Mohon tunggu...
Ratna Sugiarti
Ratna Sugiarti Mohon Tunggu... -

berbagi dalam suasana kehenigan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terlalu PD, Berimbas Hancurnya Partai Hanura

2 April 2014   00:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:12 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Undang-Undang (UU) Pemilihan Presiden (Pilpres) Nomer 42 Tahun 2008 yang menyatakan angka ambang batas bagi partai politik untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold), sebesar 20 persen dianggap bakal menghambat pencalonan partai partai yang bertarung di pemilu 2014. Ambang batas minimal menurut UU Pilpres Pasal 9, pasangan capres-cawapres harus diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhiperolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR-RI atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR-RI.

Presidential threshold “memaksa” partai politik untuk berkoalisi, karena diyakini tidak akan ada parpol yang meraih suara mayoritas. Tradisi berkoalisi juga diyakini sesuai dengan kultur politik Indonesia yang mementingkan kolektivisme atau gotong royong.  presidential threshold dimaksudkan untuk menyeleksi pasangan calon presiden-wapres sejak awal (semacam preliminary election) sebelum pemilu sesungguhnya, sehingga diharapkan hanya kandidat yang teruji dan berkualitas yang akan dimajukan atau diusulkan sebagai riil pasangan capres-cawapres.  Presidential threshold juga dimaksudkan sebagai alasan untuk memperkuat sistem presidensial, mengefektifkan pemerintahan presiden wapres terpilih, penyederhanaan sistem kepartaian, dan membantu pemilih menyeleksi capres-cawapres.

Melihat fenomena pemilu 2014 dengan aturan yang telah di tetepkan maka, akan menjadi beban berat bagi Partai yang sudah dari awal mendeklarasikan Presiden dan wakilnya di awal. Sebut saja partai Hanura misalnya, dari awal partai yang mengusung nama Wiranto dan Harry Tanoesoedibjo (WIN-HT). suka atau tidak Hanura sudah menutup kompromi untuk berkualisi, karena partai Hanura sudah memeiliki calon Presiden dan wapresnya dengan keyakinan walau suara perolehan pemilu legislatifnya belum dihasilkan. Butuh kerja keras yang eksta jika memang harapan untuk Partai Hanura bila memang mencapai apa yang di inginkan, kualisi menjadi syarat utama menjadikan calon presiden sebuah partai akan terwujud. Partai partai besar yang sudah puluhan tahun berkarya dalam perpolitikan di Indonesia masih mengaggap bahwa kualisi menjadi penting.

Nada pesimis juga muncul dari kalangan internal partai hanura, Ketua DPP Partai Hanura Fuad Bawazir mengaku tidak yakin jika partainya akan dapat mendaftarkan Wiranto dan Harry Tanoesoedibjo (WIN-HT) sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu presiden mendatang. Ia meragukan Hanura mampu menembus ambang batas pengusungan presiden seperti diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilu Presiden. "Saya tidak yakin bahwa Hanura akan bisa mengajukan capres dan cawapres. Itu pasti ada perubahan," kata Bawazir seusai menghadiri kegiatan Tabligh Akbar Pengajian Politik Islam (TAPI) di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Minggu (30/3/2014). Tidak berubahnya aturan presidential threshold sebesar 20 persen kursi di parlemen membuat keberlanjutan pasangan WIN-HT kian suram. Partai Hanura selaku partai pengusung diragukan mampu capai presidential threshold. Partai Hanura memang terlampau pede usung WIN-HT sejak jauh-jauh hari, bahkan sebelum pemilu dimulai.

Partai Hanura dinilai terlalu PD (Percaya Diri) memasangkan, Wiranto-Hary Tanoesoedibjo pada Pilpres 2014. Bahkan Hanura terlalu optimistis dengan duet capres dan cawapres yang diusungnya. Padahal, Wiranto selalu gagal dalam dua pilpres sebelumnya, yaitu sebagai capres pada Pemilu 2004 dan cawapres pada Pemilu 2009. Keputusan ini dinilai terlalu dini, dan dapat menurunkan citra Hanura di mata pemilih. Selain itu, keputusan Hanura untuk mencalonkan Wiranto dan Hary Tanoe juga merupakan sebuah langkah yang blunder. Sebab, keduanya dinilai bukan seorang tokoh yang diidamkan oleh masyarakat, seperti yang tercermin dalam hasil survei berbagai lembaga survei nasional akhir-ahir ini. keputusan deklarasi mantan Panglima TNI dan bos MNC grup itu justru akan melemahkan perolehan suara Hanura di Pemilu 2014.

Bukan hanya terbentur Presidential Threshold yang butuh 20 persen untuk mengusung capres, keputusan mengusung kedua orang ini juga disebut akan mengorbankan partai. karena deklarasi yang terburu-buru ini, para pemilih yang awalnya masih ragu dengan Hanura, pada akhirnya akan lari dan memiilih partai lain. keduanya bukan seorang tokoh yang layak dijual pada Pemilu 2014. Hary Tanoe, kata dia, hanya seorang pengusaha media dan belum pantas dijadikan seorang tokoh. Selain itu, pasangan Wiranto dan Hary Tanoe juga dinilai belum solid dan bahkan akan kalah dengan pasangan calon lainnya jika benar-benar bakal maju di Pemilu 2014. Bahkan, Hanura dinilai akan sulit meraih Parlementary Threshold yang mengharuskan meraup suara 3,5 persen.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun