Mohon tunggu...
Ratna Tongae
Ratna Tongae Mohon Tunggu... Guru - Guru MI INSAN KAMIL NGGORANG MANGGARAI BARAT

Membaca adalah langakah terbaik dalam hidup

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kerajinan Anyam Tikar sebagai Pelestarian Kearifan Lokal Masyrakat Rekas, Kebupaten Manggarai Barat

5 Desember 2023   16:33 Diperbarui: 6 Desember 2023   18:55 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2014).

2.2 Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal atau local wisdom merupakan usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.

Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai 'kearifan/ kebijaksanaan', di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Local secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas. Sebagai ruang interaksi di dalamnya melibatkan suatu polapola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat (Ridwan, 2007).

Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini, antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Sementara Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang dengan ciri-ciri antara lain:
mampu bertahan dan mengakomodasi terhadap budaya luar kemudian mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli dan memberi arah pada perkembangan budaya (Sartini, 2004). Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.

Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib (Suhartini, 2009). Jadi bila berbicara mengenai kearifan atau kejeniusan lokal (local wisdom atau local genius) tidak bisa lepas dari budaya dan nilai-nilai yang melingkupinya. Budaya dapat dipandang sebagai latar bagai suatu tipe manusia yang bersifat normatif bagi kelompok tertentu yang melahirkan gaya hidup yang berbeda dengan lainnya. Budaya juga nerupakan latar yang mengejewantahkan perilaku dan karya manusia yang memberikan sumbangan bagi gaya hidup yang mempunyai ciri khas yang kemudian menyatu dan melekat pada kehidupan bersama. (Rohidi, 2000).

Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentunyang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. (Ridwan: 2007).

Salah satu karya (budaya) manusia yang dimaksudkan disini dapat diwujudkan dalam bentuk karya seni yang mengakomodasi gaya hidup manusia tersebut. Dengan demikian karya seni merupakan bagian terpenting dari budaya dan memberikan ciri khas dan indentitas suatu kelompok masyarakat tertentu. Salah satu karya hasil budaya manusia adalah kerajinan anyam sehingga karya seni merupakan bagian intergral dari budaya secara menyeluruh dengan pengertian bahwa kesenian terintegrasi secara struktural dan kejiwaan dalam sistem kebudayaan.
2.3 Tikar

Tikar adalah hasil anyam yang biasanya dipakai sebagai alas duduk atau tidur, tikar biasanya dibuat dari daun kelapa, pandan, palstik atau bahan lainnya. Untuk masyarakat Manggarai Barat ksususnya Desa Rekas, Kecamatan Mbeliling membuat kerajinan tradisional menggunakan daun pandan berduri untuk menghasilkan tikar atau loce.

Tikar pandan tergolong kerajinan tangan yang membutuhkan waktu lama untuk menganyamnya. Pandan yang dipotong dari pokoknya, disisir sesuai keinginan besar kecilnya, dijemur, lalu baru dianyam. Butuh waktu lebih kurang seminggu jika matahari benar-benar terik untuk mengubah daun pandan hijau menjadi putih. Semakin lama dijemur maka semakin bagus kualitas tikar pandan tersebut. Daun pandan yang sudah kering itu bertambah kuat dan susah rapuh jika intensitas cahayanya mencukupi. Jika ingin tikar bervariasi, bisa saja ditambahkan pewarna alami dengan catatan tidak membuat daun pandan cepat berjamur dan putus jika ditarik.

Proses menganyam daun pandan menjadi tikar utuh juga membutuhkan waktu lama. Proses ini sangat tergantung pada besar kecil tikar yang sedang dianyam. Semakin besar tikar yang ingin dihasilkan maka semakin lama waktu  yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu anyaman. Demikian sebaliknya. Produksi tikar pandan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Pengalaman ini setidaknya menjadi perhatian pihak terkait supaya kembali digalakkan. Kita mudah saja mendapatkan pandan tumbuh liar di perkampungan atau di pinggir hutan. Lagi pula pembuatan tikar pandan tidak membutuhkan mesin maupun alat bantu lain sehingga mudah dikendalikan komoditinya. Pengayaman tikar pandai hanya membutuhkan keahlian dan pembiasaan. Semakin terbiasa maka semakin rapi tikar yang dihasilkan.
BAB III

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun