Pengertian salah kaprah di masyarakat tentang jilbab adalah kerudung atau penutup kepala. Pada tahun 1995 orang berjilbab di sekitarku masih sangat langka. Pada waktu itu aku tiba-tiba memutuskan memakai jilbab jika keluar rumah. Ini gara-gara gadis kecilku yang saya masukkan sekolah di LPI di kotaku. Awalnya aku hanya berkerudung jika mengantar gadis kecilku ke sekolah. Di luar itu aku biasa-biasa saja, asal berpakaian rapi dan sopan tanpa berjilbab.
Pertama kali aku berjilbab di tempat kerjaku, temen-temen kerjaku mlongo seperti melihat barang aneh melihatku. Dan sepertinya mereka-mereka tidak nyaman berdekatan denganku.
Suatu hari ada seorang teman dengan hati-hati bertanya kepadaku.
“Maaf bu…, boleh aku bertanya.” Dia bertanya seperti orang ketakutan.
Aku tersenyum dan menjawab.
“Silahkan bu…..!”
Si ibu itu melanjutkan pertanyaan.
“Sebelumnya saya minta maaf…! Kenapa ibu pakai jilbab….?”
Aku tersenyum dan berfikir sambil kugenggam tangannya. Dan aku menjawab.
“He he he…. ini rambutku mulai beruban, dan sekarang kulitku kalau kena matahari jadi gatal-
gatal.”Ini jawabku, karena aku tak ingin melukai mereka. Seketika itu ibu yang bertanya padaku jadi lega dan tersenyum bahagia. Dan setelah itu teman-temanku yang lain tidak merasa risih berdekatan denganku.
Dua bulan kemudian.
Seorang teman yang cantik berambut ikal hitam dan indah mendekatiku danduduk disampingku.
Tiba-tiba dia bertanya.
“Bu…! Kok ibu tidak mengajak aku…!”
Aku menjawab dengan heran.
“Lho…, mengajak kemana, aku tidak kemana-mana…?”
Dia melanjutkan bicaranya.
“Maksudku…, mengajak aku berpakaian seperti ibu.”
Aku tersenyum dan mejawabnya.
“O….., silahkan bu….! Alhamdulillah…ibu berkenan.”
Dan selanjutnya dengan berjalannya waktu setiap bulan, setiap tahun teman-temanku berganti pakaian seperti yang aku kenakan, tanpa aku mengajaknya. Dan sekarang hampir 90 % teman-teman wanita ditempatku bekerja sudah memakai jilbab. Entah itu trend atau memang karena terbuka hatinya aku tak perduli. Itu bukan urusan aku. Dan kini yang aku lihat mereka-mereka jauh lebih cerdas memaknai hidupnya dari pada aku yang makin bodoh dimakan usiaku. Dan aku percaya Tuhan tahu isi hati setiap hamba-hambanya.
Jika kamu mencintainya berikanlah tauladan yang baik untuknya
Salam Damai Untuk Negeriku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H