Aku membencimu sampai ke tulang tulang. Ingatanku tentang mu ingin kugadaikan di pasar loak ujung jalan. Bila tak ada yang tertarik untuk menerima nya , akan kularungkan ke samudra, bersamaan kembang sesaji di daun pisang.
Hatiku yang pilu karena dendam dan amarah, pecah berderak saat kau jatuhkan. Kau bilang waktu sudah berlalu , hatiku yang kamu pinjam tak lagi di butuhkan. Kamu tidak sadar dengan apa yang sedang kamu permainkan,kamu tidak mengerti rasa sayang bukan sebagai bahan candaan.
Ingin kuhapus bekas bibirmu di bibirku dengan kembang tujuh rupa, atau perlu  sepuluh jenis kembang supaya tidak tersisa lagi rasa dan kenangannya.  Entahlah, aku akan menanyakannya pada gadis penjual bunga.
Kamu boleh meminggirkan aku , tapi dalam rapal doa doa ku namamu tak pernah mati. Terus kunaikkann serupa kunang kunang menyeberangi langit, karena Tuhan sebaik baik nya Hakim yang akan menengahi kita.Â
Jangan bercanda, mas...
Karena Tuhan mendengar hati yang sedang patah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H