masyarakat Timor pun ikut menyambut kedatangan kami selaku rombongan Mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka yang pada saat itu sedang melakukan kegiatan Modul Nusantara ke Fatumnasi

Untuk sampai ke Fatumnasi diperlukan perjuangan ekstra dikarenakan akses jalan yang dilalui cukup curam dan kontur tanahnya pun berkerikil serta berbatu. Jadi dapat dikatakan bahwa perjalanan yang ditempuh sekitar 8 jam itu rasanya dapat terbayarkan dengan pemandangan serta panorama alam pegunungan yang sangat menyandera mata. 

Fatumnasi merupakan kawasan dataran tinggi yang terletak di antara Gunung Mollo dan Gunung Mutis, Desa ini terletak di wilayah Nusa Tenggara Timur Kabupaten Timor Tengah Selatan dan menyuguhkan jejeran pohon ampupu serta pohon bonsai yang sudah berumur ratusan tahun. 

Sesampainya disana, kami disambut meriah oleh Mateos Anin selaku kepala adat yang umurnya sudah lebih dari tiga per empat abad. Dengan setelan adatnya yang lengkap, yaitu beberapa kalung muti yang menggantung penuh pada leher beliau dan rompi kuning serta sarung tenun yang senada dengan penutup kepala bercorak meriah yang menjadi ciri khas dari kain tenun pulau timor itu sendiri, beliau serta sanak keluarganya tersenyum antusias dengan kedatangan para mahasiswa ke rumah adatnya. 

Kami dipersilahkan masuk kedalam rumah kayu sederhana yang beliau sebut sebagai rumah adat Ume Anin Fuka, rumah adat ini memiliki ukuran yang lebih besar dibanding rumah adat yang lainnya, diperkirakan memiliki luas sekitar 5x6 meter dan tinggi sekitar 10 meter dengan bentuk segi lima yang disangga oleh tiang tiang di dalamnya. 

Di dalam rumah adat kami disambut oleh berbagai benda-benda pusaka peninggalan keturunan raja Anin Fuka seperti pedang, tombak, kalung muti, gong, kelewang, pisau, pakaian adat, serta berbagai foto yang dipigurakan oleh Mateos. 

Belum selesai mengagumi isi dari rumah adat ini, kami langsung di suguhkan tarian penyambutan oleh dua gadis belia yang mengitari tiang penyangga dengan iringan musik yang menyerupai  biola lalu dilanjut dengan penyerahan kain khas Timor.  

07bc71b9-9eee-48d5-a559-7c44d26a6ecd-6492ff094addee1c6c070bc2.jpg
07bc71b9-9eee-48d5-a559-7c44d26a6ecd-6492ff094addee1c6c070bc2.jpg

Rumah bulat sebagai sebutan dari rumah adat Mollo memiliki atap dari ilalang yang telah dikeringkan. Sedangkan untuk tiang dan dinding bangunannya dibuat dari kayu, hal tersebut merupakan hal pertama yang membuat saya takjub saat mengunjungi Fatumnasi ini. Kami diberi kesempatan untuk melihat rumah Mollo milik Mateos Anin yang pintunya hanya sepertiga dari badan dan mengharuskan kami semua untuk menunduk. 

“Artinya itu tamu harus tunduk pada tuan rumah, nenek moyang, dan Tuhan Allah” ucap beliau yang masih tersimpan jelas di benak saya.

Saya juga sempat menyusuri lebih dalam lagi lahan rumah adat milik Mateos dan menemukan lebih banyak lagi rumah adat Mollo yang berada tepat di belakang rumah adat Ume Anin Fuka, halaman rumah adat Mollo tersebut ditumbuhi berbagai macam tumbuhan termasuk tanaman raspberi yang berhasil saya petik dengan seizin salah satu sanak keluarga Matheos. Perkarangannya pun penuh dengan rumput hijau sehingga membuat saya seperti berada di negeri dongeng.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Selepas penyambutan, kami para mahasiswa memperkenalkan diri beserta asal daerahnya masing-masing, beliau seringkali menimpali dengan semangat bahwa ia juga pernah mengunjungi tempat-tempat tersebut. 

Ketika disinggung mengenai Magelang, beliau juga bercerita bahwa ia pernah berkunjung ke Candi Borobudur dan berakhir dikejar-kejar oleh para pedagang souvenir, sontak saja tawa pun menggelegar memenuhi rumah kayu dengan pilar berbentuk segi lima itu. 

Meskipun Mateos berbicara dalam bahasa yang kurang bisa kami pahami, yakni cepat, terpotong-potong, dan intonasi yang meninggi serta ekspresif, kami belajar banyak mengenai ramah tamah. 

Kami dapat merasakan ketulusan ketika beliau berbicara, beliau terkesan sangat senang sekali apabila ada tamu yang mengunjungi Fatumnasi dan mengenal lebih jauh mengenai adat dan sejarah Fatumnasi.

Setelah bercerita banyak dan tak lupa mengisi buku tamu secara bergilir, kami meminta kesediaan beliau untuk berfoto bersama. Mateos pun dengan bangga memperlihatkan tongkat pedangnya dan membukanya lalu memberikan senyum terbaiknya pada kamera. Usai berswafoto kami pun berpamitan kepada Mateos dan keluarga karena akan melanjutkan perjalanan ke Cagar Alam Mutis untuk berkemah.

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun