Mohon tunggu...
Ratna Dewi
Ratna Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga senang jalan-jalan dn kuliner

Suka Jalan-jalan dan nonton film, Menambah Wawasan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ini yang Belum Tersedia untuk Kesuksesan Sistem Zonasi

11 Agustus 2018   12:09 Diperbarui: 11 Agustus 2018   12:20 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Blog Competition] Optimisme Dunia Pendidikan dan Memajukan Kebudayaan Indonesia| Kompasiana


Indonesia terus bersaing dengan masyarakat intenasional dalam kancah globalisasi yang semakin kompetitif. Untuk meraih sukses dan kemakmuran, kekayaan alam yang dimiliki Indonesia tidak akan cukup tanpa memiliki kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.

Karena itu, menjadi tugas negara untuk menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas dan dapat melayani anak didik dengan adil dan merata di seluruh pelosok negri.

Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusung suatu konsep baru nan jitu, Sitem zonasi sekolah yang baru diperkenalkan pada tahun ajaran baru 2018/2019 yang sempat membuat heboh para murid bersama dengan orang tua mereka.

Untuk membahas hal tersebut,  pada Senin, 6 Agustus lalu, Kompasiana bekerja sama dengan Kemendikbud mengadakan acara ngobrol sore menjelang malam  dengan tema Optimisme Menguatkan Pendidikan dan Memajukan Kebudayaan  Indonesia.

Sayang, pak Menteri berhalangan hadir karena mendadak harus ada acara lain. Dalam acara ini Mendikbud Muhadjir Effendy diwakili  Ari Santoso selaku Kepala Biro Komunikasi   Kemendikbud.  Acara yang dimlai dengan makan malam ini bertempat  di Kantor Kemendikbud di kawasan  Sudirman, Jakarta Selatan.

Sistem zonasi yang diterapkan mulai tahun ini memiliki banyak tujun yang sangat baik. Dengan diterapkannya sistem zonasi, diharapkan terciptanya  pemerataan akses pendidikan , mendorong kreativitas pendidikan dalam kelas yang heterogen, serta  mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik,.

Selain itu, sistem zonasi juga dapat menebus dosa masa lampau, yatu sekolah favorit dan ekslusivitas serta sistem kasta yang timbul di antara sekolah yang tergolong favorit dengan siswa kaya dan sekolah-sekolah  lainnya. Singkatnya pemerataan kualitas pendidikan akan lebih muda terwujud.

Penerapan sistem zonasi yang baru pertama kali diadakan ini memang masih banyak mengalami kendala. Antara lain adalah terganggunya server ataupun gangguan teknis lainnya yang menimbulkan salah pengertian dan sedikit insiden di beberapa sekolah.

Bukan Cuma itu. Praktek suap dan jual beli kursi juga konon masih ada di beberapa tempat. Namun secara umum, penerapan sistem zonasi sudah berjalan cukup baik.

Walaupun begitu , masih banyak keluhan dari orang tua murid yang terbiasa dengan sistem lama dan mengharapkan anaknya masuk di seolah favorit. Sistem zonasi ini seakan-akan menafikan kecerdasan dan kegemilangan akademik yang pernah dikejar oleh para siswa.

Masih ada satu pertanyaan yang belum terjawab, apakah dengan sistem zonasi ini, nanti para siswa tidak bersemangat lagi untuk megejar nilai yang bagus? Tentu waktu yang akan menjawabnya. Bukankah bagi siswa yang baik dan pintar, belajar di sekolah mana saja sekarang hampir sama loh. Bukankah sumber ilmu dan pengetahuan bukan hanya berasal dari guru dan sekolah.

Namun masih ada satu kendala yang sangat menganggu pelaksanaan sistem zonasi ini. Yaitu quota yang cukup banyak untuk anak miskin. Dengan menjadi miskin, kita akan bebas memilih sekolah yang dianggap bagus. Idenya memang sangat cemerlang, sekolah yang dianggap favorit akan terbuka untuk anak dengan orang tua yang berpenghasilan pas-pasan.

Bukankah selama ini sekolah tersebut hanya terbuka bagi anak pintar yang sebagian besar berasal dari keluarga yang tergolong mampu.

Nah dengan kebijakan baru ini, sekonyong-kongyong banyak orang Indonesia, khususnya orang tua calon siswa menjadi miskin.

Begitu mudah mereka mendapatkan Surat Keterangan Tidak Mampu yang kemudian digunakan untuk mendapatkan jatah kursi di sekolah yang dulu dianggap favorit.

Kejujuran inilah yang masih langka di negri ini. Mereka tidak malu menyatakan diri miskin agar anak diterima di sekolah yang diinginkan. Namun kita juga tidak bisa menyalahkan orang tua. Rasa cinta dan keinginan agar sang anak memperoleh pendidikan yang baik lah yang membuat banyak orang tua rela meniu diri sendiri dan mendadak miskin.

Mirisnya lagi, banyak yang datang ke sekolah membawa Surat Keterangan Tidak Mampu sambil naik kendaraan pribadi ke sekolah. 

Semoga pada tahun depan pelaksanaan sistem zonasi akan semakin baik. Ataukah sistem ini kembali akan diganti dengan sistem lain bila Pak Mentri juga diganti. Bukankah selama ini kita sudah sering menghadapai pergantian sistem bila ganti menteri. 

Hanya watu yang akan menjawab dan sebagai  orang tua kita cuma bisa berharap yang terbaik buat anak-anak kita yang menjadi harapan bangsa untuk masa depan Indonesia yang gemilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun