Mohon tunggu...
Ratri Puspita
Ratri Puspita Mohon Tunggu... Freelancer - Lifelong learner, Volunteer with Heart, Passionate about writing and blogging, Addicted to books,

@ratweezia, gowritingyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Pandemi Mendidik Ibu

22 Desember 2020   20:48 Diperbarui: 22 Desember 2020   21:04 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Hari Ibu pada masa pandemi Covid-19 ditandai perubahan cara pandang terhadap seorang ibu khususnya dan perempuan pada umumnya. Tepatnya, ibu memiliki makna yang lebih dalam pada masa kini. “Masa dan medan perjuangan” yang berbeda mengubah cara pandang itu. Akan tetapi, tetap ada identitas yang sama di dalam diri seorang ibu, baik di masa lalu maupun sekarang yang dibentuk akibat efek pandemi Covid-19.

Ibu yang ideal sejak dulu merupakan sosok yang melulu dihormati. Hal itu, antara lain, dapat kita lihat dari alasan kita merayakan Hari Ibu setiap 22 Desember. Bonnie Triyana (2011) memberi pencerahan bahwa latar belakang peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda dari peringatan serupa, misalnya di Amerika Serikat. 

Hari Ibu di Indonesia didasarkan pada hari dimulainya Kongres Perempuan Indonesia pertama, 22 Desember 1928. Dan, yang terpenting adalah kongres tersebut ingin memperjuangkan harga diri perempuan dan posisi yang adil di masyarakat. Kedua hal itu tentu saja sudah terkandung di dalam diri perempuan, tapi direpresi oleh budaya patriarki, khususnya kebiasaan poligami yang berkembang sejak dulu.

Sejarah Indonesia ikut menunjukkan bahwa para ibu sungguh menunjukkan harga diri dan kelayakan mendapat posisi di dalam masyarakat. Tokoh-tokoh perempuan seperti R. A. Kartini, Dewi Sartika, dan Ibu Ruswo dengan kekhasan masing-masing ikut berjuang, baik melawan penjajah maupun mengupayakan emansipasi perempuan. Ibu Kartini dan Ibu Dewi Sartika memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Ibu Ruswo mengusahakan makanan bagi para pejuang Indonesia melalui dapur umum.

Sampai saat ini pun para ibu masih terus menampilkan diri sebagai orang yang punya harga diri tinggi dan layak dihormati di manapun mereka berada. Sementara karakter yang ditunjukkan tetap sama, ranah perjuangannya sangat berbeda. Baru-baru ini, misalnya, dua ibu diakui oleh dunia internasional berkat kompetensi dan kontribusi mereka di bidang sains. 

Ibu yang pertama, Adi Utarini, masuk ke dalam daftar "Nature's 10: Ten People Who Helped Shape Science in 2020" dari jurnal ilmu pengetahuan Nature berkat penelitiannya terhadap teknologi pemberantasan demam berdarah. 

Sementara ibu yang lain, Tri Mumpuni, turut mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk desa terpencil di Indonesia; kontribusi tersebut menjadikannya termasuk ke dalam daftar 22 Most Influential Muslim Scientists dalam daftar The 500 Most Influential Muslims yang diterbitkan Royal Islamic Strategic Studies Centre.

Selain kedua ibu tersebut, ada banyak ibu yang berjuang mendampingi anak-anak mereka saat belajar jarak jauh. Kecenderungan anak-anak yang melihat ibunya sebagai sosok serba tahu memaksa para ibu belajar ekstra cepat lalu sesegera mungkin mempraktikkan hasil belajarnya supaya anak-anak dapat mengikuti kegiatan belajar jarak jauh, antara lain, memahami penggunaan internet, mengajari anak mengisi Google Form,  maupun mengoperasikan platform video komunikasi Zoom. 

Ibu-ibu bentukan pandemi Covid-19 dididik menjadi pribadi yang tak hanya tangguh, tetapi juga memiliki semangat belajar dalam menanggapi perkembangan teknologi. 

Selamat Hari Ibu! []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun