Mohon tunggu...
Ratna Patria
Ratna Patria Mohon Tunggu... -

Theatre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eternal Life: Coffee

21 Mei 2014   18:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Coffee is a language in itself. Kalimat ini saya kutip dari pernyataan seorang aktor laga yang sangat melegenda berasal dari China, Jackie Chan. Kopi memiliki “bahasa” tersendiri. Kopi Nusantara sangat beragam, mulai dari Tanah Gayo hingga ujung Papua. Kopi yang beragam tersebut memiliki cita rasa yang berbeda pula. Biji kopi yang ditanam di tempat yang berbeda suhu dan tekstur tanah, memiliki rasa yang berbeda. Disitulah letak keunikan kopi menurut saya. Dari satu biji kopi lahir berjuta rasa dan makna kopi.

Pintaka Yuwana, biasa disapa dengan Mas Koko adalah seorang barista di Coffee Shop miliknya sendiri, Prada Coffe. Barista yang menjadikan kopi sebagai bagian dari hidupnya ini lahir pada tanggal 3 April 1976. Karirnya dibidang kopi berawal pada bulan Agustus 2003. Ia dan sang kakak, Rizki Brilianta, membuka bisnis coffee shop bernama Rumah Kopi. Semua kopi yang ada dalam daftar menunya diracik sendiri oleh Mas Koko. Selang dua tahun kemudian, Mas Koko memutuskan untuk membuka coffee shop sendiri. Ia belajar sendiri bagaimana cara meracik kopi yang enak, hingga akhirnya menjadi barista.

Witing tresna jalaran saka kulina. Hal ini juga terjadi pada Mas Koko. Ia mulai menyukai bahkan mencintai kopi sejak ia mengenal kopi, yaitu pada tahun 2003. Bagi Mas Koko, kopi tidak akan pernah mati. Kopi ia jadikan sebagai penyambung persaudaraan. Berangkat dari secangkir kopi yang kemudian mengantar para penikmat kopi di coffee shop miliknya semakin dekat. Mas Koko bahkan membuat grup supaya kedekatan tetap terjalin di antara pelanggan setia kopi-kopinya.

Prada Coffee berada persis di sebelah toko buku Toga Mas, Jalan Suroto, Kota Baru, Yogyakarta. Konsep coffee shop Prada Coffee semi-outdoor. Sengaja dibuat untuk menikmati kopi. Satu meja diisi oleh empat buah kursi. Kesan coffee shop dengan gaya vintage langsung terasa ketika saya turun dari motor dan masuk ke ruangan persegi panjang dengan cat dominan coklat. Ada banyak foto lama yang dipajang dengan apik di dinding. Dengan pelayanan yang sangat ramah saya mencoba memesan salah satu kopi di Prada Coffee.

Kopi yang biasa saya pesan adalah Black Coffe. Biasanya saya memesan ice, namun kali ini saya mencoba memesan yang hot. Hal yang saya suka dari Black Coffee adalah rasa asam yang ada di dalamnya. Tegukan pertama saya coba tanpa gula, seperti biasa, rasa asam muncul diakhir dan pahit. Berbeda dari salah satu coffee shop langganan saya, Hot Black Coffee milik Mas Koko ini lebih kental. Ada tiga kopi andalan Mas Koko di sini, Black Coffee, Caramel Machiato, dan Café Yen. Sayangnya saya hanya sempat mencicipi salah satu dari tiga minuman andalan tersebut.

Ada ciri khas lain yang membedakan Prada Coffee dengan coffee shop lainnya. Di ruangan persegi panjang dengan cat dominan coklat ini pelanggan bisa mencoba sendiri meracik kopi. Atau sekedar belajar membuat kopi yang benar sehingga rasanya lebih enak.

Prada Coffee pernah memiliki gaya lain untuk membuka coffee shop-nya. Berjualan kopi dengan menggunakan VW di depan SMA John De Britto. Namun karena ada larangan berjualan di lahan depan SMA tersebut, Prada Coffee pindah di tempat lain, di sebelah toko buku Toga Mas. Dengan kemasan yang khas, toh Prada Coffee tetap tidak kehilangan pelanggan setianya.

Jika kita berbicara mengenai bisnis, ada kaitannya dengan promosi. Mas Koko tidak melakukan promosi apapun untuk membuat laris Prada Coffee. Hanya dengan modal words of mouth pelanggannya, Prada Coffee bisa berjalan hingga sekarang. Satu poin yang saya tangkap dari Mas Koko ini. Baginya, pelanggan bukan hanya customer yang harus dilayani dengan sebaik mungkin. Pelanggan dianggapnya sebagai teman sendiri, minimal memiliki kesamaan yang sama, kopi.

Ketika Mas Koko bekerja di Rumah Kopi, pelanggan yang memesan kopi tertentu akan ditanya secara langsung, bagaimana kopinya? Enak? Pelanggan tentu merasa pemilik toko “peduli” dengan selera pribadinya. Pribadi Mas Koko yang ramah, kemudian membuka obrolan seputar kopi dengan pelanggannya. Kedekatan antar pelanggan juga berawal dari situ. Mas Koko dengan senang hati membuatkan kopi sesuai dengan selera pelanggan masing-masing. Tidak sekedar membuatkan kopi yang sama. Hal ini yang saya rasa membuat pelanggan menjadi setia. Pelanggan Rumah Kopi adalah pelanggan yang sampai saat ini masih datang ke Prada Coffee. Hal yang diinginkan Mas Koko saya rasa sudah terpenuhi. Ia ingin pelanggan datang ke coffee shop miliknya bukan karena tempatnya, namun karena rasa kopi yang ia buat.

Kopi telah memberikan hidup bagi Mas Koko. Kopi juga memiliki makna sendiri bagi saya. Banyak alasan untuk mencintai kopi. Keunikan-keunikan kopi yang terus menerus bisa dikembangkan membuat saya terus “mencari” kopi. Bagaimana dengan Anda? Tertarik untuk mencari tahu tentang kopi?

Wawancara Narasumber

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun