Kudatuli adalah peristiwa ketika anak-anak Pembangun mencoba membunuh anak-anak Pendiri.
Tak berhenti sampai situ, PDI Soeryadi yang fiktif bertengger di surat suara pada Pemilu 1997. PDI yang sejati, yang beranggotakan semua kader PDIP kecuali Soeryadi, mendadak jadi Partai tak diakui.
Menyandang status tak diakui dan tidak sah selama 1997 – 1999, inilah yang dikenal sebagai PDI dalam masa Perjuangan.
Manipulasi Kuning yang begitu hebat kepada PDI yang sejati, rupanya tak diizinkan tegak. Alam lebih berkuasa dan memilih menjatuhkan Pemerintahan Kuning setelah 32 tahun berkuasa. Berdirilah pemerintahan transisi dipimpin Habibie, satu-satunya Presiden RI yang menyebut “Gigi” dengan lafal “KhiKhi”.
Meski berlafal setengah Londo setengah Indonesia, Habibie mencoba meluruskan apa yang salah, soal PDI. Maka pemerintahan transisi berjanji menggelar Pemilu dalam waktu 1 tahun, yaitu Pemilu 1999. Dan Pemerintahan Habibie mengakui PDI sejati yang menyandang nama baru, PDI Perjuangan.
PDI Soeryadi tak tentu rimbanya. Soeryadi entah dimana. Tentara kembali ke barak. Kera berdiri tegak yang diberi kaos merah, kembali ke hutan belantara.
Itulah makna Kudatuli bagi kader PDIP yang mengerti sejarah dan perjuangan partainya.
Kudatuli adalah hari dimana anak-anak Pembangun bermanipulasi dan berkonspirasi untuk membunuh anak-anak Pendiri.
Kudatuli adalah hari dimana Bani Pendiri mengalami ujian kelangsungan hidup yang serius, hampir mati namun selamat dan kembali tegak.
Kudatuli adalah hari dimana seluruh dunia melihat bahwa Merah dan anak-anak Pendiri tak mudah menyerah.
Kudatuli adalah hari dimana anak-anak Pendiri, betapapun dipecah belah, mampu bertahan dan tetap satu.