Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Sendawa Saat Kerokan: Tanda Kesembuhan dan Terkabulnya Doa Ibu

26 November 2017   21:43 Diperbarui: 26 November 2017   23:17 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ke manapun Pergi, Balsem Lang Wajib Ada di Dalam Ransel

Sejak kecil saya adalah korban dan pelaku dari budaya kerokanisme.

"Digelegekno, Mbak, biar sembuh," ujar ibu setiap kali mengerok punggung saya. Dengan meringis-ringis saya pun menguatkan diri untuk bertahan dari rasa ngilu bercampur geli dalam prosesi 'sakral' kerokan yang akrab saya terima semenjak kecil. Dan... Haiiik... setelah proses kerokan berjalan sekian menit dibarengi dengan ibu yang 'nenuwun' alias berdoa yang baik-baik untuk saya, maka terbitlah sendawa alias gelegekan yang selalu disambut ibu saya dengan, "Alhamdulillah... keluar penyakitnya, tumus (terkabul) doaku."

Saya sendiri ketika itu tidak mengerti keterkaitan antara sendawa dan kesembuhan, juga sendawa sebagai penanda terkabulnya doa. Jika saya bertanya kepada ibu, jawaban beliau yang paling sering terdengar adalah bahwa ketika seorang anak sakit, maka malaikat akan ada di sekelilingnya. Dan, apabila saat itu seorang ibu berdoa untuk kebaikan-kebaikan anaknya sembari mengeluarkan penyakit dari dalam tubuh anaknya (dengan kerokan), jika si anak bisa bersendawa maka doa ibunya terkabul.

Entah bagaimana saat itu nalar saya menerima penjelasan ibu, tapi yang bisa saya ingat adalah meski tidak dapat dipungkiri bahwa kerokan itu rasanya sakiiiit, tetapi ada rasa nyaman ketika prosesnya berlangsung. Rasa hangat dari minyak kelapa dicampur dengan rempah-rempah seperti bawang merah, jahe dan sedikit minyak kayu putih, berpadu dengan sentuhan tangan dan suara ibu yang menenangkan membuat saya merasa rileks. Lalu ketika proses kerokan selesai maka datanglah kantuk yang mengantar saya ke alam mimpi hingga keesokan harinya bangun dalam tubuh yang segar karena masuk angin dan demam telah melenggang pergi.

Kerokanisme memang akrab sekali di dalam budaya masyarakat Indonesia, termasuk di tanah Jawa sendiri tempat saya tumbuh dan dibesarkan. Kadang-kadang saya juga kebagian tugas untuk menjadi juru kerok untuk orang-orang dewasa di sekitar saya, sebab tangan saya yang katanya mantap ketika memijat dan mengerik.

Kerokan Jaman Dulu Menggunakan Minyak Kelapa Dicampur Dengan Rempah-rempah (Doc: IG @sobat_hangat)
Kerokan Jaman Dulu Menggunakan Minyak Kelapa Dicampur Dengan Rempah-rempah (Doc: IG @sobat_hangat)
"Dikit-dikit jangan minum obat," begitu pesan almarhumah nenek setiap kali anak cucunya mengeluh sakit dan merasa tidak enak badan. Ramu-ramuan dari aneka rempah dan tentu saja kerokan menjadi pilihan pertama untuk melepaskan diri dari rasa 'gering' alias meriang yang melanda tubuh. Tradisi itu dipegang kuat dari nenek ke ibu dan anak-anaknya yang lain, ibu ke saya dan adik-adik, hingga kini saya ke suami pun berlaku sama.

Mitos dan Fakta Ilmiah Sendawa Ketika Kerokan

Mengenai keterkaitan antara sendawa alias gelegekan dan kesembuhan serta doa yang terkabul itu belakangan baru saya cari tahu sendiri ketika dewasa di mana letak korelasinya.

Sebagaimana pendapat dari Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS), Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo,dr, PAK, MM, M.Kes., jika boleh saya simpulkan secara sederhana dalam proses kerokan terjadi kolaborasi dua fungsi penting, yaitu fungsi biologis dan psikologis. Istimewanya, hal ini tidak terjadi ketika kita memilih minum obat ketika badan terasa demam atau meriang.

Fungsi biologis bekerja pada pembuluh darah yang melebar sehingga pasokan oksigen meningkat. Dengan melebarnya pembuluh darah, maka aliran darah menjadi lancar dan menghadirkan sendawa sebagai penanda keluarnya gas dan udara berlebih dalam lambung yang menyebabkan mual ketika kita merasa "masuk angin". Kerokan juga dapat menurunkan kadar prostaglandin yang bisa menyebabkan nyeri otot, serta menurunkan asam lambung.

Sementara itu, fungsi psikologis juga bekerja ketika proses kerokan tengah berlangsung melalui sentuhan, pijatan, dan obrolan yang terjadi selama kerokan. Seluruh aktivitas itu kemudian menghadirkan rasa tenang bagi kita yang sedang sakit, terlebih jika yang mengerok adalah orang yang dekat secara emosional dengan kita. Kerokan juga dipercaya meningkatkan kadar endorfin yang menciptakan rasa nyaman dan bahagia dan merupakan pengikat hubungan emosional yang cukup kuat.

Mungkin fungsi biologis dan psikologis itulah yang dibahasakan ibu saya sebagai 'malaikat', terkait sendawa sebagai penanda penyakit yang keluar dan sebagai penanda terkabulnya doa. Sebab secara ilmiah memang rasa nyaman dan bahagia yang muncul dapat membuat gelombang otak kita lebih cepat menerima berbagai macam sugesti, dalam hal ini tentunya sugesti positif dari doa-doa yang kita dengarkan di sepanjang proses kerokan hingga akhirnya kondisi kita pun dapat membaik.

Sebagai masyarakat Indonesia yang akrab dengan mitos-mitos, penjelasan ilmiah memang akan selalu bergandengan dengan penjelasan non ilmiah. Namun di atas segalanya kerokan memang terbukti menjadi usaha penyembuhan yang mujarab dan bermanfaat baik secara fisik maupun psikis. Saya sebagai orang Indonesia sangat bangga dengan kekayaan kearifan lokal Nusantara, salah satunya tentang budaya kerokanisme ini. Kelak saya akan melanjutkan tradisi ini sebagaimana yang dilakukan oleh para leluhur, yang membuat saya tumbuh sehat dan percaya bahwa alam semesta memiliki kekuatan luar biasa.

Balsem Lang Mendukung Terpeliharanya Kearifan Lokal di Era Moderen
Balsem Lang Mendukung Terpeliharanya Kearifan Lokal di Era Moderen
Tetap Melestarikan Budaya Kerokan di Tengah Mobilitas Era Moderen

Hingga kini ketika masuk angin atau sakit kepala melanda, saya masih mengedepankan nasehat nenek untuk tidak sedikit-sedikit minum obat dan menyembuhkan diri melalui kerokan. Namun, karena tingkat mobilitas saya dan suami yang cukup tinggi sebagai penulis dan pekerja lepas di bidang penelitian sosial, tentu tidak memungkinkan bagi kami untuk mengonsumsi ramuan tradisional seperti yang dilakukan para senior di keluarga atau membuat minyak rempah-rempah untuk blonyohan dan kerokan ketika berada di perjalanan. Untunglah ada BalsemLang yang praktis, hangat, dan tentu saja memiliki khasiat alami nan jitu sebagaimana ramuan kuno yang telah ada sejak jaman dahulu. Ke manapun kami bertugas atau bepergian, BalsemLang wajib ada di dalam ransel kami sebagai senjata utama ketika masuk angin mulai melanda.

Ke manapun Pergi, Balsem Lang Wajib Ada di Dalam Ransel
Ke manapun Pergi, Balsem Lang Wajib Ada di Dalam Ransel
Seperti sekarang ketika saya menulis artikel ini, kami sedang berada di dalam perjalanan kerja yang cukup menyita tenaga ditambah kondisi cuaca yang cukup ekstrem. Usai menyelesaikan deadline harian, biasanya kami memilih segera kembali ke penginapan dan membersihkan diri, makan malam, kemudian beristirahat. Sebelum tidur, saya dan suami menggunakan BalsemLang untuk mengurut pundak dan pelipis, atau kerokan kilat di area bahu dan tengkuk  dengan BalsemLang. Sungguh rasanya sangat hangat, nyaman dan benar-benar membantu untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik sehingga aksi di lapangan keesokan harinya pun dapat berjalan secara optimal.

Kembali kepada judul artikel ini, mengenai sendawa ketika kerokan dan kaitannya dengan doa ibu yang terkabul serta bagaimana masyarakat memilih untuk mengkaji perihal kerokan ini secara ilmiah maupun non ilmiah bagi saya semuanya sah-sah saja.

Menurut pendapat saya pribadi, dalam hal keilmuan masing-masing dari kita bebas untuk memilih pendekatan apapun dalam mengkaji sesuatu, sebab seluruh ilmu yang ada di alam semesta raya ini pada hakikatnya memiliki hubungan. Lagipula poin yang tak kalah penting adalah bagaimana pemaknaan kita selanjutnya, dan apa aplikasinya secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk soal budaya kerokan.

Untuk Ibu

Di atas segalanya, artikel ini saya tulis sebab saya merasa doa ibu ketika beliau mengerok saya benar-benar terkabul. 

Apakah memang karena mitos yang ia pegang dan percayai? Ataukah semuanya terjadi secara ilmiah dalam proses panjang kerja tubuh, gelombang otak, dan alam bawah sadar manusia? Yang jelas kasih seorang ibu memang menghadirkan kekuatan meraih mimpi dan kebaikan-kebaikan pada hidup bagi anaknya.

Dan untuk ibu yang dulu selalu mengerok punggung saya sembari  nenuwun,

"Anakku wedok, dawa jangkahmu, amba dalanmu, gangsar rejekimu, ilang laramu"

(Anak perempuanku, panjang langkahmu, luas jalanmu, lancar rejekimu, hilang sakitmu)

Lihatlah, doamu terkabul, Bu.

Berkat doamu langkahku benar-benar panjang dan diberikan kesempatan untuk melihat banyak hal di banyak tempat. Terima kasih, Ibu. Semoga dapat kubalas segala kebaikan-kebaikanmu meskipun tak mungkin sebanyak dan semulia yang kau lakukan padaku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun