Mohon tunggu...
Ratnawati
Ratnawati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang ibu, guru, santri, penggiat literasi, aktivis peduli generasi

Meninggalkan rekam jejak dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gawat, Indonesia Darurat Bullying

10 Maret 2024   00:58 Diperbarui: 10 Maret 2024   01:02 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan generasi semakin miris dan memperihatinkan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah perilaku bullying yang muncul dikalangan remaja. Namun kasus tersebut terus berulang terjadi. Belakangan ini beredar video perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja putri di Batam. Dalam video tersebut seorang remaja putri mendapatkan kekerasan dari dipukul hingga di tendang. Tidak hanya satu video tapi ada dua video beredar yang dilakukan oleh pelaku yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersebut kerap mereka lakukan.

Dari berbagai video yang beredar bahwa perilaku bullying tidak hanya dilakukan oleh remaja putra tapi juga dilakukan dikalangan remaja putri. Dengan demikian, kekerasan yang terjadi dikalangan remaja menyasar disegala kalangan bahkan lebih miris lagi tidak hanya sekolah menengah namun sampai sekolah dasar hingga pesantren.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan berbagai pihak, sebagai upaya untuk mencegah bullying yang terjadi dikalangan remaja. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang 2023. Hampir separuh, terjadi di lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren, dan kasus ini terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan sebelumnya dari penelitian Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus bullying terbanyak kelima di dunia. Menurut data Programme for International Students Assessment (PISA) anak dan remaja di Indonesia mengalami 15 persen intimidasi, 19 persen dikucilkan, 22 persen dihina, 14 persen diancam, 18 persen didorong sampai dipukul teman dan 20 persen digosipkan kabar buruk.

Tak hanya itu United Nation International Children's Emergency Fund (UNICEF) mencatat bahwa Indonesia memiliki persentase tinggi terkait kekerasan anak. Bila dibandingkan negara Asia lainnya seperti Vietnam, Nepal maupun Kamboja, Indonesia menempati posisi yang lebih tinggi.

Melihat Akar Persoalan

Kasus bullying yang terus meningkat dan terjadi diberbagai kalangan sekolah menunjukkan bahwa ini bukan lagi persoalan individu remaja tapi ini merupakan persoalan yang menyeluruh muncul pada generasi muda kita. Jika persoalan terus berkembang ditengah masyarakat artinya ada budaya kekerasan yang hidup pada generasi. Kekerasan sudah menjadi lumrahisasi yang dikalangan remaja dianggap sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah mereka. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari apa yang mereka amati dan dapatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hiburan yang kerap dinikmati dalam kehidupan bermasyarakat seringkali mengekploitasi seksualitas, kekerasan, dan sarat dengan kebebasan berperilaku.  Contoh sederhana game-game kekeraan yang selalu dinikmati oleh ramaja, film-film action yang kerap menghiasi dunia perfilman. Hal ini menjadi insight tersendiri bagi remaja sehingga mempengaruhi alam bawah sadar mereka dalam berprilaku dan bersikap. Tontonan ini pun diperparah dengan apa yang mereka saksikan sendiri dalam kehidupan keluarga dan masyarakat baik itu bullying hingga tawuran, menambah fakta yang terindera dalam kehidupan generasi. Sehingga munculnya lumrahisasi kekerasan dalam sikap mereka.

Kalau ini sudah menjadi budaya artinya ada pola pikir  yang berkembang dalam kehidupan baik itu dalam keluarga, masyarakat dan negara. Pola pikir yang berkembang dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini menjadikan sekulerisme sebagai dasar dalam berpikir sehingga perilaku kebebasan berkembang dalam sikap yang muncul dalam generasi. Sekulerisme inilah yang menjadi dasar dalam pola asuh di lingkungan keluarga, dalam interaksi di tengah masyarakat dan di dalam pembuatan aturan negara, akhirnya kepribadian mulia tidak terbentuk pada generasi. Perilaku kekerasan yang berkembang pada generasi saat ini adalah buah dari penerapan sekulerisme yang telah berjalan begitu lama. Sekulerisme ini pun melahirkan peradaban yang materialistis. Standar kebahagian yang muncul ditengah-tengah generasi dinilai dari materi dan kepuasan diri, tanpa memandang apakah itu membahyakan bagi nyawa ataupun tidak. Penghargaan terhadap jiwa pun sangat lemah bahkan berangsur menghilang hal ini ditandai dengan anak yang berhadapan dengan hukum yang tak lain mereka sebagai pelaku kekerasan pun semakin menjamur. Berdasarkan akar persolan ini maka tidak ada jalan lain, perilaku bullying maupun kekerasan ini hanya bisa dituntaskan dengan mengganti peradaban yang materialistik ini dengan peradaban alternatif yang penuh dengan kasih sayang yang memili penghargaan tinggi terhadap jiwa manusia.

Solusi Peradaban Alternatif

Peradaban materialistik yang menjadikan sekulerisme sebagai asasnya telah terbukti gagal memberikan keamanan bagi generasi dan menimbulkan problem yang begitu parah hingga terjadinya degradasi moral yang sangat membahayakan keberlangsungan hidup para remaja. Peradaban semacam ini harus segera ditinnggalkan dan mengganti dengan peradaban yang penuh dengan kasih sayang. Hal ini dapat kita saksikan dalam peradaban Islam. Lebih dari 1300 tahun kehidupan yang dibangun dengan peradaban Islam mengajarkan kita bagaimana budaya kasih sayang yang muncul di tengah masyarakat.

Rekam jejak emas peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis bahkan oleh orang non-muslim. Sebagai contoh adalah apa yang dikatakan Will Durant seorang sejarawan barat. Buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dia mengatakan,

"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka"

Islam membangun peradaban berladaskan hukum-hukum syariat. Semuanya diukur dengan ketentuan syariat baik itu halal dan haram, boleh tidak boleh, makruf tidak makruf, baik ataupun buruk. Begitu pula penjagaan Islam terhadap generasi tidak bisa dilepaskan dari penghargaan Islam terhadap nyawa.

Firman Allah SWT dalam Surat Al Maidah ayat 32 yang artinya: 

"Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya"

Penghargaan terhadap nyawa ini kemudian diikuti dengan sanksi yang tegas ketika terjadi pelanggaran. Dalam kitab Nizham al-Uqubat fi Al-Islam, Syekh Abdurahman al-Maliki menyebutkan sanksi bagi pembunuh tidak sengaja adalah wajib membayar diat. Satu diat setara 1.000 dinar dan satu dinar setara 4,25 gram emas.

Bagi yang melakukan penganiayaan akan diberi sanksi sesuai luka yang dialami korban. Bagi yang menganiaya sampai melukai kepala akan didenda 1/3 diat dan satu kaki 1/2 diat. Adapun bagi yang membunuh dengan sengaja, ia dihukum mati. Hal ini berlaku pada warga negara dalam peradaban Islam. Mengenai sanksi bagi orang yang memfitnah, mencela orang lain, mengolok-ngolok orang lain dan pelanggaran yang lain terhadap harga diri, ia diberi sanksi penjara. Lama dan tidaknya tergantung besar-kecil kesalahannya. (Syekh Abdurahman al-Maliki, Nizham Uqubat fi Al-Islam).

Inilah keagungan ajaran Islam, sangat menjaga dan menghargai manusia. Hal ini menjadikan setiap individu berhati-hati dalam bertindak, agar jangan sampai perbuatannya menghilangkan nyawa orang lain. Dan ini diberlakukan pada setiap individu yang sudah mencapai aqil baliq atau dalam rentang usia 15 tahun. Sehingga mampu memberikan efek jera di tengah masyarakat.

Selain dengan pemberian sanksi yang tegas penghargaan terhadap nyawa, peradaban yang penuh kasih sayang juga terwujud melalui pola pendidikan yang khas. Pendidikan generasi bukan bersandar kepada kesuksesan materi melainkan dibangun dengan aqidah Islam yang mendidik generasi dalam rangka ibadah kepada Allah, bagaimana ilmu yang dimiliki digunakan untuk kebaikan umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun