Mohon tunggu...
Ratna enjeli sinaga
Ratna enjeli sinaga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

seorang yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengakhiri Hidup: Salah Siapa?

23 November 2023   18:55 Diperbarui: 23 November 2023   21:20 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia dikenal sebagai makhluk yang hidup dalam kebersamaan yang membuatnya tidak dapat eksis sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Kehadiran orang lain selalu menjadi kebutuhan manusia yang membuat setiap tindakan yang diambilnya selalu terkait dengan interaksi sosial.

Setiap tindakan yang dilakukan pada akhirnya akan selalu berhubungan dengan orang-orang disekitar. Jika tindakan manusia dalam konteks individu hanya berlaku sementara, tidak demikian halnya dengan sikap sosial yang akan terbentuk secara berkelanjutan dengan individu-individu yang beragam dalam lingkungan sosial. Seluruh tindakan manusia dalam lingkup sosial terkait dengan realitas sosial, termasuk di antaranya fenomena bunuh diri sebagai salah satu faktanya.

Fakta sosial di masyarakat terkait kejadian bunuh diri sudah berlangsung selama beberapa dekade terakhir dan masih sampai saat ini masih terjadi. Dari penggalian data yang dilakukan menerimakan bahwa di Indonesia menyatakan bunuh diri menjadi penyebab utama kedua kematian pada usia produktif 15-29 tahun dan rata-rata setiap 40 detik terjadi kematian akibat bunuh diri di dunia dan setiap 1 jam satu orang meninggal akibat bunuh diri di Indonesia.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI, selama periode Januari hingga 18 Oktober 2023, tercatat 971 kasus bunuh diri di Indonesia. Kejadian bunuh diri melibatkan berbagai lokasi, termasuk perumahan, perkebunan, dan persawahan. Menariknya, kasus-kasus tersebut juga terjadi dalam rentang waktu mulai dari pukul 05:00 hingga 11:59.

Bahkan, berita terkini dalam waktu berdekatan mencatat bahwa tindakan bunuh diri dilakukan dan merenggut mahasiswa-mahasiswi. Contohnya, kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswa berinisial NJW (20) yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (10/10/2023). Kemudian, terdapat dugaan bunuh diri seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang, Jawa Tengah, berinisial EN (24) yang ditemukan meninggal di kamar indekosnya pada Rabu (11/10/2023). Selain itum pada Senin siang (13/11/2023), terjadi kasus lain di mana seorang perempuan berinisial SIP (23) ditemukan tergantung di lemari dalam kamar lantai dua penginapan yang tidak jauh dari Universitas Negeri Semarang (Unes).

Dalam menelaah kasus bunuh diri ini, penulis mengacu pada pandangan yang disampaikan oleh sosiolog Emile Durkheim. Durkheim berpendapat bahwa kasus bunuh diri adalah suatu fakta sosial yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Semua tindakan dalam bunuh diri sangat dipengaruhi oleh kesadaran di luar diri individu. Dengan perspektif ini, dapat disimpulkan bahwa bunuh diri tidak hanya disebabkan oleh faktor individu, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada dalam masyarakat.

Pandangan yang dirujuk tersebut, penulis berpendapat bahwa faktor sosial sangat mempengaruhi mengapa seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Dalam konteks ini, penulis memandang bahwa realitas terjadinya bunuh diri merupakan tanggung jawab dari lingkungan sekitar orang yang melakukan tindakan bunuh diri. Pandangan penulis ini didukung temuan fakta bahwa orang yang melakukan bunuh diri di dasari oleh depresi. Merujuk pada National Institute of Mental Health (NIMH) menyatakan bahwa depresi merupakan perasaan buruk yang berlangsung selama lebih dari  dua pekan dan  dapat menyebabkan gangguan kejiwaan. Gangguan depresi ini merupakan gangguan yang ditimbulkan oleh lingkungan.

Selain mempertimbangkan perspektif sosiologi, penulis juga mengamati permasalahan ini dari sudut pandang teologi dalam ajaran Kekristenan. Pendekatan ini berlawanan dengan pandangan sosiologis, karena dalam ajaran Kekristenan, manusia dianggap sebagai ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Tuhan adalah pemilik kehidupan manusia dan memiliki kedaulatan penuh atas kehidupan tersebut. Dalam konteks ini, baik hidup maupun mati, manusia dianggap sebagai milik Tuhan.

Ajaran Kekristenan menyatakan bahwa bunuh diri adalah tindakan yang menentang kedaulatan Tuhan atas kehidupan manusia, sehingga dianggap sebagai dosa. Pandangan Kekristenan tentang bunuh diri menekankan bahwa tindakan ini merupakan tanggung jawab pribadi dan dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Tuhan. Dalam perspektif ini, bunuh diri dianggap sebagai suatu bentuk penyangkalan terhadap hak mutlak Tuhan atas kehidupan manusia.

Kedua pandangan yang telah dipaparkan jelas menunjukkan adanya tanggungjawab yang harus dilakukan,  baik secara sosial, bersama dan juga tanggungjawab secara individu.

Jika seseorang menganggap tindakan bunuh diri sebagai solusi bagi semua masalah, perlu disadari bahwa hal tersebut bukanlah jalan yang tepat. Terdapat banyak alternatif yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan. Dalam setiap tantangan, terdapat jawaban dan jalan keluar yang dapat ditemukan. Mendekatkan diri pada pencipta merupakan cara utama yang dapat menjadi sumber kekuatan dan inspirasi karena hal ini membantu dalam menghargai setiap aspek kehidupan dan pemberian dari penciptanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun