Mohon tunggu...
Ratu Alia Divatresta
Ratu Alia Divatresta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPNVYK

UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Formulasi Kebijakan dalam Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solo

30 Mei 2024   16:06 Diperbarui: 30 Mei 2024   16:17 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam menyusun suatu kebijakan, diperlukan proses yang meliputi perumusan agenda, formulasi, adopsi kebijakan, dan pengimplementasian kebijakan. Dalam proses ini, formulasi kebijakan penting untuk dilakukan karena menjadi penentu berhasil atau tidaknya kebijakan yang akan dikeluarkan. 

Formulasi kebijakan didefinisikan oleh William Dunn seorang ilmuwan politik sebagai salah satu rangkaian agenda kebijakan yang kemudian ditelaah oleh para pembuat kebijakan. Formulasi kebijakan yang dicetuskan oleh pemerintah Solo salah satunya terkait dengan Kawasan Tanpa Rokok di kota Solo. 

Terdapat banyak faktor yang memengaruhi berjalannya suatu kebijakan salah satunya mengenai lingkungan kebijakan. 

Lingkungan kebijakan berpengaruh besar dalam proses pembuatan kebijakan seperti dalam peraturan daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 

Kebersihan udara sekitar tanpa adanya polusi dari asap rokok menjadi hak bagi seluruh masyarakat. Bahaya racun yang keluar dari asap rokok dapat menimbulkan masalah kesehatan jika tidak terdapat batas aman terkait paparan asap rokok.

Adanya kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok menimbulkan pro dan kontra masyarakat karena rokok merupakan salah satu sumber pendapatan negara, tetapi juga memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan pemakainya.

Rokok pun juga dapat membahayakan kesehatan bagi perokok pasif yaitu orang yang terpapar oleh asap rokok.

Motif kontra dalam kebijakan ini dikarenakan protes dari para perokok yang merasa mereka tidak memiliki ruang bebas untuk merokok. Di sisi lain, kelompok yang setuju dengan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok melihat bahwa kebijakan ini memiliki nilai kesehatan dan lingkungan.

Tujuan dari kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ini bukan hanya mengenai kesehatan dan lingkungan saja, tetapi untuk melindungi anak-anak di bawah umur dari pengaruh rokok.

Titik Kawasan Tanpa Rokok yang ditetapkan pemerintah terdapat di area pendidikan, kesehatan, taman bermain, angkutan umum, dan tempat beribadah yang pengembangannya berasal dari Anggaran Pendapat Belanja Daerah.

Sama seperti di kota Yogyakarta, proses formulasi terkait kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di kota Solo menimbulkan kontroversi. Kemunculan kebijakan ini, pemerintah diminta untuk adil dengan perokok aktif, tetapi dari perokok aktif juga harus menaati kebijakan yang akan di realisasikan.

Saat proses formulasi kebijakan dilakukan, prosesnya tidak berjalan mulus dikarenakan banyak faktor salah satunya adalah kebiasaan merokok masyarakat sekitar yang sulit untuk dihilangkan.

Minimnya fasilitas untuk merokok pun masih sedikit yang disediakan oleh pemerintah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara ruang untuk merokok dengan kawasan bebas rokok.

Pemerintah kota Solo juga merancang kebijakan ini disebabkan oleh pemerintah sekitar yang merasa bahwa meningkatkan angka kesehatan masyarakat dengan cara mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Dalam menganalisis masalah formulasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, sudah dilakukan pengumpulan data dan analisis masalah, tetapi belum bisa direalisasikan karena dalam penyusunan kebijakan ini dinilai belum efektif dan optimal.

Hal yang menjadi penunjang keberhasilan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok agar menjadi kebijakan yang berhasil untuk diimplementasikan adalah terkait dengan perumusan proposal.

Perumusan proposal dilakukan ketika dalam proses kebijakan ini berlangsung sudah bersifat rasional sehingga ketika kebijakan ini direalisasikan dapat berjalan sesuai rencana. Namun, seringnya dalam perumusan ini terhambat oleh dana pembangunan yang belum maksimal.

Yang kedua terkait dengan legitimasi. 

Dalam proses pengesahan kebijakan diperlukan legitimasi seperti mendapatkan pengesahan baik melalui UUD maupun PP sebagai pedoman tertinggi sehingga dapat menjadi tolak ukur sahnya kebijakan tersebut di mata masyarakat luas.

Legitimasi dalam formulasi kebijakan diharuskan untuk bisa memperluas tujuan kebijakan sehingga dapat menunjang kesejahteraan dan mencapai keberhasilan.

Yang ketiga terkait dengan pengimplementasian.

Dalam pengimplementasian kebijakan ini perlu dilakukan pengecekan ulang terkait hal-hal yang dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Mulai dari petugas yang mengawasi kawasan tersebut, fasilitas yang sudah cukup memadai, atau anggaran yang dirasa sudah mencukupi. 

Namun, dalam realitanya, kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ini terkendala akan petugas blm tersedia, minimnya pengawasan, serta hal-hal penunjang lainnya. Adanya wujud implementasi dari kebijakan ini sebetulnya untuk menjaga kesehatan masyarakat dari paparan asap rokok.

Untuk itu, pemerintah dituntut untuk dapat melaksanakan kebijakan ini dengan efektif sehingga peraturan dan kebijakan ini bisa berjalan sesuai rencananya.

Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah harus tegas dalam merealisasikan kebijakan ini seperti ketika terdapat Kawasan Tanpa Rokok yang menyatakan area terlarang untuk merokok termasuk iklan, menjual, atau memproduksi rokok di sekitar kawasan tersebut.

Dalam keberhasilan kebijakan ini, tentunya tidak lepas dari adanya dukungan masyarakat yang ikut berperan dalam berhasilnya peraturan Kawasan Tanpa Rokok. 

Di kota Solo, terdapat komunitas yang menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dengan melakukan aksi memungut puntung rokok di wilayah tersebut. Dalam aksi tersebut, ditemukan sekitar 224 puntung rokok di dalam Kawasan Tanpa Rokok.

Hal ini yang merupakan bentuk nyata dari kurangnya ketegasan dari pemerintah dalam penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ini. Terbukti masih adanya warga sekitar yang merokok di lingkup KTR sehingga mengganggu orang-orang sekitar yang terkena dampaknya.

Ini juga bersangkutan dengan minimnya pengawasan dari petugas untuk menertibkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok khususnya di daerah yang banyak dijumpai anak-anak.

Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah daerah setempat dapat menjadikan hal tersebut sebagai bahan evaluasi  terlebih yang berkaitan dengan ketegasan dan anggaran dalam penerapannya sehingga tidak ada lagi dijumpai sampah puntung rokok yang terdapat di Kawasan Tanpa Rokok. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun