Oleh : Ratu Keyla Kamal1) dan Junianto 2)
Mahasiswa Program Studi Perikanan Unpad
Dosen Program Studi Perikanan Unpad
Ikan pindang merupakan ikan segar yang diolah melalui proses perebusan dalam wadah yang diberi garam pada jangka waktu tertentu.. Tujuan dari penambahan garam yaitu untuk dapat mempertahankan masa simpan, memperbaiki kekompakkan tekstur pada ikan, serta memperbaiki cita rasa (Pandit 2016).Â
Bahan baku ikan yang biasa digunakan dalam pemindangan adalah ikan bandeng, tongkol, layang, cakalang, kembung, nila, mas, dan lain-lain (Budiman 2004).Â
Proses pembuatan pindang cakalang dilakukan secara sederhana dengan proses yang meliputi penerimaan bahan baku, penyortiran dan pencucian, penyusunan ikan cakalang dalam keranjang yang terbuat dari bambu yang nantinya akan diikat menggunakan tali rafia untuk memudahkan proses perebusan, selanjutnya dilakukan proses perebusan menggunakan air garam dengan memasukkan ikatan keranjang ke dalam badeng, dan tahap terakhir yaitu pengemasan. Bahan baku utama yang digunakan yaitu ikan cakalang, dan bahan tambahan yang digunakan yaitu air dan garam.
Proses pengolahan ikan cakalang menjadi suatu produk pindang akan menghasilkan suatu nilai tambah. Dengan demikian harga jual pada produk hasil olahan ikan yang berupa pindang akan menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang belum mengalami pengolahan. Nilai tambah pengolahan ikan pindang cakalang adalah sebesar Rp 2.901/kg.Â
Hasil analisis nilai tambah didapatkan dari selisih antara nilai output yang dihasilkan dengan nilai input. Nilai input proses pembuatan pindang cakalang terdiri dari harga bahan baku sebesar Rp. 14.000/kg dan sumbangan input lain sebesar Rp. 1.099/kg, sehingga akan menghasilkan nilai input sebesar Rp.15.099/kg.Â
Sedangkan nilai outputnya yaitu sebesar Rp.18.000/kg. Nilai output menunjukkan bahwa setiap mengolah 1 kg bahan baku cakalang akan menghasilkan pindang cakalang senilai Rp18 000/kg.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dapat mempengaruhi kebutuhan konsumen terhadap produk ikan pindang cakalang. Ikan cakalang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 26% per 100 gram daging (United States Department of Agriculture 2010).
Ikan pindang merupakan produk olahan ikan tradisional yang banyak digemari masyarakat karena memiliki cita rasa khas dan harganya cukup terjangkau. Ikan pindang memiliki nilai jual yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat baik pada kalangan ekonomi bawah, menengah, maupun atas sehingga segmentasi pasar ikan pindang cukup luas.
Inovasi pada produk ikan pindang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya tarik konsumen. Inovasi yang dapat dilakukan adalah dengan merubah kemasan produk ikan pindang.Â
Ikan pindang yang dijual di pasaran biasanya dijajakan tanpa memperhatikan sanitasi hygiene sehingga dapat mempengaruhi mutu ikan pindang tersebut.Â
Kemasan ikan pindang yang dijual dipasaran masih menggunakan keranjang bambu tanpa penutup sehingga sangat rentan terhadap kerusakan. Penggunaan kemasan vacum dapat menjadi pilihan karena kemasan vacum dapat mempertahankan mutu ikan pindang lebih lama dan kehigienisan dalam proses pemasaran tetap terjaga.Â
Selain itu juga dapat menciptakan inovasi dengan membuat variasi rasa ikan pindang menggunakan perisa bumbu bubuk seperti rasa balado, keju, jagung bakar, dan barbeque.
Promosi dapat dilakukan dengan aktif mengikuti berbagai pameran atau bazar yang diadakan oleh KKP maupun Dinas Perikanan. Selain itu dapat melakukan promosi melalui social media seperti Facebook dan Instagram, serta dapat melalui website.
Saluran pemasaran dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan distributor yang akan memasarkan produk di lokasi yang dekat dengan rumah penduduk. Pemasaran juga dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pengecer di pasar maupun supermarket agar pemasaran menjadi lebih luas lagi.Â
REFERENSI
Budiman, S. 2004. Proses Pemindangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Pandit, G.S. 2016. Teknologi Pemindangan Ikan Tongkol. Warmadewa University Press.
USDA (United States Department of Agriculture). 2010. Egg Nutrient and Trends. USDA Publisher, New York.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H