Mohon tunggu...
ErmaQiz
ErmaQiz Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Bebas

Cerpen, Puisi dan Quote

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menghantarmu Menuju Hari Esok

13 Juli 2020   14:14 Diperbarui: 13 Juli 2020   14:12 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masa libur pun usai ...

Hari ini hampir seluruh siswa di DKI Jakarta kembali melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk permulaan ajaran baru tahun 2020, namun  bukan merupakan pembukaan kembali sekolah. Kondisi pandemi covid19 yang masih menunjukkan angka tinggi, tidak memungkinkan kegiatan belajar mengajar dengan tatap muka di sekolah. Tetapi jenis pembelajaran jarak jauh yang dipilih  sebagai kriteria yang tepat dalam kegiatan proses belajar mengajar saat sekarang ini. Dan sebetulnya hal ini sudah dilakukan oleh para siswa sebelumnya saat wabah virus itu mulai merebak sekitar bulan Maret lalu.

Dan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, lelaki kecilku yang saat ini menginjak usia 15 tahun  3 bulan lalu itu, sibuk menyiapkan segala pernak-pernik yang menunjang kegiatan sekolah seperti sepatu, tas, buku-buku, balpoint dan lain sebagainya. Lalu harap-harap cemas untuk datang ke sekolah baru karena akan bertemu dengan teman-teman baru yang akan dikenalnya. Tetapi dari semalam dia hanya mengecek kondisi jaringan dan sisa kuota wifi di rumah kami.

"Semoga tidak ada hambatan dan semuanya lancar," begitu harapannya.
Aku pun mulai menarik napas lega setidaknya telah ada kegembiraan diwajahnya. Dan yang lebih penting lagi sudah tidak kutemukan sebuah kebencian dan dendam dalam dirinya. Dia kembali ceria. Lalu dia menunjukkan susunan  nama teman sekelasnya yang baru kemarin dikirim oleh walikelas barunya disebuah SMA swasta di daerah Rawamangun. Ada binar-binar kegembiraan saat ada beberapa nama yang ternyata adalah temannya saat di bangku SMP dulu. Angkatan ini memang angkatan yang unik, lulus tanpa Ujian Nasional tetapi hanya menggunakan nilai rapot lima semester dan ujian sekolahpun dilaksanakan secara online dari rumah masing-masing. Dan yang mungkin lebih mengharukan, angkatan ini sejak pemberlakuan kegiatan berdiam diri dirumah untuk menghindari penularan virus Covid19, angkatan ini pun terpaksa sejak tanggal 16 Maret 2020 itu tidak lagi bersua dengan teman-temannya hingga tanpa pelukan dan salam perpisahan, akhirnya merekapun harus berpisah dengan teman-temannya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.

Sebenarnya wajah itu beberapa hari belakangan lebih banyak dihiasi kekecewaan dan kesedihan. Terutama saat proses pelaksanaan penerimaan siswa baru SMA Negeri melalui PPDB online berlangsung.

"Waduh baru dua jam sudah terlempar namaku," kudengar kalimat itu sempat keluar dari mulutnya dan dia mengulangnya hingga sampai beberapa kali.

"Udah rajin kesekolah tiga tahun dan ikut bimbel mahal, tenyata namaku hanya bertahan 2 jam saja di hari pertama pendaftaran ppdb SMA Negeri di DKI, jalur zonasi hahaha ," kalimat ini pun sempat menjadi candaannya, dan aku tahu itu bukan sebuah lelucon baginya tapi adalah sebuah kalimat kekecewaan yang dibungkus dalam canda.

Anakku adalah satu dari beberapa siswa dan siswi DKI Jakarta yang telah merasa kecewa dengan satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Mau protes? Sudah. Mau kecewa? Sudah lebih dari cukup. Ibaratnya banjir air mata pun sudah membasahi pipi kami. Bahkan kejadian di hari awal pembukaan pendaftaran saat nama anakku terdepak di seluruh SMA Negeri di Jakarta, itu adalah suatu mimpi buruk bagiku.

Entah sudah beberapa kali demo dilakukan para orang tua waktu itu. Tapi pelaksanaan dari kebijakan tetap berjalan sesuai jadwal yang ditentukan. Tidak ada penundaan dan semua berjalan sesuai ketentuan. Malah demo-demo ataupun wawancara di televisi lebih banyak menjanjikan angin surga dan harapan-harapan baik bagi kami para orang tua dan siswa. "PPDB jalur zonasi bakal diulang!Batal!Batal! Batal!" Begitu pekik salah satu demonstran.

Akh, ternyata hingga akhir semuanya tetap berjalan, tidak ada aturan yang dibatalkan. Yang ada hanya penambahan kuota baru semacam bina RW dan jalur tahap akhir.

Setiap diawal pembukaan kuota jalur baru, kulihat anakku begitu antusias. Log in ke web ppdb, dari mulai jalur zonasi, yang akhirnya namanya harus tertolak karena faktor usianya terkalahkan oleh anak-anak yang usianya lebih tua. Begitupun saat pendaftaran jalur prestasi, dia harus kembali menyerah karena namanya tergeser jauh dan terdepak kembali terkalahkan dengan nilai-nilai yang lebih tinggi, penilaian ini karena adanya faktor akreditasi sekolah yang menjadi penentu, sedang akreditasi sekolah anakku tergolong lebih rendah bila dibandingkan sekolah swasta.

"Di RW kita tidak ada SMA Negeri mah, "katanya dengan nada kecewa saat kembali mengikuti jalur bina RW. Menurutku aturan bina RW ini terlalu sempit karena hampir jarang tiap RW terdapat SMA Negeri khan ?
Begitupun saat berada di jalur tahap akhir ," Yah, terlempar lagi mah!"begitu nada kecewanya seperti hari-hari sebelumnya.

Aku yang menemaninya rasanya juga sudah kehilangan harapan. Dan bukan hanya anakku saja tetapi juga anak dari  teman-temanku yang sudah mulai jenuh dan hilang harapan. Pasti terlempar lagi! Begitupun komentar orang tua yang terlihat di group-group whatshap tampak cemas dan kecewa. Bahkan beberapa teman anakku akhirnya harus memilih sekolah kejuruan demi untuk mendapatkan embel-embel Sekolah Negeri agar mendapatkan kesempatan untuk bersekolah gratis. Padahal sebenarnya tidak sesuai dengan keinginan/bakat dan harapan si anak sebelumnya. Karena bagi mereka tidak ada pilihan lagi, tetap sekolah gratis atau tidak, bisa jadi si anak berhenti dulu tahun ini untuk menunggu penerimaan siswa baru tahun berikutnya (asal aturan tidak berubah lagi tentunya). Yah apa mau dikata dengan kondisi perekonomian seperti  sekarang ini banyak para orang tua yang kehilangan pekerjaan baik karena phk ataupun tutupnya usaha mereka. "Sudah sekolah swasta saja!" Begitu saran orang-orang yang tidak terlibat langsung menghadapi kondisi ini. Kalau sekedar berkata-kata memang mudah, tetapi untuk bersekolah swasta memang tidak menggunakan biaya?

Apalagi bisa dibayangkan berapa mahalnya harga sekolah swasta di Jakarta. Dan kalau dibilang ada rupa ada harga pasti peribahasa ini bisa menggambarkan bagaimana kerisauan hati orang tua tentang masalah pergaulan anak-anak mereka selama tiga tahun kedepan.  Lalu dengan kondisi seperti ini, siapakah yang sebenarnya lebih diuntungkan dari sebuah kebijakan?

"Yah sudahlah kita cari sekolah swasta saja,"kataku menghiburnya.

Akhirnya diapun mengikuti proses pendaftaran dan ujian daring disebuah sekolah swasta di Jakarta, hingga akhirnya dia diterima  di sekolah itu. Dan seminggu  lalu aku mengantarnya kesana.
Aku dengar dia sempat mengucap kalimat, "Akhirnya aku harus sekolah disini." Suaranya terdengar agak kecewa.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Aku tidak pernah bermimpi untuk sekolah disini," jawabnya singkat.
"Tidak semua yang kita harapkan selalu terwujud," hiburku.
"Tapi tidak semua daerah menetapkan usia sebagai acuan!"protesnya, "Itu sungguh tidak adil!Teman- temanku yang di Jabar atau daerah lain, lancar-lancar saja ," protesnya lagi.
"Anggap saja ini adalah langkah awal
ujian yang harus kamu hadapi," kataku.
"Maksud mama?"tanyanya.
"Dalam hidup akan ada banyak hal yang tidak bisa ditebak, bisa jadi ada kebahagiaan tetapi bisa juga akan ada ketidakadilan yang akan kamu hadapi suatu hari nanti," aku mencoba menasehatinya.
"Ya, kalo ada ketidakadilan kita bisa protes khan mah? Bisa bikin petisi untuk menggalang tanda tangan, bukankah biasanya begitu?" Jelas anakku penuh semangat khas jiwa anak-anak milenial.
"Memang segala hal bisa diupayakan, dan itu harus selama kamu merasa yakin dan benar !"jawabku berusaha untuk tidak  mematahkan semangatnya.
"Tapi bila pada akhirnya suatu keputusan tidak dapat diubah? Maka kita akan harus ikut suara terbanyak. Mau tidak mau pada akhirnya kita harus menghormati sebuah kebijakan yang berlaku," lanjutku memberinya pengertian.

Dan bisa dibayangkan diskusi panjangpun antara aku dan anakku terus bergulir, semangatnya kuakui luar biasa dengan berbagai argumen sebagai ide dan cara pikir anak-anak milenial, calon penerus bangsa ini. Hingga akhirnya sampailah pada satu titik yang mau tidak mau, seseorang atau siapapun harus bisa menerima dengan besar hati suatu kebijakan itu.
Bagaimanapun juga sakit dan kecewa pasti akan kita temui dalam hidup ini, itulah yang disebut perjuangan hidup. Setiap perjuangan pastilah berat. Justru semua itulah yang akan menjadikan mentalmu bertumbuh lebih kuat bahkan lebih bijak, dan itulah yang membedakanmu dengan orang lain, yang tidak pernah mengalami apapun.
Mungkin ini satu cara Tuhan yang hendak mengajarkanmu untuk menjadi pribadi yang lebih kuat anak-anakku angkatan covid19 th 2020!
Tetaplah bersemangat karena sedih dan bahagia akan bergantian mengiringi perjalanan hidupmu. Semua kesedihan dan kegagalanmu hari ini semoga dapat menjadi pemicu untuk menjemput  masa depanmu yang lebih baik dan sukses!Dimanapun akhirnya kamu melanjutkan pendidikanmu saat ini di sekolah negeri atau swasta entah itu pilihanmu ataupun bukan, jurusan yang terpaksa telah kamu ambil, jadikan semua itu sebagai tanggungjawab pilihanmu untuk menyambut masa depanmu. Karena kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh nilai akademik, tapi juga mental pembentukmu!
TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun