Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mafia Migas, Siapa Diuntungkan?

5 Juli 2014   01:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:27 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Seketika ramai isu Mafia Migas, diluncurkan oleh Timses Jokowi – JK untuk menyerang Prabowo – Hatta. Landasannya, kehadiran Muhammad Riza Chalid di rumah Polonia sebagai bukti kepentingan Mafia Migas di belakang Prabowo – Hatta.

Benarkah demikian? Benarkah kehadiran Muhammad Riza Chalid di Polonia adalah bukti kepentingan Mafia Migas di belakang Prabowo – Hatta?

Berikut 4 premis utama dalam logika yang tengah dibangun timses Jokowi – JK terkait Mafia Migas di belakang Prabowo – Hatta.


  1. Petral monopoli impor BBM.
  2. Petral berkantor di Singapura adalah cara untuk gelapkan dana.
  3. Petral dikendalikan oleh Muhammad Riza Chalid.
  4. Peningkatan impor dan Subsidi BBM menguntungkan Muhammad Riza Chalid.

Solusi yang ditawarkan timses Jokowi – JK untuk mengatasi Mafia Migas ada 2 :


  1. Bubarkan Petral.
  2. Cabut Subsidi BBM.

Benarkah 4 premis yang digambarkan timses Jokowi – JK terkait Mafia Migas memang benar adanya? Ataukah ada kepentingan yang siap mengambil keuntungan jika Petral dibubarkan dan Subsidi BBM dicabut?

Mari kita telaah.

Petral Monopoli Impor

Petral adalah PT Pertamina Energy Trading Ltd, anak usaha Pertamina yang berbasis di Singapura. Petral berfungsi sebagai perusahaan pelaksana tunggal tender kebutuhan impor minyak Indonesia. Kenapa Pertamina hanya membuka 1 pintu pelaksana tender impor BBM? Sederhana, agar terjadi keseragaman harga transaksi yang selaras dengan kebutuhan pemerintah mematok harga dan subsidi BBM di APBN.

Bahwa Petral memonopoli impor BBM adalah benar adanya. Namun kalau monopoli Petral itu dikonotasikan negatif, saya kira tidak tepat, karena berkaitan dengan keperluan penetapan harga dan subsidi BBM di APBN.

Petral berkantor di Singapura adalah cara untuk gelapkan dana

Petral memang berkantor di Singapura karena memang disana berkumpul para pelaksana tender minyak global. Relliance Global Energy Service, pelaksana tender migas grup Relliance bertempat di Singapura. PTT Trading, pelaksana tender migas grup PTT (Thailand) bertempat di Singapura. Petrochina International, pelaksana tender migas Petrochina bertempat di Singapura. Total Oil Trading, pelaksaa tender migas grup Total bertempat di Singapura. SIETCO, pelaksana tender migas grup Shell bertempat di Singapura. PETCO, pelaksana tender migas grup Petronas bertempat di Singapura.

Singapura memang menjadi markas kegiatan trading minyak dan gas bumi untuk kawasan Asia Tenggara. Agak heran kalau ada yang mengkritik kehadiran Petral di Singapura karena ada kepentingan korupsi, terlalu mengada-ada. Faktanya, Petral saat ini tercatat sebagai perusahaan ke 8 terbesar di Singapura.

Petral Dikendalikan Muhammad Riza Chalid

Saat ini, Petral memiliki 122 rekanan dengan persyaratan ketat sebagai peserta tender kebutuhan impor migas Indonesia. Dari 122 rekanan resmi Petral, sebanyak 55 perusahaan adalah rekanan untuk impor minyak atau BBM. Muhammad Riza Chalid, disebut sebagai pemilik 5 perusahaan rekanan Petral melalui induknya Global Energy Resources. Dari komposisi jumlah saja, 5 perusahaan tidak mungkin mengendalikan tender dengan peserta 55 perusahaan. Jadi saya kira tidak benar kalau Petral dikendalikan oleh Muhammad Riza Chalid.

Petral memang memiliki sejarah kelam di masa lalu. Pada tahun 2003, Megawati menunjuk Ari Soemarno sebagai Direktur Utama Petral. Ari Soemarno adalah kakak kandung Rini Mariani Soemarno Suwandi, penasihat utama Yu’ Tun (nama panggilan Megawati di kalangan petinggi). Rini Soemarno juga menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada 2001 – 2004. Rini Soemarno menggantikan Jusuf Kalla sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian yang dipecat Gus Dur karena Korupsi.

Baca referensinya disini :

Republika : Golkar : JK Pernah Dipecat Gus Dur Karena Korupsi

Keluarga Soemarno memang memiliki posisi khusus di sisi Megawati, karena memegang peranan penting pada dunia migas PDIP. Berawal dari jabatannya sebagai Direktur Utama Petral, Ari Soemarno lalu membangun gerbong minyaknya sendiri. Dari hasil membangun jejaring Mafia Migas ini, Ari Soemarno lalu diangkat menjadi Direktur Pertamina pada 2006 – 2009. Gerbong minyak Ari Soemarno, salah satunya bersama politisi PDIP Effendi Simbolon yang saat ini menjadi Timses Jokowi – JK. Gerbong Ari Soemarno juga bekerja sama dengan BP Migas di bawah Raden Prijono.

Effendi Simbolon bersama kerabatnya, Artha Meris Simbolon mendirikan PT Parna Raya sebagai trader dan importir migas. Kalau masih ingat, Parna Raya adalah salah perusahaan yang terlibat kasus suap SKK Migas. Parna Raya bekerja sama dengan Kernel Oil yang dimiliki oleh gerbong Raden Prijono, mantan ketua BP Migas.

Selama menjabat Ketua BP Migas, permainan mafia minyak Raden Prijono banyak dilakukan melalui Kernel Oil dan Parna Raya. Raden Prijono dan Johanes Chandra Ekajaya kuasai saham Kernel Oil yang menjadi mitra impor minyak Petral. Effendi Simbolon dan Artha Meris Simbolon kuasai saham Parna Raya yang menjadi mitra Pertamina di bawah Ari Soemarno.

Gambarannya begini :


  1. Kernel Oil : dikuasai Raden Prijono dan Johanes Chandra Ekajaya melalui Widodo RanataChaitong.
  2. Parna Raya : dikuasai oleh Effendi Simbolon dan Artha Meris Simbolon.
  3. Petral : Ari Soemarno menunjuk Kernel Oil jadi mitra Petral.
  4. Pertamina : Ari Soemarno menunjuk Parna Raya menjadi mitra Pertamina
  5. Kernel Oil dan Parna Raya menjadi mitra kerjasama Pertamina dan Petral.

Selama dinasti Ari Soemarno di Pertamina, bekerja sama dengan kelompok Raden Prijono di BP Migas pola mafia minyak mereka berjalan lancar. Masalah muncul ketika permainan impor minyak ala Ari Soemarno terbongkar. Masih ingat kasus impor minyak Zatapi?

Ari Soemarno ketika menjabat Direktur Utama Pertamina melakukan skandal impor minyak Zatapi yang merugikan negara Rp 500 miliar. Minyak Zatapi adalah skandal minyak oplosan dari Sudan dan Australia. Impor pembelian minyak Zatapi dipelopori oleh Ari Soemarno yang saat itu menjabat Direktur Utama Pertamina. Sebelum Ari Soemarno, impor minyak RI banyak mengambil tipe minyak Azeri. Impor minyak Zatapi dilakukan melalui Gold Manor, perusahaan yang ditunjuk oleh Ari Soemarno.

Gold Manor yang berdiri di Virgin British Island bekerja sama dengan Ari Soemarno untuk impor minyak Zatapi. Impor minyak Zatapi dinilai bermasalah karena hasil lolos uji laboratorium oplosan sudah keluar sebelum dilakukan tender. Selain itu, hasil dari pembelian impor minyak Zatapi, negara dirugikan Rp 500 miliar. Dari 2 faktor itu, tercium adanya dugaan permainan minyak oleh kelompok Ari Soemarno di Pertamina. Pada tahun 2009, Ari Soemarno dicopot dari Direktur Utama Pertamina karena terlibat permainan impor minyak Zatapi.

Baca referensinya disini :

Majalah Tambang :  Ari Soemarno Tergelincir Minyak Zatapi

Lengser karena permainan minyak Zatapi, Ari Soemarno pun digantikan oleh Karen Agustiawan sebagai Direktur Utama Pertamina pada 2009. Di tangan Karen Agustiawan, Pertamina banyak melakukan pembersihan dari praktik Mafia Migas.

Salah satu yang dilakukan Karen Agustiawan adalah memberlakukan proses tender Petral yang transparan. Korban terbesar pembersihan Mafia Migas oleh Karen Agustiawan adalah kelompok mafia migas Ari Soemarno bersama politisi PDIP Effendi Simbolon. Apalagi, BP Migas pimpinan Raden Prijono dibubarkan. Lalu kasus penyuapan Kernel Oil dan Parna Raya juga terungkap. Kongsi gelap Ari Soemarno dengan Raden Prijono di dunia perminyakan di babat habis.

Sadar permainannya sedang dibabat habis, kelompok Ari Soemarno dan Raden Prijono pun menggalang isu Mafia Migas. Berhubung basis kekuatan politik Ari Soemarno ada di PDIP, maka wajar isu Mafia Migas kini digerakkan oleh Jokowi – JK. Buat saya ini kok lebih kelihatan seperti Mafia teriak Mafia? Karena sejatinya, praktik Mafia Migas di Pertamina justru dilakukan pada era dinasti Ari Soemarno yang dibacking politisi PDIP Effendi Simbolon.

Peningkatan Impor dan Subsidi BBM menguntungkan Muhammad Riza Chalid

Lagi-lagi, premis yang dibangun ini adalah sebuah kesalahan logika. Seperti telah saya paparkan di atas, Petral memiliki 55 rekanan impor BBM, dimana kepemilikan Muhammad Riza Chalid hanya 5 perusahaan. Jadi, tidak benar kalau impor BBM hanya menguntungkan Muhammad Riza Chalid.

Premis yang dibangun timses Jokowi seolah-olah peningkatan impor BBM atau minyak terjadi karena kehendak para importir. Ini juga jelas kesalahan atau memang disengaja untuk pembentukan opini dalam rangak menyerang Prabowo – Hatta.

Kebutuhan BBM Indonesia kurang lebih sebanyak 1,5 juta Barel Per Hari (BPH). Volume impor BBM meningkat sejak 2010 dikarenakan produksi 79 Blok Migas yang terus menurun. Sebagai latar belakang, Indonesia saat ini memiliki 263 blok minyak bumi dan gas bumi (migas). Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan eksplorasi-eksplorasi baru. Dari 263 blok Migas yang dimiliki Indonesia saat ini, sebanyak 79 Blok Migas sudah produksi. Sedangkan sisanya 184 Blok Migas masih dalam tahap eksplorasi.

Dari 79 Blok Migas milik Indonesia yang sudah produksi, sekitar 55 Blok Migas (70%) dikelola oleh perusahaan migas asing berskala global. Sebut saja, Chevron, Total, Inpex, ExxonMobil, Petronas, Petrochina, CNOOC, Santos, British Petroleum, Hess, Stat Oil, Eni dan sebagainya

Berikut daftar produksi 79 Blok Migas dan kekurangannya (impor) :


  • 2010 : Produksi 954.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 550.000 BPH.
  • 2011 : Produksi 898.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 600.000 BPH.
  • 2012 : Produksi 861.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 650.000 BPH.
  • 2013 : Produksi 827.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 700.000 BPH.

Faktanya, peningkatan impor minyak / BBM dikarenakan menurunnya produksi 79 Blok Migas. Bahwa importir diuntungkan karena adanya kenaikan permintaan impor, itu benar. Tapi bukan seperti yang dituduhkan Jokowi – JK bahwa impor minyak / BBM meningkat karena permainan importir. Justru yang harus ditanyakan adalah kenapa produksi 79 Blok Migas itu menurun. Apakah ada permainan para kontraktor migas asing yang sengaja menurunkan produksinya untuk tujuan tertentu?

Jangan lupa, pada 2015 – 2021 ada 28 Blok Migas yang akan habis kontrak. Berikut daftar 28 Blok Migas yang akan habis masa kontraknya antara 2015 – 2021 :

2015


  • Pertamina – Costa di Blok Gabang

2017


  • Total EP – Inpex di Blok Mahakam
  • Pertamina di Blok Offshore North West Java (ONWJ)
  • Inpex di Blok Attaka
  • Medco di Blok Lematang

2018


  • Pertamina – Petrochina di Blok Tuban
  • Pertamina – Talisman di Blok Ogan Komering
  • ExxonMobil di Blok North Sumatera Offshore (NSO) B
  • ExxonMobil di Blok NSO Extension
  • CNOOC di Blok Sumatera Tenggara
  • Total EP di Blok Tengah
  • VICO di Blok Sanga-Sanga
  • Chevron di Blok Pasir Barat (West Pasir) dan Attaka

2019


  • Kalrez Petroleum di Blok Bula
  • Citic di Blok Seram Non Bula
  • Pertamina – Golden Spike di Blok Pendopo dan Raja
  • Pertamina – Hess di Blok Jambi Merang

2020


  • Conoco Phillips di Blok South Jambi B
  • Kondur Petroleum di Blok Malacca Strait
  • Lapindo di Blok Brantas
  • Pertamina – Petrochina di Blok Salawati
  • Petrochina di Blok Kepala Burung Blok A
  • Energy Equity di Blok Sengkang
  • Chevron di Blok Makassar Strait Offshore A

2021


  • CPI di Blok Rokan
  • Kalila di Blok Bentu Segat
  • Petronas di Blok Muriah
  • Petroselat di Blok Selat Panjang

Pemerintah RI tentu punya 2 pilihan menghadapi adanya 28 blok migas yang akan habis kontrak :


  1. Tidak perpanjang dan harus segera siapkan kontraktor migas baru yang siap produksi penuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
  2. Perpanjang dan memberikan kontrak blok tambahan kepada kontraktor yang ada agar produksi terpenuhi.

Pemegang konsesi 28 blok migas dimana lebih dari 20 blok migas itu adalah asing, tentu berharap perpanjangan kontrak. Wajar apabila para kontraktor di 28 blok migas itu sengaja menurunkan produksinya. Penurunan produksi migas yang disengaja, akan mendesak pemerintah perpanjang kontrak. Faktanya, penurunan produksi migas hanya memiliki 2 solusi :


  1. Penurunan produksi diselesaikan dengan tingkatkan impor.
  2. Penurunan produksi diselesaikan dengan perpanjang kontrak migas yang ada dan berikan blok baru kepada kontraktor yang sudah ada.

Para kontraktor di 28 blok migas yang akan habis kontrak tentu akan menyukai opsi kedua. Wajar jika kemudian asing-asing ini sengaja menurunkan produksi migas dan menyerang importir. Karena sasaran asing-asing ini adalah memperpanjang kontrak.

Kira-kira begini alurnya :


  1. Pada 2015 – 2021 ada 28 blok migas habis kontrak.
  2. Para kontraktor turunkan produksi untuk tekan pemerintah soal perpanjangan kontrak dan dapatkan blok tambahan.
  3. Solusi jangka pendek pemerintah hadapi penurunan produksi dengan tingkatkan impor.
  4. Importir diserang isu mafia migas agar pemerintah tidak fokus impor, tapi perpanjang kontrak dan pemberian blok tambahan.

Pertanyaannya kemudian, kenapa Jokowi – JK menyalahkan importir migas terkait penurunan produksi migas? Apakah ada yang disembunyikan terkait 28 blok migas yang akan habis kontrak?

Lalu solusi yang ditawarkan Jokowi – JK terkait isu Mafia Migas adalah Pembubaran Petral dan Cabut Subsidi BBM.

Solusi : Pembubaran Petral

Seperti telah dipaparkan di atas, Petral adalah pelaksana tender tunggal impor migas. Monopoli perlu dilakukan agar terjadi keselarasan dengan penetapan harga dan subsidi BBM di APBN. Lagipula, impor BBM / minyak 1 pintu justru lebih efektif dan efisien guna mencegah kelakuan importir nakal ala Ari Soemarno dan skandal Zatapi.

Kalau Petral dibubarkan, tentu saja akan membuat importir BBM / minyak kembali leluasa mengatur suplai BBM / minyak. Kecurangan-kecurangan seperti yang dilakukan gank Ari Soemarno, Raden Prijono, Effendi Simbolon bisa kembali mengendalikan pasar BBM. Faktanya, jejaring Ari Soemarno, Raden Prijono dan Effendi Simbolon kini sedang diambang kehancuran akibat pembersihan yang dilakukan Pertamina. Justru pertanyaannya, apakah pembubaran Petral adalah cara Ari Soemarno, Raden Prijono dan Effendi Simbolon kembalikan kekuasaan mereka?

Solusi : Cabut Subsidi BBM

Solusi yang juga ditawarkan Jokowi – JK untuk menghadapi Mafia Migas adalah mencabut Subsidi BBM. Benarkah pencabutan subsidi BBM semata-mata bertujuan menghantam Mafia Migas? Ataukah ada motif bisnis juga di balik pencabutan Subsidi BBM?

Perlu diketahui, kebutuhan BBM Premium di Indonesia sebanyak 30 juta Kiloliter (KL). Kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Premium hanya 12 juta Kiloliter (KL). Kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Pertamax hanya 1 juta Kiloliter (KL).

Dan perlu juga diketahui, tanpa subsidi, harga BBM Premium akan berkisar di Rp 10.000/liter. Selisih harga BBM Premium dengan Pertamax jika tak ada subsidi hanya berkisar Rp 300 – 500/liter. Artinya, sebagian pengguna BBM Premium akan cenderung memilih BBM Pertamax jika tidak ada Subsidi.

Padahal, kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Pertamax hanya sebanyak 1 juta Kiloliter (KL). Artinya, pencabutan subsidi BBM Premium adalah peluang bagi BBM asing sekelas Pertamax. Anggap dari 30 juta Kiloliter konsumsi BBM Premium, sebanyak 15 juta Kiloliter (50%) beralih ke Pertamax. Pertamina tak akan mampu penuhi demand Pertamax sebanyak itu. Merek-merek BBM asing seperti Shell, Total, Chevron, Petronas, dan sebagainya akan sangat menyukainya. Merek-merek BBM asing akan sangat diuntungkan jika subsidi BBM Premium dicabut dan terjadi migrasi konsumsi ke Pertamax.

Saat ini, sebanyak 40 perusahaan asing telah mengantongi izin mendirikan SPBU merek asing di Indonesia. Masing-masing perusahaan asing itu memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU merek asing. Artinya, apabila Subsidi BBM Premium dicabut, akan ada 800.000 SPBU merek asing siap berdiri di Indonesia. Jumlah yang wajar untuk antisipasi migrasi besar-besaran konsumsi BBM Premium ke BBM kelas Pertamax.

Dari sini bisa kita lihat, bahwa di balik isu Mafia Migas ala Jokowi – JK, ujung-ujungnya adalah membuka keran asing ke BBM dalam negeri.

Tuduhan bahwa Petral memonopoli impor BBM yang menguntungkan importir hanyalah cara lain mengembalikan Mafia Migas yang sesungguhnya. Faktanya, pembubaran Petral akan sangat menguntungkan bagi kelompok mafia migas Ari Soemarno, Raden Prijono dan politisi PDIP Effendi Simbolon.

Tuduhan bahwa segelintir importir sangat diuntungkan dengan adanya Subsidi BBM hanyalah cara lain membuka keran migas asing ke BBM dalam negeri. Faktanya, pencabutan Subsidi BBM akan sangat menguntungkan bagi rencana 40 produsen migas asing buka 800.000 SPBU kelas Pertamax.

Mari kita simak kelanjutan kisahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun