Mohon tunggu...
Ratna
Ratna Mohon Tunggu... -

Sustainable Development for All

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Antara “MDGs” dan “SDGs”

21 Februari 2015   19:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:46 3728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak sedikit manusia yang hidupnya sangat menaruh perhatian pada angka-angka, mulai dari berat badan, ukuran celana, harga beras, sampai dengan jumlah pendapatannya. Namun berapa banyak yang menaruh perhatian dengan angka-angka terkait capaian pembangunan di Indonesia, khususnya yang terkait dengan upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals)?

Di tahun 2000, ada sekitar 193 negara dan kurang lebih 23 organisasi internasional yang menyepakati Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) untuk mengurangi  separuh angka kemiskinan di dunia, dengan delapan (8) target pembangunan yang menjadi kesepakatan global pada saat itu. 8 target tersebut antara lain adalah:


  1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
  2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
  3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
  4. Menurunkan angka kematian anak
  5. Meningkatkan kesehatan ibu
  6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya
  7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
  8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan

Bappenas di tahun 2012 mengeluarkan laporan capaian MDGs di tahun 2011 dimana upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia menunjukkan kemajuan yang ditunjukkan dengan menurunnya proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional (penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1 per hari) dari 15,10 persen (tahun 1990) menjadi 12,49 persen (2011). Namun hal ini belum menunjukkan kesetaraan dalam proses pembangunan dimana telah terjadi ketimpangan distribusi pendapatan rakyat yang kian melebar. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien gini sejak tahun 2010 hingga 2013 meningkat dari 0,38 menjadi 0,41 (Badan Pusat Statistik, 2014). Hal ini berarti jurang (gap) antara orang kaya dan orang miskin semakin lebar.

Pada tahun 2011, angka partisipasi murni SD telah mencapai 95,55 persen; proporsi murid kelas I yang berhasil mencapai kelas VI adalah 96,58 persen; dan angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan sudah mencapai 98,75 persen dan laki-laki mencapai 98,80 persen (laporan Bappenas, 2012). Sementara menurut pemetaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di 40,000 sekolah pada tahun 2012, ada sekitar 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi Standard Pelayanan Minimal (SPM) pendidikan. Hasil pemetaan akses dan mutu pendidikan pada tahun 2013 dan 2014 (The Learning Curve, Pearson), Indonesia berada di posisi ke-40 dari 40 negara (Sumber: Presentasi Anies Baswedan dalam Silaturahmi Kementerian dengan Kepala Dinas di Jakarta, Desember 2014).

Kembali menurut laporan Bappenas tahun 2012, penurunan angka kematian balita telah terjadi dari 97 (tahun 1991) menjadi 44 per seribu kelahiran hidup (tahun 2007); Sementara target MDGs adalah 32 per seribu kelahiran hidup di tahun 2015.  Penurunan angka kematian bayi dari 68 menjadi 34 per seribu kelahiran. Sementara target MDGs adalah 23 per seribu kelahiran di tahun 2015. Angka kematian neonatal (bayi baru lahir) dari 32 menjadi 19 per seribu kelahiran.  Hal ini stagnan tidak berubah sejak tahun 2007 sampai tahun 2012. Angka kematian ibu baru dapat ditekan dari 390 (tahun 1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (tahun 2007). Sementara target MDGs adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Untuk hal ini, Indonesia diperkirakan akan sulit mencapai target MDGs dan membutuhkan upaya ekstra untuk mendekati target tersebut.

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa ada banyak hal yang masih perlu diselesaikan jika Indonesia ingin menjadi negara yang makmur dan adil. Akankah pekerjaan rumah itu diteruskan atau berhenti seiring dengan berakhirnya masa MDGs di tahun 2015 ini?

Beberapa pimpinan negara di dunia memutuskan bahwa upaya pengentasan kemiskinan harus diteruskan meskipun MDGs telah berakhir. Diskusi dan negosiasi baik di tingkat global maupun nasional terkait dengan agenda pembangunan pasca-MDGs atau yang dikenal dengan pasca-2015 telah berlangsung sejak tahun 2012 dan menghasilkan dokumen usulan yang bernama Sustainable Development Goals (SDGs). Proses konsultasi yang melibatkan lembaga masyarakat sipil telah menjadikan dokumen ini berbeda dengan deklarasi millennium PBB atau MDGs. Dokumen ini berisikan 17 gol dan 169 target yang akan menjadi acuan agenda pembangunan pasca-MDGs atau pasca-2015 untuk kurun waktu 15 tahun ke depan. Sebagai usulan, tentunya dokumen ini masih perlu disempurnakan sampai dengan tenggat akan disahkannya agenda pembangunan pasca-2015 pada bulan September 2015 di Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa ke-70 di New York.

Sejak Januari sampai dengan Juli 2015 yang akan datang, agenda ini menjadi topik negosiasi antar negara-negara anggota PBB, termasuk indikator-indikator yang akan disepakati bersama untuk pengurangan angka kemiskinan di dunia dan prinsip-prinsip yang akan digunakan sebagai panduan proses pembangunan berkelanjutan, diantaranya adalah prinsip “Leave No One Behind” . Prinsip ini mengedepankan pembangunan yang inklusif, adil dan memastikan bahwa tidak ada satu targetpun yang bisa dikatakan terpenuhi jika masih ada kelompok masyarakat (anak, perempuan, masyarakat adat, masyarakat dengan disabilitas, dsb) yang ditinggalkan dalam proses dan hasil pembangunan.

Komitmen serius dan ambisius dari para pemimpin negara, termasuk Indonesia, diperlukan untuk memastikan bahwa agenda pembangunan yang akan disepakati nanti, akan memberikan manfaat semua warga negara, bahkan yang paling sulit dijangkau, misalnya anak-anak di daerah yang paling terpencil dan miskin. Pembangunan yang tidak hanya terpaku pada angka-angka tapi juga memperhatikan kualitas dan jangkauan akan menjadi sebuah tonggak sejarah Indonesia dan dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun