Mohon tunggu...
Ratu Adnindha Agnienqie ARNF
Ratu Adnindha Agnienqie ARNF Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pascasarjana UNMA

Hobi Memasak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Melihat Kasus Hukum Harus Dilihat Pula Faktor Psikologisnya

22 Januari 2025   18:52 Diperbarui: 22 Januari 2025   19:42 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum dikelola sedemikian rupa dari berbagai aspek pendekatan termasuk dari segi psikologi, maka diskrepansi atau kesenjangan antara norma hukum dan kenyataan sosial, dapat ditanggulangi dengan jalan pembaruan hukum atau law reform. Penegakan dan penerapan hukum yang dilaksanakan secara lebih seksama sehingga rumusan kaedah atau norma hukum baik yang diangkat dari istilah sehari-hari atau pun yang dibuat istilah khusus merupakan citra kehidupan dalam masyarakat tentang keadilan.

Lahirnya ilmu psikologi hukum karena tuntutan dan kebutuhannya dalam studi ilmu hukum, terutama bagi praktek penegakan hukum, termasuk untuk kepentingan pemeriksaan dimuka di muka sidang pengadilan. Berbagai macam teori dan penelitian dalam psikologi hukum muncul sebagai respon atas permasalahan yang berkembang dalam masyarakat. Psikologi hukum sebagai lapangan hukum baru, timbul dari bercampurnya aturan hukum pidana dengan psikologi sosial sebagai bagian dari psikologi sehingga menjadi suatu kelompok aturan hukum yang bulat, homogen dan berkepribadian sendiri.

Setiap perilaku dan tindakan manusia di latar belakangi oleh berbagai faktor termasuk faktor psikologis. Psikologi sering diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia "Human Behaviour" maka dalam kaitannya dengan studi hukum, akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku manusia.Seseorang bisa dikatakan sehat apabila jiwa dan raganya sehat. Jika raga seseorang sehat namun jiwanya tidak, sama saja seperti orang yang sakit. Jiwa yang dimaksudkan adalah psikis seseorang, termasuk mentalnya. Itu sebab adanya kesehatan psikis atau mental. Karena untuk menjadi sehat secara utuh diperlukan tidak hanya sehat secara fisik tapi juga sehat mental. Seperti dalam teori psikologis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam teori psikoanalisis menurut teori ini tindakan kriminal sering kali berkaitan dengan konflik internal yang tidak disadari. Freud menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari:

  • Id: Dorongan instingtual (seperti agresi dan keinginan kekuasaan).
  • Ego: Bagian rasional yang mengendalikan dorongan Id sesuai dengan kenyataan.
  • Superego: Moralitas dan norma sosial

Menurut asumsi penulis dalam kasus pembunuhan banyak hal yang melatar belakangi terjadinya suatu hal tersebut misalnya, yang disebabkan oleh unsur mempertahankan diri, membela martabat keluarganya, unsur kecemburuan dsb. Dilansir dari Detiknews kasus pembunuhan yang menjerat seorang kepala desa oleh seorang perawat yang dilatarbelakangi kecemburuan karena istrinya berselingkuh dengan kepala desa tersebut, menurut asumsi penulis itu tidak bisa dilihat secara tindak pidana murni, karena ada unsur yg mempengaruhi nya yaitu karena perselingkuhan, kecemburuan, sehingga menimbulkan dendam. Dendam dalam latar belakang psikologis biasanya muncul dari perasaan tersakiti, penghinaan, atau ketidakadilan. Ketika seseorang merasa dirugikan dan tidak dapat menyelesaikan konflik secara sehat, dendam dapat berkembang menjadi motivasi destruktif. Rasa dendam sering kali melibatkan pengulangan pikiran obsesif tentang peristiwa yang menyebabkan sakit hati. Hal ini bisa memicu agresi karena individu ingin "mengembalikan keadilan" melalui tindakan ekstrem, Kecemburuan adalah emosi campuran yang melibatkan ketidakamanan, rasa takut kehilangan, dan persepsi ancaman terhadap hubungan. Kecemburuan ekstrem sering disebut sebagai pathological jealousy.

Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara

Menurut Firman Adi Candra dalam karyanya yang berjudul " Efektifitas  Putusan Pada Tindak Pidana Dalam Penggelapan Jabatan" beliau mengatakan bahwa "Proses  Persidangan  yang  menjunjung  tinggi  asas  praduga  tak  bersalah benar menunjukkan sikap mengayomi dan menjauhkan diri dari sikap apriori  terhadap terdakwa sebagai  pencari  keadilan,  yang  sangat  mengharapkan  proses Persidangan yang berjalan, objektif dan adil dengan mengedepankan azas equality before the law, artinya  kesamaan  setiap  orang  di  depan  hukum.  Agar    dalam    penegakan  hukum  yang obyektif  tidak  memihak" jelas Firman. Juga Menghindari Penghakiman Publik dengan asas ini, masyarakat dan media diingatkan untuk tidak menuduh seseorang bersalah sebelum proses hukum selesai. Hal ini penting untuk menjaga nama baik dan reputasi terdakwa, yang bisa rusak meski nanti terbukti tidak bersalah.

Hakim dalam persidangan harus mempertimbangkan sisi kronologis dan psikologis suatu perkara untuk memastikan putusan yang diambil adil, objektif, dan proporsional. Pertimbangan kronologis guna memahami peristiwa secara utuh hakim juga perlu memahami urutan kejadian secara rinci untuk mengetahui bagaimana peristiwa tersebut terjadi, termasuk penyebab, proses, dan akibatnya. Kronologi yang jelas membantu hakim mengidentifikasi fakta dan memastikan tidak ada bagian cerita yang terdistorsi. Pertimbangan Psikologis bagi hakim penting untuk memahami Niat dan Motivasi
Hakim perlu menilai kondisi psikologis terdakwa dan pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk niat di balik tindakan mereka. Apakah tindakan itu dilakukan dengan sengaja, dalam tekanan, atau karena faktor lain, Melihat Faktor-Faktor yang Meringankan atau memberatkan kondisi psikologis, seperti ketakutan, kemarahan, atau bahkan gangguan mental, dapat menjadi faktor yang meringankan atau justru memberatkan putusan hakim.

Sudikno Mertokusumo mendefinisikan "pertimbangan hakim sebagai proses pengambilan keputusan yang mencakup penemuan hukum (rechtsvinding). Karena tidak semua kasus dapat diselesaikan dengan aturan hukum yang tertulis, hakim harus menafsirkan dan menemukan hukum dengan mempertimbangkan nilai-nilai moral, etika, dan keadilan yang berkembang di masyarakat". Berikut teori- teori pertimbangan hakim:

Teori hukum positif

Teori hukum progresif

Teori utilitarianisme

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun