Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mafia Migas, Siapa Diuntungkan?

5 Juli 2014   01:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:27 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy


  1. Tidak perpanjang dan harus segera siapkan kontraktor migas baru yang siap produksi penuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
  2. Perpanjang dan memberikan kontrak blok tambahan kepada kontraktor yang ada agar produksi terpenuhi.

Pemegang konsesi 28 blok migas dimana lebih dari 20 blok migas itu adalah asing, tentu berharap perpanjangan kontrak. Wajar apabila para kontraktor di 28 blok migas itu sengaja menurunkan produksinya. Penurunan produksi migas yang disengaja, akan mendesak pemerintah perpanjang kontrak. Faktanya, penurunan produksi migas hanya memiliki 2 solusi :


  1. Penurunan produksi diselesaikan dengan tingkatkan impor.
  2. Penurunan produksi diselesaikan dengan perpanjang kontrak migas yang ada dan berikan blok baru kepada kontraktor yang sudah ada.

Para kontraktor di 28 blok migas yang akan habis kontrak tentu akan menyukai opsi kedua. Wajar jika kemudian asing-asing ini sengaja menurunkan produksi migas dan menyerang importir. Karena sasaran asing-asing ini adalah memperpanjang kontrak.

Kira-kira begini alurnya :


  1. Pada 2015 – 2021 ada 28 blok migas habis kontrak.
  2. Para kontraktor turunkan produksi untuk tekan pemerintah soal perpanjangan kontrak dan dapatkan blok tambahan.
  3. Solusi jangka pendek pemerintah hadapi penurunan produksi dengan tingkatkan impor.
  4. Importir diserang isu mafia migas agar pemerintah tidak fokus impor, tapi perpanjang kontrak dan pemberian blok tambahan.

Pertanyaannya kemudian, kenapa Jokowi – JK menyalahkan importir migas terkait penurunan produksi migas? Apakah ada yang disembunyikan terkait 28 blok migas yang akan habis kontrak?

Lalu solusi yang ditawarkan Jokowi – JK terkait isu Mafia Migas adalah Pembubaran Petral dan Cabut Subsidi BBM.

Solusi : Pembubaran Petral

Seperti telah dipaparkan di atas, Petral adalah pelaksana tender tunggal impor migas. Monopoli perlu dilakukan agar terjadi keselarasan dengan penetapan harga dan subsidi BBM di APBN. Lagipula, impor BBM / minyak 1 pintu justru lebih efektif dan efisien guna mencegah kelakuan importir nakal ala Ari Soemarno dan skandal Zatapi.

Kalau Petral dibubarkan, tentu saja akan membuat importir BBM / minyak kembali leluasa mengatur suplai BBM / minyak. Kecurangan-kecurangan seperti yang dilakukan gank Ari Soemarno, Raden Prijono, Effendi Simbolon bisa kembali mengendalikan pasar BBM. Faktanya, jejaring Ari Soemarno, Raden Prijono dan Effendi Simbolon kini sedang diambang kehancuran akibat pembersihan yang dilakukan Pertamina. Justru pertanyaannya, apakah pembubaran Petral adalah cara Ari Soemarno, Raden Prijono dan Effendi Simbolon kembalikan kekuasaan mereka?

Solusi : Cabut Subsidi BBM

Solusi yang juga ditawarkan Jokowi – JK untuk menghadapi Mafia Migas adalah mencabut Subsidi BBM. Benarkah pencabutan subsidi BBM semata-mata bertujuan menghantam Mafia Migas? Ataukah ada motif bisnis juga di balik pencabutan Subsidi BBM?

Perlu diketahui, kebutuhan BBM Premium di Indonesia sebanyak 30 juta Kiloliter (KL). Kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Premium hanya 12 juta Kiloliter (KL). Kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Pertamax hanya 1 juta Kiloliter (KL).

Dan perlu juga diketahui, tanpa subsidi, harga BBM Premium akan berkisar di Rp 10.000/liter. Selisih harga BBM Premium dengan Pertamax jika tak ada subsidi hanya berkisar Rp 300 – 500/liter. Artinya, sebagian pengguna BBM Premium akan cenderung memilih BBM Pertamax jika tidak ada Subsidi.

Padahal, kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Pertamax hanya sebanyak 1 juta Kiloliter (KL). Artinya, pencabutan subsidi BBM Premium adalah peluang bagi BBM asing sekelas Pertamax. Anggap dari 30 juta Kiloliter konsumsi BBM Premium, sebanyak 15 juta Kiloliter (50%) beralih ke Pertamax. Pertamina tak akan mampu penuhi demand Pertamax sebanyak itu. Merek-merek BBM asing seperti Shell, Total, Chevron, Petronas, dan sebagainya akan sangat menyukainya. Merek-merek BBM asing akan sangat diuntungkan jika subsidi BBM Premium dicabut dan terjadi migrasi konsumsi ke Pertamax.

Saat ini, sebanyak 40 perusahaan asing telah mengantongi izin mendirikan SPBU merek asing di Indonesia. Masing-masing perusahaan asing itu memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU merek asing. Artinya, apabila Subsidi BBM Premium dicabut, akan ada 800.000 SPBU merek asing siap berdiri di Indonesia. Jumlah yang wajar untuk antisipasi migrasi besar-besaran konsumsi BBM Premium ke BBM kelas Pertamax.

Dari sini bisa kita lihat, bahwa di balik isu Mafia Migas ala Jokowi – JK, ujung-ujungnya adalah membuka keran asing ke BBM dalam negeri.

Tuduhan bahwa Petral memonopoli impor BBM yang menguntungkan importir hanyalah cara lain mengembalikan Mafia Migas yang sesungguhnya. Faktanya, pembubaran Petral akan sangat menguntungkan bagi kelompok mafia migas Ari Soemarno, Raden Prijono dan politisi PDIP Effendi Simbolon.

Tuduhan bahwa segelintir importir sangat diuntungkan dengan adanya Subsidi BBM hanyalah cara lain membuka keran migas asing ke BBM dalam negeri. Faktanya, pencabutan Subsidi BBM akan sangat menguntungkan bagi rencana 40 produsen migas asing buka 800.000 SPBU kelas Pertamax.

Mari kita simak kelanjutan kisahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun