Mohon tunggu...
ratna firmania rochman
ratna firmania rochman Mohon Tunggu... Freelancer - penulis

Ratnafir adalah nama pena dari penulis bernama lengkap Ratna Firmania Rochman. Lahir di nguling-pasuruan pada tanggal 12 oktober 1990. Tentang hobinya yang suka menulis baik itu novel, puisi, dan diary kehidupan. Penulis yang random ini terkadang bisa melankolis dan kadang histeris.(bercanda). Penulis bisa di ikuti jejaknya di @ratnafirmania.r

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Bukan Budak Lagi

23 Agustus 2024   23:45 Diperbarui: 24 Agustus 2024   00:19 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlihat sebuah dahi yang berkerut di wajah majikanku yang menungguku di depan pintu, dengan kedua tangannya yang bersila didadanya. Perasaanku sudah tidak enak dan memang nyatanya memang benar tentang apa yang aku rasakan.

Aku melihat mulutnya yang komat-kamit tidak karuan dengan cipratan air liur yang keluar dari mulutnya karena tidak henti-hentinya memarahiku, karena aku salah menaruh bekal untuk kedua anaknya. Salsa dan marsya namanya. Yang satu telur mata sapi yang satunya telur dadar.

Seperti biasa aku memasang earphone yang tidak kasat mata ditelingaku, berpura-pura tidak mendengar dan langsung bergegas menyiapkan makan siang untuk nyonya dan tuan, dengan seragam sekolah yang masih melekat ditubuhku yang kurus ini.

Aku masih kelas 2 SMA, sekolahku tidak jauh dari rumah majikanku, sebut saja pak adi dan nyonya karin. Aku bekerja untuk mereka sejak kelas satu SMP dan tinggal bersama mereka. Awalnya saudaraku yang menawarkan bantuan keibuku, agar aku ikut nyonya karin asalkan bersedia tinggal serumah dengannya menjadi pembantu dengan semua fasilitas yang disediakan, tapi nyatanya tidak. Aku hanya mendapatkan makanan sisa dan biaya sekolah yang selalu menumpuk karena tidak dibayar dengan dalih nanti-nanti. 

Ibuku yang tidak ingin melihat anaknya putus sekolah langsung menyetujui tawaran itu, sedangkan aku saat itu tidak setuju karena harus jauh dari ibuku, tapi apa yang ibu bilang saat itu.

"Ibu mau jadi TKW saja." Ucapnya dengan yakin

Aku tidak bisa berkata-kata lagi, hanya bisa patuh.

Kehidupan yang aku jalani sebagai siswa yang berprofesi sebagai pembantu yang tinggal dengan majikan dan ke empat anaknya. Sungguh berat.

Tapi setidaknya aku harus mendapatkan ijasah SMA supaya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan segera meninggalkan tempat ini.

Setiap malam aku lebih sering menangis dipojokan kamar pembantu yang lumayan sempit, yang cukup untuk menampung kasur kecil dan satu lemari plastik warna-warni.

Aku belajar tanpa meja belajar, lantailah yang menjadi meja belajar dan kursiku. Sungguh aku merasakan betapa dinginnya saat musim hujan tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun