Jumat sore, 22 Januari 2016, KOMIK Nobar Kompasiana mendapat kesempatan untuk ikut serta menyaksikan final Festival Film Pendek 2015 sekaligus penentuan pemenang Festival Film yang untuk keduakalinya diadakan oleh Kompas TV ini. Lucunya walaupun judulnya FFPI 2015, tetapi penentuan pemenang naik untuk kategori mahasiwsa/umum dan pelajar baru dilaksanakan pada bulan pertama di 2016.
Bertempat di Galeri Indonesia Kaya di Lantai 8 pusat perbelanjaan bergengsi – Grand Indonesia -, dilaksanakan pemutaran 10 film yang masuk final untuk kedua kategori tersebut. Acara dibuka oleh pembawa acara cantik Anastasia Praditha yang biasa mejeng di Kompas TV. Selain dewan juri para petinggi Kompas TV juga hadir di studio mini yang apik dan megah ini.
FFPI 2016 kali ini mengusung tema Indonesiaku, Kebanggaanku dan dimulai dengan memutar 5 finalis untuk kategori mahasiswa atau umum terliebih dahulu. Film pertama yang diputar berjudul “Ojo Sok-sok an “ dan menurut saya benar-benar film pendek yang berdurasi sangat singkat dan juga bercerita hanya di satu tempat yaitu di angkringan di dekat stasiun tugu Yogyakarta. Kisahnya dua orang teman yang sangat ingin punya gadget HP mahal. Ketika ada seorang cewek yang baru datang dari Jakarta salah seorang darinya menegur dengan bahasa gaul model Jakarta yang pakai gue gue elu elu. Ternyata film ditutup dengan jawaban si cewek menggunakan bahasa Jawa yang fasih. Kena Loe!
Film kedua berjudul Ruwat mengisahkan tradisi yang ada hanya di dataran tinggi Dieng dimana banyak anak berambut gimbal yang harus diruwat. Lucunya salah seorang anak hanya bersedia diruwat apabila dihadiahkan jalan-jalan ke Hongkong oleh orang tuanya. Namun anak ini juga punya kelemahan, yaitu takut dengan katak. Orang tuanya menyuruh sang anak untuk ikut lomba balap karung dan memberi syarat bahwa jalan-jalan ke Hongkong hanya akan terlaksana bila sang anak menang lomba tersebut. Akhir cerita sang anak tetap menang balap karung walau telah ditaruh katak sewaktu final. Dan ketika sang ayah hendak menjual sapi, sang anak tiba-tiba saja membatalkan syarat jalan-jalan ke Hongkong setelah dapat info bahwa orang Hongkong makan Swikee alias katak.
Masih ada tiga film lagi untuk kategori ini yaitu Nilep yang bercerita tentang kepolosan dan kejujuran versi anak-anak; Opor Operan yang mengisahkan tentang tradisi anter-anteran selama hari raya dikampung, dan Bubar Jalan yang diinspirasikan oleh kisah nyata sang sutradara sewaktu sekolah dasar memimpin upacara bendera.
Asyiknya lagi dari kelima film dalam kategori ini, empat film menggunakan bahasa daerah yaitu tiga bahasa Jawa dan satu Bahasa Sunda. Yang menggunakan bahas Jawa adala Ojo Sok-sokan , Ruwatan, dan Nilep, sedangka film Opor Operan menggunakan bahasa Sunda. Hanya film Bubar Jalan yang menggunakan Bahasa Indonesia.
Setelah sempat rehat sebentar film dilanjutkan dengan kategori pelajar. Ada lima film yang dibuka dengan Samin.. Film ini mengisahkan kepahlawanan yang terlupakan. Dan sekali lagi, dialog dalam film ini juga menggunaan Bahasa Jawa. Setelah Samin, masih ada film Coblosan, Ali Ali Setan, Kotak Pusaka dan film bergenre laga yaitu “Surya the School Gang”.
Setelah pemutaran kesepuluh film yang masuk final diumumkanlah pemenang FFPI 2015 untuk masing-masing kategori. Untuk kategori umum/mahasiswa dimenangkan oleh Bubar Jalan . Sedangkan Ojo Sok Sok an dan Opor Operan menjadi juara kedua dan ketiga. Sedangkan untuk kategori pelajar dimenangan oleh Surya the School Gang dengan Coblosan dan Samin sebagai juara dua dan tiga.
Pengalaman nobar FFPI 2015 ini memang sangat menarik. Karena kita dibawa ke cerita yang berbeda-beda dalam durasi yang sangat singkat. Ibarat membaca cerpen. Nonton film pendek, sekali dayung sepuluh pulau terlampaui.
Jakarta , Januari 2016