Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Politik

27 Juli, Ketika PDIP Menyerah ke Koalisi Kuning (Empire Strikes Back)

27 Juli 2016   11:25 Diperbarui: 27 Juli 2016   11:27 3361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Website PDIP

Hari ini, 27 Juli 2016, tepat 20 tahun dari peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 yang kerap disebut Kudatuli. Tak perlu panjang lebar, peringatan 27 Juli atau Kudatuli adalah sebuah hal yang sakral bagi kader tulen PDIP. Peringatan Kudatuli menjadi semangat juang yang amat fenomenal di kalangan PDIP. Momentum Kudatuli dan semangat juang yang membuatnya mampu bertahan hidup, melahirkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Bagi kader inti PDIP, Kudatuli alias Kerusuhan 27 Juli 1996 bukanlah sebuah bencana, melainkan hadiah dari semesta sekalian alam. Peristiwa Kudatuli betul-betul menanamkan gelora : Apa yang tidak membunuhku, membuatku semakin kuat. Demikian tertanam dalam di batin kader-kader PDIP yang mengerti sejarah partainya.

Peristiwa Kudatuli menunjukkan anak-anak ideologis Soekarno terbukti tak mudah digulung oleh kongsi gelap Orde Baru di ambang keruntuhannya. Boleh jadi, semangat yang dulu dimiliki Soekarno dan Menteng 31, menjadi semangat yang mempertahankan Bani Soekarno di Diaspora 1997 – 1999.

Kompetisi Merah (Bani Soekarno) dan Kuning (Bani Soeharto) berlangsung sejak Orde Baru menegakkan tahtanya di 1966. Soekarno berarti Soe (Anak) Karno (Penyebab), kira-kira bermakna Pendiri. Soeharto berarti Soe (Anak) Harto (Harta), kira-kira bermakna Pembangun. Seolah nama sang Imam menggambarkan takdirnya. Rezim Soekarno tak membangun, melainkan mendirikan NKRI. Lalu Rezim Soeharto menjadi tonggak pembangunan bangsa, pra-industrialisasi, pra-kapitalisasi, era tinggal landas.

Bernaung di bawah ajaran Sang Pendiri, Bani Soekarno selamanya oposisi, sedangkan Bani Soeharto operator. Anak-anak Pendiri menjadi Komisaris dan Pengawas jajaran Direksi yang dikuasai anak-anak Pembangun.

Kompetisi hebat, Merah dan Kuning, kira-kira berlangsung 32 tahun.

Di penghujung hari, cengkraman kuning melemah, serbuan dari segala lini, diperkirakan jatuh. Betapapun faksi-faksi dalam Blok Kuning berebut tahta jika Bapak jatuh, Merah diuntungkan. Jenderal-Jenderal Kuning khawatir, Merah duduki tahta. Wabah Anti-Kuning memicu peningkatan dukungan besar-besaran ke Merah yang 32 tahun duduk berbantal tebal karena pegal, di kursi Oposisi.

Jenderal-Jenderal Kuning pun bersiasat. Gelar Kongres PDI di Medan memenangkan Soeryadi sebagai Ketua Umum. Ceritanya, memecah Merah agar gagal rebut tahta. Kongres di Surabaya menganulir klaim Kongres Medan. Lalu Merah menjadi 2, PDI Soeryadi yang hanya beranggotakan tentara dan kera berdiri tegak diberi kaos merah, dan PDI yang sejati di bawah Megawati, beranggotakan semua kader PDIP, kecuali Soeryadi. Namun Orde Baru di bawah Rezim Kuning, mengakui eksistensi PDI Soeryadi.

Puncak ketegangan dualisme PDI terjadi pada 27 Juli 1996. PDI Soeryadi menyerbu kantor pusat PDI yang sejati di Jalan Diponegoro. Soeryadi dibantu Tentara dan Kera Berdiri Tegak yang Diberi Baju Bebas, berupaya merebut kantor pusat PDI. Manipulasi Orde Baru dan Rezim Kuning mengakui PDI Soeryadi sebagai PDI yang sah, menjadi pintu masuk menyerbu PDI yang sejati.

Itulah Kerusuhan 27 Juli alias Kudatuli.

Manipulasi hebat Rezim Kuning dan Orde Baru sedemikian rupa mengubah Anak-Anak Pendiri Bangsa menjadi kelompok tak diakui.

Kudatuli adalah peristiwa ketika anak-anak Pembangun mencoba membunuh anak-anak Pendiri.

Tak berhenti sampai situ, PDI Soeryadi yang fiktif bertengger di surat suara pada Pemilu 1997. PDI yang sejati, yang beranggotakan semua kader PDIP kecuali Soeryadi, mendadak jadi Partai tak diakui.

Menyandang status tak diakui dan tidak sah selama 1997 – 1999, inilah yang dikenal sebagai PDI dalam masa Perjuangan.

Manipulasi Kuning yang begitu hebat kepada PDI yang sejati, rupanya tak diizinkan tegak. Alam lebih berkuasa dan memilih menjatuhkan Pemerintahan Kuning setelah 32 tahun berkuasa. Berdirilah pemerintahan transisi dipimpin Habibie, satu-satunya Presiden RI yang menyebut “Gigi” dengan lafal “KhiKhi”.

Meski berlafal setengah Londo setengah Indonesia, Habibie mencoba meluruskan apa yang salah, soal PDI. Maka pemerintahan transisi berjanji menggelar Pemilu dalam waktu 1 tahun, yaitu Pemilu 1999. Dan Pemerintahan Habibie mengakui PDI sejati yang menyandang nama baru, PDI Perjuangan.

PDI Soeryadi tak tentu rimbanya. Soeryadi entah dimana. Tentara kembali ke barak. Kera berdiri tegak yang diberi kaos merah, kembali ke hutan belantara.

Itulah makna Kudatuli bagi kader PDIP yang mengerti sejarah dan perjuangan partainya.

Kudatuli adalah hari dimana anak-anak Pembangun bermanipulasi dan berkonspirasi untuk membunuh anak-anak Pendiri.

Kudatuli adalah hari dimana Bani Pendiri mengalami ujian kelangsungan hidup yang serius, hampir mati namun selamat dan kembali tegak.

Kudatuli adalah hari dimana seluruh dunia melihat bahwa Merah dan anak-anak Pendiri tak mudah menyerah.

Kudatuli adalah hari dimana anak-anak Pendiri, betapapun dipecah belah, mampu bertahan dan tetap satu.

Kudatuli adalah hari dimana alam menyeleksi PDI dari elemen-elemen yang harus disingkirkan, untuk terlahir kembali sebagai PDI Perjuangan.

Kudatuli adalah hari dimana muncul semangat juang baru yang terus diperbarui hingga akhirnya memenangkan JokowiAhok di DKI 2012.

Kudatuli adalah hari dimana kader PDI menyadari kekuatan sejatinya, yang kemudian terwujud dalam kemenangan Jokowi – JK di 2014.

Kudatuli adalah hari dimana anak-anak Pendiri mengetahui, kemenangan bukan didasarkan pada kompromi koalisi, melainkan didasari kehendak yang solid untuk menang.

Namun apa yang terjadi 20 tahun kemudian, hari ini, 27 Juli 2016?

PDIP dipaksa menyerah pada rezim Kuning di bawah Orde Terbaru.

Kita melihat jelas, pecahan-pecahan Kuning kini tengah menyatu di bawah satu panji yang dulu pernah memiliki nama, Orde Baru dan Rezim Kuning.

Menyatunya Golkar, Hanura, Nasdem yang tidak lain adalah wajah baru dari Rezim Kuning dan Orde Baru, adalah sinyal kembalinya Kekaisaran.

Empire Strikes Back..

Darth Vader itu adalah Ahok. Semula seorang Jedi, beralih menjadi pemimpin kembalinya kekaisaran.

Kita boleh berdebat soal siapa Ahok. Tapi bersatu padunya 3 Ordo Kekaisaran Kuning di bawah satu panji dan satu pemimpin, menunjukkan pada kita semua siapa dia sebenarnya.

Apalagi, jika betul Ahok dan Koalisi Empire Strikes Back (Golkar, Nasdem, Hanura) akan deklarasi pencalonannya hari ini, peringatan Kudatuli.

Ahok, Golkar, Nasdem, Hanura, mereka bukan orang bodoh yang lupa akan sejarah. Pemilihan deklarasi Ahok dan Koalisi Empire Strikes Back pada 27 Juli, jelas sebuah pesan kepada PDIP.

“Akankah kali ini engkau menyerah dan tunduk pada kemauan kami, wahai PDIP?” ujar Ahok dan Koalisi Empire Strikes Back.

PDIP, seolah tersihir oleh manipulasi Ahok dan Koalisi Empire Strikes Back.

Seolah, PDIP tidak akan menang di Pilkada DKI jika tidak bersama Ahok.

Seolah, PDIP lupa pernah berpartai tanpa status sah lalu berhasil selamat.

Seolah, PDIP lupa pernah memenangkan Pilkada DKI 2012 dengan kekuatannya otonom bersama Gerindra.

Seolah, PDIP lupa pernah memenangkan Pilpres 2014 dengan kekuatannya sendiri yang tidak tawar menawar dengan pihak lawan.

Apalagi, kabarnya Jokowi juga akan mengumumkan Reshuffle Kabinet hari ini, lagi-lagi di momentum 27 Juli. Uniknya, Reshuffle Kabinet dijadwalkan pukul 15.00 WIB ke atas (jika benar diumumkan hari ini). Ada indikasi kuat Reshuffle Kabinet sengaja diletakkan setelah deklarasi Ahok dan Koalisi Empire Strikes Back.

Konon, Jokowi yang berencana maju Capres bersama Cawapres Ahok di Pilpres 2019, membantu ‘menekan’ PDIP. Santer dibahas, jika PDIP tolak lanjutkan Ahok – Djarot, maka Reshuffle Kabinet akan banyak merugikan PDIP.

Benar atau tidaknya, kita lihat hasil Reshuffle Kabinet jika jadi diumumkan hari ini.

Seolah, Ahok dan Koalisi Empire Strikes Back memberikan Skak pada PDIP : Tak mungkin menang jika cerai dengan Ahok.

Seolah, Jokowi dan Istana memberikan Ster pada PDIP : Reshuffle Kabinet akan merugikan PDIP jika cerai dengan Ahok.

Maka hari ini, di peringatan Kudatuli, kita akan menyaksikan apa langkah yang akan diambil PDIP.

Hari ini, di peringatan Kudatuli, kita akan lihat apakah PDIP akan menyerah pada Kuning, sebuah penundaan yang seharusnya dilakukan 20 tahun lalu.

Hari ini, PDIP diuji, apakah masih layak menyandang nama Perjuangan di Partainya.

Karena jika PDIP memilih menyerah pada Kuning, maka PDIP yang hari ini kita lihat tidak lain jelmaan PDI Soeryadi.

Yaitu, PDI semu, fiktif dan tidak mencerminkan sikap Anak-Anak Pendiri Bangsa.

Kita saksikan kelanjutan kisahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun