Mohon tunggu...
Ratri Setyawati
Ratri Setyawati Mohon Tunggu... -

Tidak ada alasan untuk tak bersedekah kepada sesama. Karena sedekah tidak harus berupa harta. Bisa berupa ilmu, tenaga, bahkan senyum.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jilbabku Penutup Aurat atau Ubanku

17 Mei 2013   08:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:27 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian salah kaprah di masyarakat tentang jilbab adalah kerudung atau penutup kepala. Pada tahun 1995 orang berjilbab di sekitarku masih sangat langka. Pada waktu itu aku tiba-tiba memutuskan memakai jilbab jika keluar rumah. Ini gara-gara gadis kecilku yang saya masukkan sekolah di LPI di kotaku. Awalnya aku hanya berkerudung jika mengantar gadis kecilku ke sekolah. Di luar itu aku biasa-biasa saja, asal berpakaian rapi dan sopan tanpa berjilbab.

Pertama kali aku berjilbab di tempat kerjaku, temen-temen kerjaku mlongo seperti melihat barang aneh melihatku. Dan sepertinya mereka-mereka tidak nyaman berdekatan denganku.

Suatu hari ada seorang teman dengan hati-hati bertanya kepadaku.

“Maaf bu…, boleh aku bertanya.” Dia bertanya seperti orang ketakutan.

Aku tersenyum dan menjawab.

“Silahkan bu…..!”

Si ibu itu melanjutkan pertanyaan.

“Sebelumnya saya minta maaf…! Kenapa ibu pakai jilbab….?”

Aku tersenyum dan berfikir sambil kugenggam tangannya. Dan aku menjawab.

“He he he…. ini rambutku mulai beruban, dan sekarang kulitku kalau kena matahari jadi gatal-

gatal.”Ini jawabku, karena aku tak ingin melukai mereka. Seketika itu ibu yang bertanya padaku jadi lega dan tersenyum bahagia. Dan setelah itu teman-temanku yang lain tidak merasa risih berdekatan denganku.

Dua bulan kemudian.

Seorang teman yang cantik berambut ikal hitam dan indah mendekatiku danduduk disampingku.

Tiba-tiba dia bertanya.

“Bu…! Kok ibu tidak mengajak aku…!”

Aku menjawab dengan heran.

“Lho…, mengajak kemana, aku tidak kemana-mana…?”

Dia melanjutkan bicaranya.

“Maksudku…, mengajak aku berpakaian seperti ibu.”

Aku tersenyum dan mejawabnya.

“O….., silahkan bu….! Alhamdulillah…ibu berkenan.”

Dan selanjutnya dengan berjalannya waktu setiap bulan, setiap tahun teman-temanku berganti pakaian seperti yang aku kenakan, tanpa aku mengajaknya. Dan sekarang hampir 90 % teman-teman wanita ditempatku bekerja sudah memakai jilbab. Entah itu trend atau memang karena terbuka hatinya aku tak perduli. Itu bukan urusan aku. Dan kini yang aku lihat mereka-mereka jauh lebih cerdas memaknai hidupnya dari pada aku yang makin bodoh dimakan usiaku. Dan aku percaya Tuhan tahu isi hati setiap hamba-hambanya.

Jika kamu mencintainya berikanlah tauladan yang baik untuknya

Salam Damai Untuk Negeriku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun