Mohon tunggu...
Ratna Nur Salim
Ratna Nur Salim Mohon Tunggu... Musisi - Music educator

Mom of two kids

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Spiral Curriculum

3 November 2021   13:50 Diperbarui: 3 November 2021   14:06 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jerome Bruner (1915 -- 2016) seorang psikolog dari Amerika, terkenal dengan kontribusinya pada bidang pendidikan mengenai discovery learning. Discovery learning memiliki prinsip bahwa siswa belajar melalui pengalaman-pengalaman yang dilakukan, bukan hanya dari teori yang diajarkan oleh guru di kelas. 

Hal ini sejalan dengan teori Piaget dalam konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak belajar menggunakan struktur kognitifnya, dan sejalan juga dengan beberapa tokoh lainnya seperti Vygotsky dalam teorinya ZPD (zone of proximal development).


Selain itu, Bruner juga dikaitkan dengan teori spiral curriculum, yaitu sebuah desain kurikulum yang di di dalamnya terdapat konsep kunci yang diulang-ulang, namun dengan tingkat kompleksitas yang semakin dalam dan berbeda-beda penerapannya, dari yang paling sederhana ke yang lebih rumit. 

Dengan pengulangan ini, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang semakin solid atau kuat, sekaligus dapat memahami bagaimana sebuah pembelajaran diaplikasikan walaupun masih berada di tingkat kesulitan yang paling rendah.


Melihat konsep ini, saya menyadari bahwa ini sangat dekat dengan apa yang saya kerjakan dalam pembelajaran musik. Pada umumnya, sebuah pembelajaran musik (biola klasik) memiliki struktur yang sama untuk setiap tingkat kesulitan, namun semakin lama semakin kompleks dan sulit. 

Konsep yang menjadi kunci pada setiap level yaitu tangga nada (scale), technical practice atau latihan teknik, yang menggunakan etude, lalu repertoire atau karya-karya musik mulai dari yang mudah untuk tingkat dasar, dan semakin lama semakin kompleks, sesuai kenaikan tingkat yang dilalui oleh siswa. 

Contohnya untuk tingkat pemula, untuk tangga nada hanya memainkan satu oktaf, sedangkan untuk tingkat menengah dua oktaf, dan untuk tingkat atas, bisa tiga sampai empat oktaf. Namun, yang ditekankan tetap sama yaitu penguasaan tangga nada.


Selain dalam permainan, dalam belajar musik juga siswa diajarkan teori dan solfeggio atau ear training, yang melatih kepekaan pendengaran siswa. Sama seperti di atas, teori dan solfeggio juga memiliki tingkatan-tingkatan yang disesuaikan dengan level permainan siswa. Misalnya dalam membaca cepat (sight reading) yang merupakan sub-topic dalam solfeggio, untuk tingkat awal, siswa dituntut untuk membaca cepat sebuah notasi musik dengan panjang 4 birama, tanpa disertai tanda baca atau dinamika. 

Namun untuk tingkat menengah, bertambah menjadi 8 bar, dengan disertai keterangan tempo, dinamika, dan tanda baca lainnya. Lalu untuk tingkat atas, bisa menjadi lebih panjang misalnya 12 -- 16 bar, disertai tanda tempo, dinamika, dan tanda baca yang semakin rumit. Tetapi prinsipnya tetap sama, yaitu siswa dapat memainkan apa yang dibaca dalam waktu singkat itu, yang tuntutannya disesuaikan dengan level permainan siswa saat itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun