Sayangnya, prestasi para pimpinan dan tokoh politik mulai luntur justru di aspek idealisme ini. Contohnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang demi pragmatisme kekuasaan melanggar janjinya kepada Rhoma Irama.
Bukan soal pencalonan Rhoma tapi lebih kepada soal "misi sosial politik" yang seyogyanya diusung bersama yaitu untuk mencegah Jokowi jangan sampai terpilih karena pencitraan belaka dan meninggalkan tanggung jawabnya di Jakarta. Di ujung, Rhoma justru ditinggalkan setelah berhasil mengangkat PKB menjadi partai terbesar kelima dalam pemilihan legislatif yang lalu. Rhoma patut diapresiasi karena tetap pada idealismenya dan mengumumkan pencabutan dukungannya kepada PKB.
Sebaliknya PPP dan Nasdem menjadi contoh yang baik. Keduanya memutuskan dengan tegas dan memberikan dukungan tanpa syarat masing-masing kepada Prabowo dan Jokowi. PPP yang sempat digoyang karena keputusan itu, tetap pada akhirnya konsisten membela keputusannya mendukung Prabowo dan koalisi Gerindra. Ironisnya adalah justru Prabowo sendiri mulai luntur idealismenya bila memilih Hatta Radjasa sebagai pasangan cawapresnya hanya demi mendapatkan dukungan Partai Amanat Nasional (PAN).
Padahal pemilih sangat menikmati manuver Megawati, ARB dan Prabowo  yang saling membangun komunikasi. Apalagi ketika ARB dan Prabowo sama-sama menyatakan siap menjadi capres maupun cawapres asal untuk bangsa. Itu adalah keputusan dan sikap politik mulia yang akan menjadi sejarah dan teladan untuk masa depan.
Harapan pemilih adalah ketiga tokoh bisa memutuskan diatas idealisme yang konsisten dipromosikan selama ini, dan mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan. Bila sampai keputusan Prabowo memilih Hatta tersebut memang sudah final, maka mubazirlah popularitasnya yang semakin meningkat selama ini, dan mubazir pula dukungan pihak lain terhadap Prabowo dan Gerindra. Jangan sampai Megawati dan ARB terpancing langkah Prabowo yang "anti idealisme" tersebut, dan kemudian juga memutuskan yang salah dengan berkoalisi dengan Partai Demokrat.
Satu dua hari ke depan adalah ujian terakhir bagi para pimpinan partai politik untuk mempertahankan prestasi yang sudah baik sejauh ini. Keputusan Megawati Soekarnoputri, Aburizal Bakrie (ARB), Prabowo, juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hanura akan membuktikan apakah mereka sekedar politisi yang sekedar memikirkan menang dan kalah, Â ataukah mereka negarawan yang siap membuat keputusan terhormat untuk perbaikan bangsa.
Rapimnas Partai Golkar menjadi sangat strategis untuk diikuti. Karena ARB dan Golkar yang walaupun lebih banyak perolehan kursinya dibandingkan Gerindra sudah menyatakan siap menjadi capres atau cawapres asalkan untuk bangsa. Sikap ini seyogyanya menjadi "dukungan termahal" yang wajib dimanfaatkan oleh Megawati dan Prabowo. Golkar menjadi penentu koalisi mana yang akan didukung rakyat. Asalkan Golkar tidak tergoda berkoalisi dengan Partai Demokrat, koalisi mana di antara PDIP dan Gerindra yang didukung ARB dan Golkar, adalah koalisi yang wajib didukung rakyat karena idealismenya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H