Makanya, kalau kita lihat di transkrip rekaman Papa Minta Saham, terlihat jelas Freeport enggan bangun Smelter di Papua dan Freeport enggan memenuhi permintaan membangun PLTA dari Jokowi.
[caption caption="Sumber : Transkrip Rekaman Papa Minta Saham Halaman 5."]
Buat yang kurang paham maksud kalimat di atas, kira-kira begini : PLTA adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi Freeport agar kontrak karya diperpanjang. Di sisi lain, divestasi 51% saham juga syarat agar kontrak karya Freeport diperpanjang.
Disinilah peran bisnis Luhut Binsar Panjaitan bermain. Terlihat jelas, Luhut ingin agar ada joint venture antara Freeport dengan perusahaan Luhut (Nominee) dalam membangun PLTA. Nominee adalah istilah untuk orang atau perusahaan yang mengatasnamakan suatu pihak guna mewakili pihak sebenarnya yang tidak ingin terlihat. Jika syarat ini dipenuhi, maka Luhut bisa perjuangkan perpanjangan kontrak karya Freeport ke Jokowi.
Lalu kalimat terakhir di screenshot di atas, menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara permintaan PLTA dan Divestasi 51% saham. Terindikasi jelas, Luhut meminta Maroef agar membagi porsi saham di PLTA dan Divestasi, agar bisa diperpanjang.
“Seperti dulu yang dilakukan Freeport kepada Pengusaha”. Kalimat ini merujuk pada divestasi 10% saham Freeport Indonesia kepada Nusamba milik Bob Hasan dengan dana pinjaman Freeport di masa lampau.
Kalau masih ingat, Newmont juga pernah melakukan pola serupa, divestasi 20% saham pada Merukh Enterprise dengan pinjaman dana dari Newmont. Tujuannya jelas, meski 20% saham Newmont itu kepemilikannya pengusaha lokal, suara dalam RUPS tetap pro Newmont. Sebagaimana dulu Nusamba miliki 10% saham Freeport, tapi seluruh suara dalam RUPS pro Freeport.
[caption caption="Sumber : Transkrip Rekaman Papa Minta Saham Halaman 10."]
Bicara soal prioritas poin nomor 3 (PLTA) dan poin nomor 6 (Divestasi 51% Saham), menjadi saling terkait karena permainan Luhut Panjaitan. Itulah kenapa belakangan Freeport berani mengeluarkan angka divestasi 30%, bukan 51%. Argumen Freeport, kalau harus penuhi segudang syarat yang nilainya puluhan triliun, divestasi 30% saja. Tapi kalau tidak perlu tetek bengek syarat, Freeport berani divestasi 51%.
Freeport tahu betul, RI tak mungkin ambil opsi divestasi 51% sedangkan Freeport bebas syarat. Tanpa segudang syarat, artinya RI yang harus bangun PLTA, Smelter, perbaikan lingkungan, urus limbah dan sebagainya. Freeport tahu, RI harus punya dana besar demi dapat 51% saham Freeport Indonesia. Makanya pembicaraan terakhir terkonsentrasi pada divestasi 30% saham.
Nah, disinilah peran bisnis Luhut Panjaitan kian menjadi. Beliau tahu, Freeport butuh dukungan suara agar Jokowi mau perlunak syarat dan goal-kan kontrak karya Freeport. Maka diutuslah M Riza Chalid dan Setya Novanto bertemu Maroef Sjamsoeddin, bicarakan lobi Luhut Panjaitan.