Saat ditemui wartawan pada Agustus 2024 silam, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan ada 101 korban kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang tahun 2024. Sebesar 69% adalah anak laki-laki dan 31% anak perempuan.
"Tercatat bahwa dari 8 kasus kekerasan seksual, 62,5% atau 5 kasus terjadi di Lembaga Pendidikan di bawah Kementerian Agama dan 3 kasus terjadi di satuan pendidikan berasrama. Sedangkan 37.5% kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama" ujar FGSI
Tak sampai disitu, bahkan sampai saat ini kasus terus bertambah dan ditemukan diberbagai wilayah. Tentu saja ini menjadi keprihatinan kita bersama, hingga kemudian muncul pertanyaan apa yang terjadi pada guru di Indonesia?
Guru yang sejatinya sebagai pendidik generasi, yang melalui tangannyalah anak-anak generasi dibina menjadi pribadi yang lebih baik. Namun pada faktanya justru guru yang merusak kehidupan mereka. Bagaimana bisa output pendidikan generasi emas terbentuk jika proses pendidikan dijalankan oleh pendidik yang rusak. Banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru menunjukkan kegagalan sistem pendidikan yang berjalan saat ini.
Kehidupan sekuler liberal telah menghancurkan fitrah manusia, tidak hanya menghancurkan generasi tapi juga guru sebagai seseorang yang harusnya digugu dan ditiru. Sekulerisme pun menjadi asas dalam pelaksanaan sistem pendidikan hari ini. Gaya hidup sekuler telah menjauhkan guru dari profil diri pendidik. Dalam kehidupan sekuler kapitalis guru kehilangan jati dirinya sebagai pendidik generasi. Mereka juga ikut bergaya hidup sekuler liberal. Bahkan tega berlaku buruk kepada anak didiknya, dari pelecehan seksual sampai kekerasan fisik.
Sekulerisme melahirkan pemikiran liberal dan mempengaruhi cara pandang seseorang dalam bersikap dan berprilaku. Ditambah sistem kehidupan negara yang sekuler juga menjadi surga pornografi dan pornoaksi yang dapat membangkitkan naluri seksual.
Ketika seorang guru tidak mampu mengendalikan naluri seksual karena sudut pandang sekuler yang rusak, maka wajar jika anak didiknyalah yang kemudian berpeluang untuk menjadi korban pemuasan nafsu bejatnya. Disisi lain pola kehidupan sekuler membuka pintu lebar kebebasan dalam bergaul, sehingga tidak ada batasan pergaulan antara perempuan dan laki-laki termasuk dalam hal ini pergaulan antara guru dan murid.
Nampak bahwa kekacauan yang menyelimuti dunia pendidikan tersebut bersifat sistemik, bukan sekadar masalah individu. Dengan demikian, kita memerlukan solusi yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh, sehingga dapat menciptakan guru-guru yang berkualitas dan selanjutnya menghasilkan generasi yang cerdas dan berakhlak.
Butuh Solusi yang Menyentuh Akar Persoalan
Dalam Islam, seorang guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik bagi generasi umat. salah satu tokoh utama dalam membangun peradaban Islam adalah para pendidik. Oleh sebab itu, para pendidik seharusnya merupakan individu yang saleh, memiliki akhlak yang baik, memiliki pengetahuan yang memadai, disiplin, profesional, serta memiliki keterampilan dalam pengajaran.
Guru merupakan pelaku penting bagi pencetak sumberdaya manusia yang berkualitas dan unggul. Guru memiliki peran strategis dalam membangun peradaban. Seorang guru tidak hanya harus mengajar dengan baik tetapi juga harus mengetahui cara mendidik siswanya dengan memadukan ilmu dan keyakinan dalam manajemen pembelajaran.
Dalam perspektif Islam, guru yang kompeten mempunyai dua nilai, yaitu akhlak mulia dan profesionalisme pendidik. Di sinilah letak peran strategis guru dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas.