Malam minggu yang cerah di akhir bulan November. Langit kota Yogyakarta dipenuhi bintang-bintang bertaburan. Duh, senang rasanya kembali ke kota ini, kota yang selalu kurindukan. Seperti kata sebuah lagu: Suasana Yogya memang selalu bikin kangen.
Kalau bosen jalan-jalan ke Malioboro, maka kita bisa mampir ke tempat keramaian lain yang sama merakyatnya kaya Maioboro. Letaknya juga masih di pusat kota, Cuma agak selatan sedikit , yaitu Alun-alun Kidul atau Alun-alun Selatan. Untuk menuju ke tempat ini bisa naik Trans Yogya dan turun di kawasan pojok Benteng. Kalau mau lebih praktislagi yah naik becak juga bisa atau jalan kaki saja, tergantung dimana lokasi kita menginap.
Sekitar jam 6.30 malam selepas magrib. Ketika gelap sudah mereka, alun-alun selatan berubah menjadi terang benderang dengan ratusan lampu warna-warni. Dan lampu-lampu ini bukannya statis melainkan bergerak mengelilingi lapangan yanga ada di sebelah selatan kraton ini sesuai arah putaran jarum jam. Kalau mau dibilang tawaf terbalik!
Lampu-lampu apakah itu? Lampu-lampu neon warna-warni yang ada di kendaraan hias yang siap disewa keliling alun-alun. Mobilnya juga antik-antik dengan dekorasi yang menarik serta bisa muat sampai empat orang penumpang. Harga sewanya? Tidak terlalu mahal dan bisa di nego.
Mobil-mobil klasik seperti VW kombi, VW kodok, dan juga jenis-jenis lainnya berderet di tepi jalan menunggu penumpang. Padahal saya juga sempat ngintip mobil ini di siang hari terlihat tidak secantik sewaktu malam. He he kayak bencong aja yah? Kalau siang kelihatan jeleknya...
Saya berjalan menyusuri alun-alun kidul. Di trotar segala jenis dagangan kaki lima juga ada, termasuk makanan dan minuman khas Yogya. Tetapi yang hanya ada di Alun-Alun Kidul adalah sewa sapu tangan hitam seharga 5000 rupiah. Untuk bermain masangin, yaitu berjalan dengan mata tertutup sapu tangan menuju ke antara dua beringin yang ada di tengah-tangah alun-alun. Konon hanya mereka yang punya hati tulus dan bersih bisa lulus ujian ini dan permintaannya akan dapat terkabul. Bagi yang masih jomblo siapa tahu bisa cepat dapat jodoh. He he.
Menurut cerita, permainan masangin ini merupakan tradisi lama yang sudah ada secara turun menurun dan dulunya merupakan salah satu ritual ngalap berkah yang dilakukan rakyat Yogyakarta dan juga sebagai salah satu cara untuk memohon kepada Allah agar Yogya tetap aman dan makmur. Bahkan ada juga yang bilang sebagai ritual untuk tolak bala? Mana yang benar? Jangan tanya saya yah!
Setelah melewati tempat meyewakan saputangan, ada Gedung Sasono Hingggil Dwi Abad yang tetap ramai dan anggun walau di malam hari. Banyak kendaraan baik roda dua atau empat yang parkir di dekatnya dan juga orang-orang yang sedang bersantai.
“Raja
Egrang”, sebuah spanduk besar dipajang di alun-alun idul ini. Legkap dengan keterangan bahwa
egrang ini bukan sebarang egrang karena bisa menghilangkan stress dan membuat badan sehat. Egrang ini bahkan sudah terbukti dibawa dari Yogya ke Jakarta dan juga Yogya Surabaya. Dan di sebelah spanduk ini dipamerkan egrang dengan berbagai warna yang menarik.
Menghabiskan malam minggu di Alun-alun kidul memang menyegarkan. Namun malam ini saya masih ingin pergi ke Alun-alun Utara dimana Pasar Malam Sekaten juga sedang dilaksanakan.
Yogyakarta, Akhir November 2016
Foto-foto: Dokumentasi Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya