Kilasan memori menari di benakku. Sepeda jengki kesayanganku adalah sepeda pertama dan satu-satunya yang bisa kumiliki dengan berjerih lelah bekerja sebagai pesuruh toko. Awal aku menemukan tambatan hati bermula dari si jengki ini. Saat aku mengantar jemput kekasihku pun, si jengki inilah penolongku. Lalu saat aku menikah, si jengki ini yang menjadi pahlawanku. Dan saat aku sudah memiliki keluarga, si jengki inilah yang menjadi andalan kami dalam berkeliling mengikuti arah kemana kaki mengayuh. Banyak warna yang sudah dilukiskan oleh si jengki, desah sang bapak parau.Â
Di sisi lain, sang anak sudah tiba di rumahnya dengan napas masih menderu mengingat peristiwa memalukan tadi. Berkeluh kesah dan tidak mau mensyukuri anugerah Tuhan sudah melekat pada tabiatnya. Hidup uring-uringan dan berlagak menjadi orang kaya sudah menjadi makanan sehari-harinya. Ia selalu merasa rendah diri dan malu mengakui keberadaan orang tuanya.
Ironis sekali hidup ini. Seperti mata uang yang punya dua sisi. Berdampingan tapi tak pernah bisa melihat keadaan sebaliknya. Selalu bersama tapi tak urung tak bisa juga seirama menerima pemberian Sang Pencipta.
Ada manusia yang terlahir indah dengan segala keberadaannya dan kecukupannya namun tak bisa bersyukur, tak dapat menjaga dan menerima diri apa adanya. Namun sebaliknya, ada juga yang mampu bersyukur dan melipatgandakan potensi yang diberikan Tuhan.
Sisi kehidupan yang lain, ada yang terlahir miskin di dunia tapi kaya di Surga dengan segala keikhlasannya menjalani hidup ini. Ada juga yang terlahir dengan segala kekurangan tapi tak mau mencoba kelebihan yang melekat padanya.
Karena hidup adalah pilihan. Terus berjuang memaknai kehidupan adalah tanggung jawab setiap insan. Menjalani proses memang sakit, tak mudah melaluinya. Tetapi menikmati buah dari menjalani tiap proses adalah sukacita abadi.
"Permisi Bu Lala", panggil seseorang dari salah satu pegawai, yang menyadarkanku dari lamunan siangku.
"Ya, ada apa Lanny?", jawabku.
Kata Lanny, "Begini Bu Lala …."
(pembicaraan pun berlangsung)
Yah, kisah di atas adalah sepenggal cerita masa mudaku. Dimana dulu aku pernah tidak mau bersyukur pada Tuhan dan menolak orang tuaku serta tak mau mengakui kekuranganku.